والجوازم
ثمانية عشروهى لم ولما والم والما ولام الامر والدعاء ولا فى النهى والدعاء وان
وما ومَن ومهما وإذما وأي ومتى وأيان وأين وانى وحيثما وكيفما وإذا في
الشعرخاصة
Ami
– amil yang sering menjazmkan suatu kata itu ada delapan belas, yaitu lam,
lamma, alam, alamma, lam amar, lam du’a, la nahi, la du’a, in, ma, man, mahma,
idzma,ayyun,mata, ayyana, aina, anna, haitsuma, kaifama dan idzan khusu di
dalam syair.
Dengan
demikian ketika ada fi’il mudhori bertemu dengan salah satu huruf tersebut di
atas maka harus di baca jazm, dengan alamat jazmnya telah di terangkan pada
pelajaran yang sudah lalu. Contoh fi’il yang dijazmkan oleh amil jazm, sebagai
berikut :
1. Saya belum mendengar
adzan magrib , لم أسمع أذان المغرب
2. Kamu belum menulis
pelajaran bahasa arab, تكتب درس اللغة العربية
لمّا
3. Dan contoh- contoh
lainnya.
Amil Nawasib
Ami- amil Nasab
فالنواصب عسرة وهى أن ولن وإذن وكى ولام كى ولام الجحود وحتى والجواب بالفاء والواو وأو
Maka amil – amil yang biasa menasabkan fi’il mudhori itu ada sepuluh, yaitu lapadh An, Lan, idzan, Kay, Lam Kay, Lam Juhud,Hatta, Jawab dengan huruf fa, Jawab dengan huruf wawu dan lapadh Au.
1. أن (supaya/akan), contohnya المغرب اُصلي أن أناأُريد
2. لن (tidak akan), contohnya المؤمن يخون لن
3. إذن (kalau begitu), contohnya أشكرلك أزوربيتك ٫ إذن
4. كى (supaya), contohnya طعاماكي يفرح المسكين أعطي
5. حتى (sehingga), contohnya يذخل حتي يقول السلام لا
6. Dan contoh lainnya.
فالنواصب عسرة وهى أن ولن وإذن وكى ولام كى ولام الجحود وحتى والجواب بالفاء والواو وأو
Maka amil – amil yang biasa menasabkan fi’il mudhori itu ada sepuluh, yaitu lapadh An, Lan, idzan, Kay, Lam Kay, Lam Juhud,Hatta, Jawab dengan huruf fa, Jawab dengan huruf wawu dan lapadh Au.
1. أن (supaya/akan), contohnya المغرب اُصلي أن أناأُريد
2. لن (tidak akan), contohnya المؤمن يخون لن
3. إذن (kalau begitu), contohnya أشكرلك أزوربيتك ٫ إذن
4. كى (supaya), contohnya طعاماكي يفرح المسكين أعطي
5. حتى (sehingga), contohnya يذخل حتي يقول السلام لا
6. Dan contoh lainnya.
Maf’ul Bih
Pengertian Maf’ul Bih
المفعول به هو اسم
منصوب يدل على شئٍ وقع عليه فعل الفاعل اثباتا او نافيا ولا تغير لاجله صورة الفعل
مفعول
به adalah isim manshub yang menunjukan suatu
arti dimana perbuatan فاعل jatuh
padanya, baik dalam posisi isbhat (positif) atupun nafi (negatif) dan bentuk فعل sama sekali tidak berubah .Contoh:
(+) أكلتُ الرزَّ (saya telah makan nasi)
(-)ما أكلتُ الرزَّ (saya tidak makan
nasi).
Maf’ul bih bisa
didefinisikan juga إسم منصوبٌ الّذى يقع به الفعل
(isim manshub yang menjadi sasaran perbuatannya فاعل. Contoh:ضربتُ
الكلبَ (saya telah memukul anjing), kata الكلبَ
itu merupakan maf’ul bih karena jadi sasaran yang memukul.
MasdarDefinisi Mashdar adalah:
Isim yang menunjukkan kejadian (huduts) yang sepi dari zaman dan mencukupi atas huruf-huruf Fi’ilnya atau melebihinya.
Contoh dinamakan Mashdar :
بذلُ المال في الخير نفع لصاحبه
BADZLUL-MAALI FIL-KHOIRI NAF’UN LI SHOOHIBIHII = mendermakan harta di dalam kebaikan bermanfaat bagi si empunya.Lafazh BADZLU adalah mashdar dari : BADZALA-YABDZALU-BADZLAN.
Badzlan adalah Mashdar bermakna menunjukkan atas kejadian pendermaan tanpa penyertaan zaman. Dan juga mencukupi semua huruf-huruf Fi’ilnya yaitu huruf BA’, DZAL dan LAM.
Huruf pada lafazh IKROOMUN mencukupi atas huruf-huruf Fi’ilnya (AKROMA) berikut melebihinya yaitu ada tambahan Alif sebelum huruf terakhir.
Adapun yang disebut Isim Mashdar berbeda dengan Mashdar. Sekalipun keduanya sama mencocoki dalam hal menunukkan huduts/kejadian.
Bedanya Mashdar tidak akan berkurang hurufnya dari bentuk huruf Fi’ilnya. Sedangkan disebut Isim Mashdar huruf-hurufnya berkurang dari bentuk huruf Fi’ilnya secara lafazhan atau Takdiran dan tanpa ada pergantian huruf.
Zharaf Zaman (Keadaan Waktu)
Zharaf zaman ialah, isim zaman (waktu) yang
di-nashab-kan dengan memperkirakan makna fî (pada/dalam), seperti lafazh: (pada hari ini), (pada
malam ini), (pagi
hari), (waktu
pagi), (pada
waktu sahur), (besok),
(waktu
sore atau waktu Isya), (pada
waktu subuh), (pada
waktu sore), (selamanya), (ketika), dan lafazh
yang menyerupainya.
Zharaf Makân (Keadaan Tempat)
Zharaf makân ialah, isim makân (tempat) yang
di-nashab-kan dengan memperkirakan makna fî (pada/dalam), seperti lafazh: (di depan), (di
belakang), (di
depan), (di
belakang), (di
atas), (di
bawah), (di
dekat atau di sisi), (beserta),
(di
muka atau di depan), (di
dekat), (di
hadapan), (di sini), (di
sana), dan lafazh yang menyerupainya.
Contoh
zharaf zaman adalah sebagai berikut:
= aku telah berpuasa pada hari
Senin.
= aku telah ber-i'tikaf pada hari
Jum'at.
= aku akan berkunjung kepadamu besok
pagi.
= aku telah berjalan pagi-pagi.
Contoh
zharaf makân adalah sebagai berikut:
= aku telah duduk di depan ustadzku.
= aku telah berjalan di belakang
ustadzku.
Kata nazhim:
Zharaf ialah isim waktu atau isim tempat yang
di-nashab-kan. Menurut kalangan orang Arab, semua (dari isim waktu atau tempat itu) dengan
memperkirakan makna fî.
.
Dan di-nashab-kan oleh fi'il-nya yang
diberlakukan, seperti dalam contoh: (aku telah berjalan pada malam hari), dan (aku
telah ber-i'tikaf satu bulan).
Lafazh di-nashab-kan oleh dan
lafazh di-nashab-kan oleh .
hal dan tamyiz
الحال (hal) adalah:
- isim nakiroh yang dibaca nashob
- menjelaskan KEADAAN yang masih samar
- baru ada bila kalimat telah sempurna (subjek-predikat-objek/fa’il-fi’il-maf’ul sudah ada
جاءَ زيدٌ راكِباً
Zaid
telah datang dengan berkendara
Keterangan: tulisan
berwarna kuning adalah ‘hal’. Kata ‘dengan berkendara’ menjelaskan keadaan zaid
ketika datang.
التّمييز (tamyiz) adalah:
- isim nakiroh yang dibaca nashob
- menjelaskan SESUATU yang masih samar
- baru ada bila kalimat telah sempurna (subjek-predikat-objek/fa’il-fi’il-maf’ul sudah ada)
Contoh:
زيدٌ اَجمَلُ منك وَجهاً
Arti
terjemah: zaid lebih indah darimu, wajah
Makna:
wajah zaid lebih indah dari wajahmu
Keterangan:
kata ‘lebih indah’ masih samar dan terlalu umum, lalu diperjelas dengan tamyiz
bahwa yang lebih indah adalah wajahnya.
Contoh
lain: zaid lebih mulia darimu, ayah. Maksudnya: Ayah zaid lebih mulia dari
ayahmu.
Persamaan
hal dan tamyiz adalah keduanya:
- isim nakiroh yang dibaca nashob
- menjelaskan yang masih samar
- baru dibutuhkan bila kalimat telah sempurna
Perbedaan hal dan tamyiz
adalah:
- ‘hal’ menjelaskan keadaan tentang berlangsungnya satu aktivitas (fi’il)
- ‘tamyiz’ adalah penjelas dalam kalimat (baik penjelas predikat atau objek) selain keadaan
ISIM MUFROD DAN TATSNIYAH
A.
Isim Mufrod adalah kata benda yang bermakna satu atau tunggal, seperti : زيد
= ZAIDUN (maknanya Satu Zaid), مسلم = MUSLIMUN (satu orang
Muslim lelaki), مسلمة = MUSLIMATUN (Satu orang muslim
perempuan).
B.
Isim Tatsniyah atau Mutsanna adalah kata benda yang bermakna dua, contoh : مسلمتان،
مسلمان، زيدان (ZAIDAANI, MUSLIMAANI, MUSLIMATAANI artinya adalah
Dua Zaid, Dua Muslim, dan Dua Muslimah), ciri-cirinya adalah tambahan huruf
ALIF dan NUN kalau dalam keadaan Rof’a, dan diberi tambahan YA’ dan NUN kalau
dalam keadaan Nashob dan Jer, conroh : نصرت الزيدين ومسلمين ومسلمتين
(NASHORTU AZ-ZAIDAINI WA MUSLIMAINI WA MUSLIMATAINI artinya TELAH MENOLONG OLEH
SAYA PADA DUA ZAID dan PADA DUA MUSLIM dan PADA DUA MUSLIMAH), dan untuk
I’robnya belum saatnya kita bahas di sini, yang jadi pokok pembahasan di sini
adalah menegnali Isim Tastniyah saja.
JAMA’ MUANNATS DAN JAMA’ MUDZAKKAR
Jama’ Muannats Salim
Pengertian
Jama’ Muannats Salim
Jama’
Muannats Salim adalah isim jama’ yang menunjukkan wanita dan beraturan, yakni
dengan menambahkan Alif dan Ta’ maftukhah (ت dan ا) di akhirnya dan huruf
sebelumnya di fathahkan (ta’ marbutoh nya di buang).
Jamak yang dibentuk dari isim mufrodnya yang digunakan untuk menunjukkan
jenis perempuan.
Misalnya
: صَالِحَةٌ menjadi صَالِحَاتٌ/ صَالِحَاتٍ. Jika tidak menunjukkan
jenis wanita atau muannats maka tidak bisa dijadikan jama’ muannats salim,
misalnya: مُحَمَّدٌ menjadi مُحَمَّدَاتٌ (yang seperti ini salah atau tidak
bisa).[1][1]
Contoh:
Mufrod
|
Jamak
|
Arti
|
صَالِحَةٌ
|
صَالِحَاتٌ/
صَالِحَاتٍ
|
Orang-orang solehah
|
مُؤْمِنٌ
|
مُؤْمِنَاتٌ/ مُؤْمِنَاتٍ
|
Para perempuan mu’min
|
كَافِرٌ
|
كَافِرَاتٌ/ كَافِرَاتٍ
|
Para perempuan kafir
|
مُسْلِمَةٌ
|
مُسْلِمَاتٌ/ مُسْلِمَاتٍ
|
Para perempuan muslim
|
حَقِيْبَةٌ
|
حَقِيْبَاتٌ/ حَقِيْبَاتٍ
|
Tas-tas
|
سَجَادَةٌ
|
سَجَادَاتٌ/ سَجَادَاتٍ
|
Banyak karpet
|
ثَلَّاجَةٌ
|
ثَلَّاجَاتٌ/ ثَلَّاجَاتٍ
|
Banyak kulkas
|
أَرِيْكَةٌ
|
أَرِيْكَاتٌ أَرِيْكَاتٍ
|
Banyak sofa
|
B. Jama’
Mudzakkar Salim
Pengertian jamak
mudzakkar salim
Jama’ mudzakkar salim adalah Jamak yang dibentuk dari isim mufrodnya yang
digunakan untuk menunjukkan jenis laki-laki atau isim jama’ yang menunjukkan laki-laki dan
beraturan dari mufrod yang menunjukkan laki-laki dan yang tidak ada ta’
marbutoh (ة ),
yakni dengan menambahkan (ن و ) di akhirnya yang huruf sebelumnya dhomah,
ataupun menambahkan (ين ) diakhirnya yang huruf sebelumnya kasrah.
Misalnya:
مُؤْمِنٌ menjadi مُؤْمِنُوْنَ / مُؤْمِنِيْنَ tetapi jika tidak menunjukkan jenis laki-laki
atau mudzakkar tidak bisa dibentuk menjadi jama’ mudzakkar salim.[2][3]
Contoh:
Mufrod
|
Jamak
|
Arti
|
مُؤْمِنٌ
|
مُؤْمِنُوْنَ / مُؤْمِنِيْنَ
|
Para laki-laki mukmin
|
كَافِرٌ
|
كَافِرُوْنَ / كَافِرِيْنَ
|
Para laki-laki kafir
|
مُسْلِمٌ
|
مُسْلِمِيْنَ/ مُسْلِمُوْنَ
|
Para laki-laki muslim
|
مَكْتَبٌ
|
مَكْتَبُوْنِ/ مَكْتَبِيْنَ
|
Banyak meja
|
مُدَرِّسٌ
|
مُدَرِّسُوْنَ/ مُدَرِّسِيْنَ
|
Para guru laki-laki atau guru-guru
|
ISTISNA’
هو إخراجُ ما بعدَ "إلاّ" أو إحدَى أخواتها من أدوات الاستثناءِ، من حكم ما قبلَهُ
Istisna’ adalah mengeluarkan suatu kalimat yang jatuh stelah “illa” dan “tema-temannya” dari hokum kalimat sebelumnya. Contoh : جاءَ التلاميذُ إلاّ عليّاً
Istilah-istilah yang dipakai dalam bab ini :
a. Mustasna yaitu kalimat yang di keluarkan dari hokum kalimat sebelumnya, dalam contoh di atas “Ali” adalah sebagai mustasna.
b. Mustasna minhu yaitu kalimat yang dijadikan patokan hokum kalimat.
c. Adawatul mustasna yaitu huruf-huruf dalam istisna’ . dalam hal ini ada 8,
"إلاّ وغيرٌ وسِوًى وسُوًى وسَواءٌ وخَلا وعَدا وحاشا "
Sebagian ada yang menambah وليسَ ولا يكونُ
d. Kalam Tam Mujab yaitu Kalimat yang Positif dan sudah Mufid ( bisa dipahami ).
e. Kalam Tam Manfi yaitu kalimat yang sudah bisa dipahami tapi berbentuk negative
f. Kalam Naqis yaitu kalam yang belum bisa dipahami artinya belum memenuhi syarat kalam.
B. Macam-macam Mustasna
Mustasna ( atau kalimat yang dikecualikan) itu ada dua macam:
• Mustasna Muttasil
Yaitu antara mustasna dan mustasna minhu satu jenis hukumnya, misalnya sama-sama manusia, binatang atau peralatan tertentu, contoh :
جاءَ المسافرون إلا سعيداً
• Mustasna Munfasil
Yaitu antara mustasna dan mustasna minhu berbeda jenis atau kelompok, contoh :
احترقت الدارُ إلاّ الكتُبَ
C. Mustasna dengan “إلاَّ “
Jika Istisna’ itu memakai huruf “إلاَّ “ secara bersambung,maka mempunyai tiga hokum, :
1. Wajib dibaca nashob,
Dalam hal ini ada dua kemungkinan.
• Jatuh setelah kalam Tam Mujab, contoh : ينجحُ التلاميذُ إلا الكسولَ
• Jatuh setelah kalam Tam Manfi dan mustasna didahulukan dari mustasna minhu, contoh : ما جاء إلا سليماً أحدٌ
2. Boleh dua wajah, yaitu boleh dibaca nashob juga boleh jadi badal
Yaitu jika mustasna didahulukan dari sifatnya, contoh :
ما في المدرسة أحد إلا أخاك، أو إلاّ أخوكَ، كَسوٌ
Atau jika jika mustasna tersebut jatuh setelah kalam tam manfi atau syibhu manfi. Contoh :
Ø Yang jatuh setelah tam manfi : ما جاءَ القومُ إلاّ علي، وإلا علياً
Ø Yang jatuh setelah tam syibhu manfi : لا يَقمْ أحدٌ إلاّ سعيدٌ، وإلا سعيداً
3. Sesuai dengan amilnya.
Yaitu jika jatuh setelah kalam manfi atau sybhi manfi, contoh :
- ما جاءَ إلا عليٌّ
- ما رأيتُ إلا عليّاً
- ما مررتُ إلا بعليّ
D. Mustasna dengan “غَيْرٍ وسِوًى “
Dalam hal ini mustasna wajib dibaca jer. Contoh : "جاءَني رجلٌ غيرُكَ، أو غيرُ خالدٍ"
E. Mustasna dengan “خَلا وعَدَا وحاشا “
Dalam hal ini ada dua wajah, yaitu boleh dibaca jer juga boleh dibaca nashob.
• Boleh dibaca jer dengan landasan menyamakan huruf-huruf tersebut dengan huruf jer. Contoh : جاءَ القومُ خَلا عليٍّ
هو إخراجُ ما بعدَ "إلاّ" أو إحدَى أخواتها من أدوات الاستثناءِ، من حكم ما قبلَهُ
Istisna’ adalah mengeluarkan suatu kalimat yang jatuh stelah “illa” dan “tema-temannya” dari hokum kalimat sebelumnya. Contoh : جاءَ التلاميذُ إلاّ عليّاً
Istilah-istilah yang dipakai dalam bab ini :
a. Mustasna yaitu kalimat yang di keluarkan dari hokum kalimat sebelumnya, dalam contoh di atas “Ali” adalah sebagai mustasna.
b. Mustasna minhu yaitu kalimat yang dijadikan patokan hokum kalimat.
c. Adawatul mustasna yaitu huruf-huruf dalam istisna’ . dalam hal ini ada 8,
"إلاّ وغيرٌ وسِوًى وسُوًى وسَواءٌ وخَلا وعَدا وحاشا "
Sebagian ada yang menambah وليسَ ولا يكونُ
d. Kalam Tam Mujab yaitu Kalimat yang Positif dan sudah Mufid ( bisa dipahami ).
e. Kalam Tam Manfi yaitu kalimat yang sudah bisa dipahami tapi berbentuk negative
f. Kalam Naqis yaitu kalam yang belum bisa dipahami artinya belum memenuhi syarat kalam.
B. Macam-macam Mustasna
Mustasna ( atau kalimat yang dikecualikan) itu ada dua macam:
• Mustasna Muttasil
Yaitu antara mustasna dan mustasna minhu satu jenis hukumnya, misalnya sama-sama manusia, binatang atau peralatan tertentu, contoh :
جاءَ المسافرون إلا سعيداً
• Mustasna Munfasil
Yaitu antara mustasna dan mustasna minhu berbeda jenis atau kelompok, contoh :
احترقت الدارُ إلاّ الكتُبَ
C. Mustasna dengan “إلاَّ “
Jika Istisna’ itu memakai huruf “إلاَّ “ secara bersambung,maka mempunyai tiga hokum, :
1. Wajib dibaca nashob,
Dalam hal ini ada dua kemungkinan.
• Jatuh setelah kalam Tam Mujab, contoh : ينجحُ التلاميذُ إلا الكسولَ
• Jatuh setelah kalam Tam Manfi dan mustasna didahulukan dari mustasna minhu, contoh : ما جاء إلا سليماً أحدٌ
2. Boleh dua wajah, yaitu boleh dibaca nashob juga boleh jadi badal
Yaitu jika mustasna didahulukan dari sifatnya, contoh :
ما في المدرسة أحد إلا أخاك، أو إلاّ أخوكَ، كَسوٌ
Atau jika jika mustasna tersebut jatuh setelah kalam tam manfi atau syibhu manfi. Contoh :
Ø Yang jatuh setelah tam manfi : ما جاءَ القومُ إلاّ علي، وإلا علياً
Ø Yang jatuh setelah tam syibhu manfi : لا يَقمْ أحدٌ إلاّ سعيدٌ، وإلا سعيداً
3. Sesuai dengan amilnya.
Yaitu jika jatuh setelah kalam manfi atau sybhi manfi, contoh :
- ما جاءَ إلا عليٌّ
- ما رأيتُ إلا عليّاً
- ما مررتُ إلا بعليّ
D. Mustasna dengan “غَيْرٍ وسِوًى “
Dalam hal ini mustasna wajib dibaca jer. Contoh : "جاءَني رجلٌ غيرُكَ، أو غيرُ خالدٍ"
E. Mustasna dengan “خَلا وعَدَا وحاشا “
Dalam hal ini ada dua wajah, yaitu boleh dibaca jer juga boleh dibaca nashob.
• Boleh dibaca jer dengan landasan menyamakan huruf-huruf tersebut dengan huruf jer. Contoh : جاءَ القومُ خَلا عليٍّ
MAF’UL
LAH / MAF’UL LIAJLIH
يُنْصَبُ مَفْعُولاً لَه الْمصْدَرُ إِنْ ¤ أَبَانَ تَعْلِيلاً كَجُدْ شُكْراً وَدنْ
Mashdar dinashobkan menjadi Maf’ul Lah
(syaratnya) jika ia menjelaskan Ta’lil (alasan/faktor), contoh “JUD SYUKRON
WA DIN!” = bersikap baiklah karena bersyukur dan beragamalah! (dg taat)
وَهْو بِمَا يَعْمَلُ فِيهِ مُتَّحدْ ¤ وَقْتاً وَفَاعِلاً وَإنْ شَرْطٌ فُقِدْ
Juga Masdar yg menjadi Maf’ul Lah harus
bersatu dengan Amilnya dalam hal waktu dan subjeknya. Dan jika tidak didapati
syarat …. >
فَاجْرُرْهُ بِالْحَرْفِ وَلَيْسَ يَمْتَنِعْ ¤ مَعَ الشُّرُوطِ كَلِزُهْدٍ ذَا قَنِعْ
>.. maka majrurkan dengan huruf jar.
Pemajruran ini juga tidak dilarang sekalipun Masdar tsb mencukupi Syarat
seperti contoh: LI ZUHDIN DZAA QONI’A = dia ini qona’ah dikarenakan zuhud.
|
MUNADA
Munada adalah isim yang bertempat
setelah huruf nida', dengan tujuan untuk memanggil atau menyeru. Huruf nida'
yang paling sering digunakan adalah "Yaa" (wahai).
Contoh: يا عبدَ الله (Yaa abdallaahi :
Wahai hamba Allah)
Selain "yaa", yang juga
merupakan huruf nida' adalah "Hamzah", "Waa",
"Hayyaa", "Ay", "Ayaa". Ketentuan I'rab Munada: I'rab
munada ada yang di-nashab, ada mabni (tetap akhir kalimah tanpa tanwin) atas
dhammah.
A. I'rab munada mesti nashab
apabila munada :
1. Mudhaf, seperti "Yaa Nabiyyallahi",
Nabiyya adalah munada yang nashab
dengan tanda fathah karena ia mudhaf.
2. Menyerupai mudhaf,
Contoh: "Yaa thaali'an jabalan”
Wahai pendaki gunun.
Thaali'an bukan mudhaf karena
bertanwin, tapi menyerupai mudhaf karena bermakna seperti mudhaf.
3. Nakirah ghairu maqsuudah,
yaitu nakirah yang tidak tertentu siapa yang dipanggil.
Contoh: "Yaa rajulan,
unshurniy” Wahai lelaki (siapapun), tolonglah aku. Rajulan di-nashab
karena nakirah ghairu maqsuudah.
Maf’ul Ma’ah (اَلْمَفْعُوْلُ مَعَهُ)
Maf’ul Ma’ah adalah isim dalam
keadaan manshub yang terletak setelah huruf WAU (و). Dan bermakna bersama (مَعَ)
yang menunjukkan suatu kebersamaan.
Contohnya:
سِرْتُ وَالْجَبَلَ
(sirtu wal jabala)
Aku berjalan bersama gunung.
Pada kata الْجَبَلَ
dalam keadaan manshub dengan berharokat fathah karena merupakan isim
mufrod, sebagai maf’ul ma’ah.
جَاءَ عُمَرُ وَغُرُوْبَ الشَّمْسِ (Jaa a ‘umaru wa guruubasy-syamsi)
Aku berjalan bersama dengan
tenggelamnya matahari
Hal dasar yang perlu diketahui
mengenai maf’ul ma’ah
-
1. Maf’ul
ma’ah terletak langsung setelah huruf WAU yang disebut dengan WAU ma’iyyah
-
2. WAU
ma’ah menunjukkan suatu kebersamaan, adapun WAU Athof menunjukkan kata
penghubung
Contoh:
جَاءَ مُحَمَّدٌ وَحَسَنٌ (Jaa a Muhammadun wa Hasanun)
Muhammad dan Hasan telah datang
Pada kalimat di atas, huruf WAU
merupakan WAU Athof bukan WAU Ma’iyyah. Karena setelah huruf WAU, kata وَحَسَنٌ tidak manshub dan menunjukkan kata penghubung
جَاءَ مُحَمَّدٌ وَطُلُوْعَ الشَّمْسِ (Jaa a Muhammadun wa thuluu’asy-syamsi)
Muhammad datang bersamaan dengan
terbitnya matahari
Pada kalimat di atas, WAU tersebut
berfungsi sebagai WAU Ma’iyyah
Isim Dan Fiil Lima
Sebenarnya,
dari segi penamaan saja sudah sangat jelas apa perbedaan isim lima dan fiil
lima dalam bahasa arab tersebut. Sebagaimana telah dibahas pada tulisan
sebelumnya bahwa yang dimaksud dengan isim lima adalah sekumpulan lafadz yang terdiri dari lafadz-lafadz
isim yang jumlahnya ada lima sehingga i’rabnya bisa rofa’, nashob dan khofadz,
sedengkan yang dimaksud dengan fiil lima adalah kumpulan kata kerja (fi’il) yang terbentuk dari lima
wazan sehingga i’rabnya bisa rafa’, nashob dan jazm.
Contoh
:
Isim
lima : جَاءَ اَبُوْكَ = Ayahmu sudah datang
Yang
menjdi contoh isim limanya adalah lafadz اَبُوْكَ karena ia termasuk salah satu anggota isim lima, sedangkan
i’rabnya adalah rofa’ karena kedudukannya menjadi fa’il dari fi’il lafadz جَاءَ.
Fi’il
Lima : يَنْصُرَانِ زَيْدًا = Mereka berdua (laki-laki) sedang menolong Zaid.