Kamis, 14 September 2017

ANALISIS NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK



ANALISIS NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK


Judul buku      : Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck
Penulis buku    : Hamka
Penerbit buku  : PT Bulan Bintang
Tebal buku      : 224 Halaman, 21 cm
Harga buku     : Rp. 4.500,-
Tahun terbit    : 1876-1992
Cetakan           : 21
Keunggulan buku:
Suatu cerita roman fiksi, yang digubah sedemikian menarik, dijalin dengan menggunakan bahasa sastera yang indah. Jalan ceritanya dilatar belakangi dengan peraturan-peraturan adat pusaka yang kokoh dan kuat, dalam suatu negeri yang bersuku dan berlembaga, berkaum kerabat dan berninik mamak. Ceritanya menyentuh ke hati. Surat-suratnya sangat romantis.
Kelemahan buku:
Pada zaman dahulu buku roman ini ditentang kalangan agama, karena dianggap menyalahi kebiasaan yang umum dan lazim pada waktu itu. Tetapi setelah 10 tahun berlalu, dengan sendirinya heninglah serangan dan tantangan itu, dan kian lama kian mengertilah orang apa perlunya kesenian dan keindahan dalam hidup manusia.
Jenis buku       : Roman
 Latar belakang pengarang:
Di dalam usia 31 tahun (1938). Masa darah muda masih cepat mengalir dalam dirinya dan khayal serta sentimennya masih memenuhi jiwa, di waktu itulah “ilham” “:Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck” ini mulai di susunnya.
Identifikasi unsur-unsur intrinsik novel:


Tema.
Suatu kisah cinta yang tak kesampaian antara dua muda mudi yang berakhir dengan kematian.
Alur.
alur longgar. Karena tokoh yang ada dalam cerita ini lebih dari 4 orang
Latar/setting.
a.       Waktu          : Mulai Zainudin lahir sampai Zainudin wafat. Kira-kira 30 tahun yang lalu
b.      Tempat        : Kota Mengkasar, Kampung Batipuh, Padang Panjang, Tanah jawa
c.       Suasana       : Sedih, mengharukan
d.      Peristiwa     : Menyedihkan, tragis
Penokohan.
1. Zainudin                  : Sopan santun, iba hati, sabar, baik hatinya, tidak sombong
2. Hayati                     : Cantik, mudah tersentuh hatinya
3. Pandekar Sutan       : Sopan santun, tegar, penyabar, berani, penyayang
4. Daeng Habibah       : Setia, lemah lembut
5. Mak Base                : sabar, baik, setia, amanah,
Datuk Mantari Labih: Serakah, tidak adil
7. Dt..                          : wibawa, bijaksana
8. Muluk                      : Setia, baik, mudah bergaul
9. Azis                         : Gagah, gaul, kaya
10. Mamak                  : peduli
11. Daeng Manippi     : Baik
12. Khadijah               : Mata duitan, suka menghasut
Identifikasi isi novel:
Paparan/narasi:
Pada zaman dahulu ada seorang anak bernama Zainudin, dia dari kecil hingga besar selalu dirundungi kemalangan. Dia anak dari Pandekar Sutan dan Daeng Habibah.
Ibunya meninggal dunia ketika dia baru berumur 9 bulan. Ayahnya adalah anak buangan. Dia dibuang dari negerinya yang bersuku, berlembaga serta berninik mamak. Negerinya itu berkaum kepada kaum perempuan. Malang nasib seorang anak laki-laki jika tidak mempunyai saudara perempuan. Inilah nasib Pandekar Sutan. Ketika Ibunya meninggal hartanya menjadi milik mamaknya. Hidupnya jadi terlantar karena mamaknya Datuk Mantari Labih adalah seorang yang serakah dan tidak adil.
Sinopsis (menceritakan kembali)
Pada zaman dahulu ada seorang anak bernama Zainudin, dia dari kecil hingga besar selalu dirundungi kemalangan. Dia anak dari Pandekar Sutan dan Daeng Habibah.
Ibunya meninggal dunia ketika dia baru berumur 9 bulan. Ayahnya adalah anak buangan. Dia dibuang dari negerinya yang bersuku, berlembaga serta berninik mamak. Negerinya itu berkaum kepada kaum perempuan. Malang nasib seorang anak laki-laki jika tidak mempunyai saudara perempuan. Inilah nasib Pandekar Sutan. Ketika Ibunya meninggal hartanya menjadi milik mamaknya. Hidupnya jadi terlantar karena mamaknya Datuk Mantari Labih adalah seorang yang serakah dan tidak adil.
Malang nasib Zainudin karena dalam negeri ibunya dia dianggap sebagai orang asing dan didalam negeri ayahnya dia juga dianggap orang asing pula.
Zainudin penasaran dengan keindahan negeri ayahnya. Ia pun memutuskan untuk pergi merantau ke negeri ayahnya. Dengan berat hati Mak Base melepaskannya.
Di sana ia bertemu dengan seorang wanita bernama Hayati. Mereka saling mencintai dan sering berkirim-kiriman surat. Namun sayangnya di sana orang-orang belum mengenal dengan percintaan suci. Mereka memandang perbuatan Zainudin dan Hayati adalah suatu perbuatan yang menyalahi adat. Para kaum hawa yang belum kawin sangat marah dengan Hayati karena mereka merasa dipermalukan dan direndahkan derajatnya seakan-akan kampung tak berpenjaga. Terlebih-lebih persukuan Hayati yang merasa dihinakan. Mamak Hayati Dt.. sangat marah.
Dengan cara halus Zainudin diusir dari Batipuh. Dia pergi ke Padang Panjang. Di sana ia tinggal di rumah seorang janda tua ber-anakkan satu. Tak berapa lama dia tinggal di Padang Panjang dia mendapatkan surat dari Mengkasar yang isinya memberitahukan bahwa Mak Basenya telah meninggal dunia dan dalam surat itu terdapat uang sebanyak Rp.3000,- yaitu uang ayahnya untuknya yang disimpankan oleh Mak Basenya.
Dia tidak terlalu lama terlarut dalam kesedihan. Dengan uang Rp3000,- ia berani untuk meminang Hayati. Dia tuliskan surat untuk mamak Hayati Dt.. tetapi tidak diberitahukannya bahwa dia sudah ber-uang. Sayangnya niat baiknya ditolak oleh keluarga hayati. Namun dia masih tegar karena di benaknya Hayati masih mencintainya. Namun pikirannya itu hilang ketika teman Hayati Khadijah mengirimkan surat kepada Zainudin yang isinya memberitahukan bahwa Hayati telah bertunangan dengan kakaknya Azis. Hati Zainudin sangat terpukul mendengar hal itu.
Zainudin terlihat sangat pucat, mamak pun menanyakan ada apa dengan Zainudin namun tak mau jujur. Mamak pun menyarankan agar Zainudin bertemu dengan Muluk anaknya, mungkin dapat menolong masalahnya. Zainudin pun setuju. Zainudin dan Muluk menjadi teman akrab sehidup semati.
Muluk banyak memberikan informasi tentang calon suami Hayati yang ternyata berperangai kurang baik. Zainudin tidak rela jika Hayati disakiti oleh orang lain. Zainudin memberitahukan Hayati tentang hal ini namun Hayati tidak memperdulikannya. Ketika hari pernikahan Hayati dengan Azis tiba Zainudin sakit keras sehingga tak ada kemungkinan lagi untuknya hidup. Namun ternyata 2 bulan kemudian penyakitnya mulai sembuh. Ternyata Allah masih sayang kepadanya.
Semangat hidupnya mulai bangkit lagi. Dia menjalani hidupnya yang baru bersama Muluk. Dia merantau dengan Muluk ke tanah Jawa. Usut punya usut ternyata Hayati dan suaminya juga berpindah ke Jawa. Kehidupan rumah tangganya mulai kacau ketika sudah berpindah. Azis sering minta uang kepada Zainudin. Tak berapa lama kemudian Azis dan Hayati menjadi gelandangan. Mereka dibawa Zainudin tinggal di rumahnya.
Beberapa saat kemudian Azis berpamitan untuk pergi jauh mencari pekerjaan dan menitipkan Hayati kepada Zainudin. Tak berapa lama kemudian terdengar kabar bahwa Azis tewas karena bunuh diri dan mengirimkan surat kepada Hayati dan Zainudin agar mereka menikah. Namun karena emosi dan sakit hati Zainudin menolaknya dan memilih memulangkan Hayati ke kampungnya.
Hayati pulang menumpangi Kapal Van Der Wijck. Alangkah malangnya nasib Hayati ternyata kapal yang ditumpanginya tenggelam. Walaupun dia selamat namun tak bertahan berapa lama dia pun meninggal dunia. Zainudin sangat terpukul dan menyesal atas keputusannya tadi karena dia sebenarnya masih mencintai Hayati. Tak berapa lama setelah Hayati wafat Zainudin pun menyusul dan kuburannya berada disamping kuburan Hayati.
Aspek keislaman dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wjick
Apabila membaca karya-karya Hamka, termasuk dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wjick, aspek-aspek keislaman dan dakwah keislaman dapat kita rasakan. Dalam novel tersebut, dakwah keislaman itu terasa dari penokohan yang dilakukan pengarang. Sebagai contoh, ada pernyataan dalam novel bahwa tokoh Zainuddin, setelah berpisah dengan Hayati, berniat dan bercita-cita untuk memper dalam ilmu dunia dan akhirat supaya kelak menjadi seorang yang berguna. Angan-angan Zainuddin adalah menjadi orang alim, sehingga apabila kembali kekampungnya dapat membawa ilmu. Zainuddin sendiri adalah turunan dari ayah dan ibu ahli ibadah.
Apa yang dilakukan Hamka dalam penokohan diatas, menurut saya adalah salah satu cara dakwah yang dilakukanya, suatu upaya untuk menumbuhkan kepada pembaca bahwa betapa mulia orang yang berilmu dan ahli ibadah. Dakwah yang dilakukan itu sangat halus. Adapun aspek-aspek religius itu yakni, Aqidah, Syari’ah, dan akhlak. Adapun yang penjelasan mengenai aspek-aspek tersebut sebagai berikut:

1.    Aqidah
            Dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wjick karya Hamka aqidah atau  kepercayaannya sangat kental dengan budaya islami untuk lebih jelasnya penulis memaparkan penggalan ceritanya sebagai berikut :
“………….lepaskan saya berangakat kepadang. Kabarnya konon, disana hari ini telah ada sekolah agama. Pelajaran akhirat telah diatur dengan sebagus-bagusnya apalagi, puncak singgalang dan merapi sangat keras seruannya kepada ku rasanya. Saya hendak melihat tanah asalku, tanah tempat ayahku dilahirkan hadulunya. Mak Base banyak orang memuji daerah Padang, banyak orang yang bilang agama islam masuk kemaripun dari sanah. Lepaskan saya berangkat kesana”.(1986:22)

2.    Syari’ah
Kata syari’ah adalah bahasa Arab yang diambil dari rumpum kata syari’ah. Dalam bahasa Indonesia artinya jalan raya. Kemudian bermakna jalannya hokum, dengan kata lain perundang-undangan. Karena itu pula dengan perkataan atau istilah “Syari’ah Islam” memberi arti hidup yang harus dilalui atau perundang-undangan yang harus dipatuhi oleh seorang yang beragama islam. Hokum Tuhan itu adalah Syari’ah itu mengandung kebenaran mutlak, artinya tidak ada kelemahan dan pertentanagan dalam dirinya sendiri.

3.    Akhlak
Akhlak islam adalah suatu sikap mental dan perbuatan yang luhur. Dan novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wjickkarya Hamka, penulis menemukan berbagai akhlak yang sangat mulia terutama dari pemeran utama yakni tokoh Zainuddin. Kebaikan moral Zainuddin bias kita lihat pada penggalan cerita berikut ini:
“Zainuddin seorang yang terdidik lemah lembut, didik ahli seni, ahli syair, yang lebih suka mengalah untuk kepentingan orang lain”.(1986:27)

Struktur Roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Karya Hamka
Analisis karya sastra, yang dalam hal ini fiksi, dapat dilakukan dengan mengakji dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antar unsur intrinsik fiksi yang bersangkutan.  Analisis strukturalnya sebagai berikut:

    Tema
            Dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Hamka ini tanyang kisah cinta yang taksampai antara Zainuddin dengan Hayati karena dihalangi oleh tembok besar yang disebut adat. Tema cinta tak sampai adalah tema pokok dari Roman Tenggelamnya Kapal Van der wijck. Karena masalah yang menyaran pada tidak sampainya cinta Zainuddin kepada Hayati. Selain ada tema utama dalam roman Tenggelamnya Kapal Vander Wijch juga ada tema bawahan atau tema minor yakni kawin paksa antara tokoh Hayati dengan tokoh Aziz, masalah adat dan lain sebagainya. Sangat kental dengan budaya Minang yang sangat patuh akan peraturan adat.
Adapula penggalan ceritanya:
“…….apa yang dikerjakannya, padahal cinta adalah sebagai kemudi dari bahtera kehidupan. Sekarang kemudi itu dicabut, kemana dia hendak berlabuh, teroleng terhempas kian kemari, daratan tak nampak, pulau kelihatan. Demikianlah nasib anak muda yang maksudnya tiada sampai”.(1986:123)

Alur/Plato
            Dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka menggunakan alur maju mundur, karena menceritakan hal-hal yang sudah lampau atau masa lalu dan kembali lagi membahas hal yang nyata atau kembali ke cerita baru dan berlanjut. Ada lima tingkatan alur yakni:

Penyituasian
Tahap penyituasian, tahap yang terutama berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita, memberikan informasi awal dan lain-lain.
Berikut ini merupakan tahap awal dari roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka yang berkaitan dengan tahap penyituasian.
“Di tepi pantai, di antara kampong Bara dan kampung Mariso berdiri sebuah rumah bentuk Makasar, yang salah satu jendelanya menghadap ke laut. Di sanalah seorang anak muda yang berusia kira-kira 19 tahun duduk termenung seorang diri menghadapkan mukanya ke laut. Meskipun matanya terpentang lebar, meskipun begitu asyik dia memperhatikan keindahan alam di lautan Makasar, rupanya pikiranya telah melayang jauh sekali, ke balik yang tak tampak di mata, dari lautan dunia pindah ke lautan khaya”.(1986: 10)

Konflik
Tahap pemunculan konflik, masalah-masalah dan peristiwa-peristiwa yang menyulut terjadinya konflik mulai dimunculkan. Jadi tahap ini merupakan tahap awal munculnya konflik, dan konflik itu sendiri akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi konflik, dan konflik itu sendiri akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya. Kejadian dan konflik yang dialami tokoh Hayati dan Zainuddin dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka bisa dilihat dari penggalan cerita berikut ini:
“Sesungguhnya persahabatan yang rapat dan jujur diantara kedua orang muda itu, kian lama kian tersiarkan dalam dudun kecil itu. Di dusun belumlah orang dapat memendang kejadian ini dengan penyelidikan yang seksama dan adil. Orang belum kenal percintaan suci yang terdengar sekarang, yang pindah dari mulut ke mulut, ialah bahwa Hayati, kemenakan Dt……..telah ber “intaian” bermain mata, berkirim-kirim surat dengan anak orang Makasar itu. Gunjing, bisik dan desus perkataan yang tak berujung pangkal, pun ratalah dan pindah dari satu mulut ke mulut yang lain, jadi pembicaran dalam kalangan anak muda-muda yang duduk di pelatar lepau petang hari.Hingga akhirnya telah menjadi rahasia umum. Orang-orang perempuan berbisik-bisik di pancuran tempat mandi, kelak bila kelihatan Hayati mandi di sana, mereka pun berbisik dan mendaham, sambil melihat kepadanya dengan sudut mata.Anak-anak muda yang masih belum kawin dalam kampung sangat naik darah.Bagi mereka adalah perbuatan demikian merendahkan derajat mereka seakan -akan kampung tak berpenjaga.yang terutama sekali yang dihinakan orang adalah persukuan Hayati, terutama mamaknya sendiri Dt…yang dikatakan buta saja matanya melihat kemenakannya membuat malu, melangkahi kepala ninik –mamak”.(1986:57)

Tahap Peningkatan Konflik
Konflik yang telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan dikembangkan kadar intensitasnya. Tahap peningkatan konflik dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka terjadi ketika Zainuddin dan Aziz sama-sama mengirimkan surat kepada orang tua Hayati, dari lamaran kedua pemuda itu, ternyata lamaran Aziz yang diterima karena orang tua Hayati mengetahui latar belakang pemuda yang kaya raya itu, sedangkan lamaran Zainuddin ditolak karena orang tua Hayati tidak ingin anaknya bersuamikan orang miskin. Hal ini bisa terlihat dari penggalan cerita berikut ini:
”Kalam dia tertolak lantaran dia tidak ber-uang maka ada tersedia uang Rp.3000,- yang dapat dipergunakan untuk menghadapi gelombang kehidupan sebagai seorang makhluk yang tawakkal”.(1986:118)

Klimaks
Klimaks sebuah cerita akan dialami oleh tokoh (tokoh utama) yang berperan sebagai pelaku dan penderita terjadinya konflik utama. Dalam Roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka, tahap klimaks terjadi ketika Aziz meminta supaya Zainuddin menikahi Hayati. Sekalipun dalam hati Zainuddin masih mencintai Hayati, Zainuddin menolak permintaan Aziz. Bahkan Zainuddin memulamgkan Hayati ke kampung halamannya dengan menggunakan Kapal Van Der Wijck. Hal ini bisa dilihat pada pernyataan berikut:
“Bila terjadi akan itu, terus dia berkata: “Tidak Hayati ! kau mesti pulang kembali ke Padang! Biarkan saya dalam keadaan begini. Pulanglah ke Minangkabau! Janganlah hendak ditumpang hidup saya , orang tak tentu asal ….Negeri Minangkabau beradat !.....Besok hari senin, ada Kapal berangkat dari Surabaya ke Tanjung Periuk, akan terus ke Padang! Kau boleh menumpang dengan kapal itu, ke kampungmu”.(1986:198)

Penyelesaian
Tahap penyelasaian dalam novel Tenggelamya Kapal Van Der Wijck karya Hamka ketika Zainuddin mendapat kabar bahwa Kapal yang ditumpangi Hayati tenggelam, sedangkan Hayati dirawat di Rumah Sakit Tuban. Dengan diterima Muluk sahabatnya Zainuddin menengok wanita yang sangat dicintainya itu. Rupanya pertemuan mereka itu adalah pertemuan yang terakhir karena Hayati menghembuskan nafasnya yang terakhir dalam pelukan Zainuddin. Kejadian itu membuat Zainuddin merasakan penyesalan yang berkepanjangan hingga Zainuddin jatuh sakit dan meninggal dunia. Zainuddin dimakamkan di sebelah makam Hayati.



Sudut Pandang
Pada novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka menggunakan sudut pandang orang ketiga tunggal karena menyebutkan dan menceritakan secara langsung karakter pelakunya secara gamblang. Penggalan cerita pada novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka sebagai berikut:
“Mula-mula datang, sangatlah gembira hati Zainuddin telah sampai ke negeri yang selama ini jadi kenang-kenagannya”.(1986:26)

Karakter
Pada novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka terdapat beberapa karakter diantaranya:
Karakter utama (mayor karakter, protagonis) adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Tokoh karakter utama yang ada dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka adalah tokoh Zainuddin, yang memiliki sopan santun dan kebaikan pada semua orang. Sedangkan yang lainnya yang menjadi tokoh protagonisnya adalah tokoh Hayati yang menjadi kekasih Zainuddin. Penggalan cerita yang menunjukkan Zainuddin adalah karakter yang baik adalah:
“Zainuddin seorang yang terdidik lemah lembut, didikan ahli seni, ahli sya’ir, yang lebih suka mengalah untuk kepentingan orang lain”.(1986:27)
Karakter pendukung (minor karakter, antagonis) sosok tokoh antagonis dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka adalah tokoh Aziz, karena tokoh Aziz di sini mempunyai sikap yang kasar dan sering menyakiti istrinya, dan tidak mempunyai tanggung jawab dalam keluarga dan selalu berbuat kejahatan karena sering main judi dan main perempuan.
“…..ketika akan meninggalakan rumah itu masih sempat juga Aziz menikamkan kata-kata yang tajam kesudut hati Hayati…..sial”. (1986:180)
Sedangkan yang menjadi karakter pelengkap adalah Muluk dan Mak Base karena keduanya adalah sosok yang bijak dan selalu berada di samping tokoh utama untuk memberi nasehat dan sangat setia menemani tokoh utama sampai akhir cerita.

Gaya Bahasa
Dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka menggunakan kalimat yang sangat kompleks karena menggunakan bahasa melayu yang baku. Seperti dalam penggalan cerita berikut ini:
“Lepaskan Mak, jangan bermenung juga,” bagaimana Mamak tidak akan bermenung, bagaimana hati mamak tidak akan berat………..”. (1986:22)

Amanat
Dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka mengandung nilai moral yang tinggi ini terlihat dari para tokoh yang ada seperti Zainuddin. Hal tersebut bisa kita lihat dari panggilan cerita berikut ini:
“Demikian penghabisan kehidupan orang besar itu. Seorang di antara Pembina yang menegakkan batu pertama dari kemuliaan bangsanya; yang hidup didesak dan dilamun oleh cinta. Dan sampai matipun dalam penuh cinta. Tetapi sungguhpun dia meninggal namun riwayat tanah air tidaklah akan dapat melupakan namanya dan tidaklah akan sanggup menghilangkan jasanya. Karena demikian nasib tiap-tiap orang yang bercita-cita tinggi kesenangannya buat orang lain. Buat dirinya sendiri tidak”. (1986:223)

Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data tentang novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Struktur novel terdiri dari tema, alur/plot, setting/latar, sudut pandang, karakter, gaya bahasa, dan amanat, di mana hubungan antar unsur dalam novel ini menunjukkan hubungan yang begitu padu sehinggga menghasilkan jalinan cerita yang sangat menarik.
2. Unsur religiusitas novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka mengandung aspek aqidah, syariah, dan akhlak yang tergambar dalam setiap perilaku tokoh yang dimainkan, di samping itu pengarang sendiri sebagai seorang agamawan yang begitu kental memasukkan unsur–unsur agama ke dalam novel ini.            



makalah analisis novel mawar jepang





BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
            Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi seorang pengarang terhadap gejala-gejala sosial di lingkungan sekitarnya.Karya sastra diciptakan pengarangnya untuk menyampaikan sesuatu kepada penikmat karyanya.Sesuatu yang ingin disampaikan pengarang adalah perasaan yang dirasakan saat bersentuhan dengan kehidupan sekitarnya.
            Salah satu bentuk karya sastra yang membicarakan manusia dengan segala perilaku dan kepribadiannya dalam kehidupan adalah novel. Membaca karya fiksi berupa novel berarti kita menikmati cerita, menghibur diri untuk memperoleh kepuasaan batin, memberikan kesadaran mengenai gambaran kehidupan dan belajar untuk menghadapi masalah yang mungkin  akan kita  mengenai gambaran  kehidupan  dan belajar  untuk menghadapi masalah yang mungkin akan kita alami.
Sebagai karya, novel merupakan hasil ungkapan, ide-ide, gagasan dan  pengalaman pengarang terhadap lingkungan dan kehidupan. Sebagai karya imajiner, novel menawarkan berbagai permasalahan tersebut dengan penuh kesungguhan dan kemudian diungkapkan kembali melalui sarana sastra dengan pandangannya.
Pengarang menghayati berbagai permasalahan tersebut dengan penuh kesungguhan yang kemudian diungkapkannya kembali melalui sarana fiksi sesuai dengan pandangannya.Dalam menuangkan imajinasinya yang berdasarkan pengalaman dan pengamatannya terhadap kehidupan, pengarang juga memasukkan unsur hiburan, percintaan dan penerangan terhadap pengalaman kehidupan manusia. Penyelesaian pengalaman kehidupan yang akan diceritakan tersebut, tentu saja bersifat subjektif.
Kejadian atau peristiwa yang terdapat dalam karya sastra dihidupkan oleh tokoh-tokoh sebagai pemegang peran atau pelaku alur.Melalui perilaku tokoh-tokoh yang ditampilkan inilah seorang pengarang melukiskan kehidupan manusia dengan problem-problem atau konflik-konflik yang dihadapinya, baik konflik dengan orang lain, konflik dengan lingkungan, maupun konflik dengan dirinya sendiri.





BAB II
LANDASAN TEORI

           
Karya sastra merupakan sebuah karya yang memiliki nilai edukasi, etika, dan estetika.Karya sastra juga memiliki aspek yang sangat penting, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Kedua aspek tersebut harus dipandang sama, tidak boleh meletakkan bahwa unsurintrinsik yang lebih penting dari unsur ekstrinsik begitu juga sebaliknya.
Analisis aspek intrinsik karya sastra ialah analisis mengenai karya sastra itu sendiri tanpa melihat kaitannya dengan data di luar cipta sastra sastra tersebut, aspek ekstrinsik hanyalah dalam hubungan menetapkan nilai isinya (Sugiarti,2007:25). Aspek intrinsik terdiri dari sebagai berikut:
1.      Tema
Tema merupakan ide yang mendasari suatu cerita yang terbentuk dalam sejumlah ide, tendens, motif, atau amanat yang sama, yang tidak bertentangan satu dengan yang lainnya (Sugiarti,2007:37).

2.      Setting atau Latar
Setting merupakan tempat terjadinya peristiwa baik yang berupa fisik, unsure tempat, waktu dan ruang ataupun peristiwa cerita (Sugiarti, 2007:55)
3.      Alur atau Plot
Alur merupakan rangkaian peristiwa atau kejadian yang sambung menyambung dalam sebuah cerita atau dapat dikatakan sebagai suatu jalur lintasan urutan peristiwa yang berangkai sehingga menghasilkan suatu cerita (Sugiarti, 2007: 62).
4.      Gaya Bahasa
Gaya bahasa merupakan susunan perkataan yang terjadi karena perasaan yang timbul atau hidup dalam hati penulis, yang menimbulkan perasaan tertentu dalam hati pembaca.
5.      Sudut Pandang
Sudut pandang merupakan hubungan antara tempat atau posisi pencerita dan bagaimana visinya terhadap cerita yang dikisahkan (Sugiarti, 2007: 105).


6.      Tokoh
Tokoh merupakan pelaku cerita yang memerankan orang-orang yang ada dalam cerita.
7.      Perwatakan
Perwatakan merupakan pemberian sifat baik lahir maupun batin pada seorang pelaku atau tokoh yang terdapat pada cerita (Sugiarti, 2007: 94).
     
            Analisis aspek unsur ekstrinsik ialah analisis karya sastra itu sendiri dari segi isinya, dan sepanjang mungkin melihat kaitannya dengan kenyataan-kenyataan di luar karya sastra itu sendiri (Sugiarti, 2007: 22).Aspek ekstrinsik terdiri dari aspek sosial, budaya, ekonomi, agama, maupun pendidikan.
































BAB III
PEMBAHASAN

A.    Unsur-Unsur Intrinsik
Apresiasi Berdasarkan Unsur-Unsur Intrinsik :
1.       Tema
“Mencari kedamaian dalam perang”
2.       Setting / Lokasi
Novel ini terinspirasi dari suatu kejadian nyata di Tokyo Jepang pada masa perang dunia ke 2.
3.       Tokoh
§      Sayuri Miyamoto seorang tokoh utama dalam cerita ini yang merupakan perawat bersama sahabatnya di salah satu rumah sakit di Tokyo. Keberingasan perang pun menelan korban semakin banyak, termasuk adik dan sahabatnya. Terbalut dalam amarah dan dendam yang luar biasa, Sayuri bersumpah untuk membalas kematian orang-orang yang dicintainya dengan menjadi pilot kamikaze.
§      Hiro, adik Sayuri, kala itu usianya tepat tujuh belas tahun
§      Reiko, sahabatnya Sayuri
§      Takushi, kekasih Sayuri
4.      Alur
Alur adalah rangkaian peristiwa yang memiliki hubungan sebab akibat sehingga menjadi satu-kesatuan yang padu, bulat, dan utuh. Sebuah cerita merupakan rangkaian peristiwa. Peristiwa yang dirangkaikan tersebut adalah susunan peristiwa yang lebih kecil. Rangkaian kejadian itu tidak hanya disusun berdasarkan komposisi cerita melainkan bergerak berdasarkan hubungan sebab akibat.
Dengan demikian Teknik pengaluran menurut Sudiro Satoto (1992: 27-28) ada dua yaitu, dengan jalan progresif (alur maju) yaitu dari tahap awal, tahap tengah atau puncak, dan tahap akhir terjadinya peristiwa, yang kedua dengan jalan regresif (alur mundur) yaitu bertolak dari akhir cerita, menuju tahap tengah atu puncak, dan berakhir pada tahap awal. Tahap progresif bersifat linear, sedangkan teknik regresif bersifat non linear.
Sinopsis
“Bangsa ini akan mengambil siapa pun yang siap mati untuknya.”
Mawar Jepang adalah novel yang terinspirasi dari satu keping sejarah perang kontroversial Jepang. Satu simpul sejarah yang dibungkam selama sekian dekade dan tak pernah benar-benar diakui atau diterima kebenarannya. Hingga suatu ketika seorang jurnalis dari NHK menemukan kejanggalan arsip di salah satu kamp bekas perang; fakta atas keberadaan pilot perempuan kamikaze di Jepang. Dengan bantuan seorang sejarawan andal, penyelidikan itu mengarah pada satu nama, Rika Kobayashi alias Sayuri Miyamoto.
Kisah Sayuri bermula setelah Jepang berhasil menghancurkan Pearl Harbor. Amerika dan sekutunya balas menyerang dengan ganas dan mengobarkan perang semakin luas. Pemerintah Jepang lalu memberlakukan wajib militer bagi setiap tiap laki-laki dewasa. Di satu sisi adalah kehormatan untuk dapat membela tanah air. Di sisi lain, perang telah membawa para laki-laki dan memecah belah keluarga. Setiap keluarga wajib mengorbankan putra, suami, dan ayah mereka bagi kaisar dan bangsa.
Berawal dari kepergian Hiro, adik laki-lakinya, Sayuri memutuskan untuk terlibat dalam perang yang semakin melemahkan posisi Jepang. Ia menjadi perawat bersama sahabatnya di salah satu rumah sakit di Tokyo. Keberingasan perang pun menelan korban semakin banyak, termasuk adik dan sahabatnya. Terbalut dalam amarah dan dendam yang luar biasa, Sayuri bersumpah untuk membalas kematian orang-orang yang dicintainya dengan menjadi pilot kamikaze. Dengan segala upaya, ia pun menyamar menjadi laki-laki dan berhasil mewujudkan keinginan itu. Pada hari Sayuri akan menabrakkan pesawatnya ke target musuh, sesuatu terjadi dan mengubah garis nasibnya.
5.       Amanat
a.       Menang atau kalah perang tetap saja menimbulkan banyak penderitaan bagi mereka yang ditinggalkan.
b.      Semangat perjuangan hidup
c.       Memiliki keluarga dan cinta adalah segala-galanya

BAB IV
PENUTUP


Demikianlah analisis dari novel Mawar Jepang yang merupakan suatu kejadian nyata yang ditulis oleh Rei Kimura. Semoga dengan adanya ulasan / uraian analisis yang kami buat bisa membuka wawasan kita terhadap karya sastra.
Suatu karya sastra dalam hal ini novel, tidak hanya bercerita tentang fiksi, tetapi juga mengenai sejarah, biografi, comedy, dan lain-lain.
Tentunya dengan bekal pengetahuan yang dimiliki kita dapat mempresentasikan kemampuan menulis kita menjadi ke arah yang lebih baik.

MAKALAH PENGARUH PENDIDIKAN DAN LATIHAN DASAR TENAGA KERJA TERHADAP PRODUKTIVITAS SDM

  MAKALAH PENGARUH PENDIDIKAN DAN LATIHAN DASAR TENAGA KERJA TERHADAP PRODUKTIVITAS SDM Disusun untuk memenuhi Tugas Mata kuliah Eko...