BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Pemimpin bangsa untuk lima tahun ke depan telah
terpilih. Banyak harapan tertumpah di pundak presiden terpilih dan wakil
presiden terpilih. Apalagi di era globalisasi dengan kondisi ekonomi dunia yang
belum membaik saat ini, presiden dan wakil presiden terpilih diharapkan dapat
menakhodai Indonesia
menuju arah yang lebih baik. Keduanya juga diharapkan untuk menjadi pengelola
negara yang baik dengan menyelenggarakan good governance.
Secara teori semua orang telah
memahami prinsip - prinsip pengelolaan / manajemen. Namun pada pelaksanaannya
tidak selalu digunakan sebagai pedoman dalam menjalankan usaha atau organisasi,
maupun pemerintahan. Indonesia
telah memiliki Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2005-2025 yang terdiri
dari empat tahap. Tahun 2009 merupakan tahun terakhir pelaksanaan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM) yang merupakan tahap pertama dari
RPJP 2005-2025 (Bappenas, 2009).
Dengan demikian, di dalam makalah
ini penulis mencoba untuk sedikit menguraikan bagaimana suatu
pengelolaan/manajemen pemerintahan dalam berbagai rencana dan strategi
pemerintah.
1.2. TUJUAN
Adapun tujuan dari penulisan
makalah ini, yakni selain sebagai salah satu tugas mata kuliah, namun juga
dengan adanya bahasan ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan penulis untuk
lebih memahami tentang bagaimana proses/jalannya suatu pemerintahan dengan
adanya beberapa rencana strategi pembangunan dan manajemen pemerintah yang baik
/ good governance seperti yang
diinginkan dan diharapkan oleh seluruh rakyat Indonesia.
BAB II
STRATEGI PEMBANGUNAN DALAM
MANAJEMEN PEMERINTAHAN
Apabila kita berbicara mengenai pembangunan berkelanjutan (sustainable development), maka
kepedulian utamanya adalah menjawab tantangan tentang pemerataan pemenuhan
kebutuhan generasi masa kini dan generasi masa mendatang. Dengan kata lain,
pembangunan berkelanjutan tidak hanya diartikan semata sebagai pembangunan yang
mencoba mempertemukan kebutuhan dimasa kini tanpa mengabaikan kemampuan
generasi mendatang untuk dapat memenuhi kebutuhannya, tetapi juga harus
dimaknai sebagai suatu pendekatan holistic, komprehensif, dan integratif.
Seperti kita ketahui, paradigma pembangunan berkelanjutan ini adalah
gagasan mutakhir dalam melihat pembangunan berdasarkan hasil kesepakatan para
pemimpin dunia dalam Konferensi Tingkat Tinggi Bumi (Earth Summit) di Rio de Janeiro, Brazilia
tahun 1972. Sebelumya, pembangunan lebih diukur dari pertumbuhan ekonomi
(economic growth) yang telah dan sedang dilaksanakan.
Berkaitan dengan hal tersebut, ada satu strategi yang dapat dikembangkan
untuk mencapai ciri keberlanjutan dari sebuah pembangunan, yaitu memaksimalkan
peran pemimpin-pemimpin. Pemimpin dalam konteks ini bukan hanya pemimpin yang
berasal dari kalangan birokrasi, politisi maupun kelompok-kelompok swadaya
masyarakat, tetapi pemimpin dalam konteks individu yang memiliki kapasitas
untuk mengarahkan dan mendorong perubahan paradigma pembangunan.
Memaksimalkan peran pemimpin dalam pengelolaan pembangunan keberlanjutan
di Indonesia
sangat penting. Mengapa peran pemimpin menjadi sangat penting?. Jawabanya dapat
dilihat secara jelas apabila kita berefleksi pada sejarah panjang budaya
masyarakat Indonesia.
Pemimpin adalah tokoh kunci yang dominan dan paling signifikan dalam
mengakselerasi perubahan sosial.
Kepemimpinan didasarkan pada otoritas spiritual dan kekuasaan
administratif. Oleh para pemimpin, dua hal tersebut dikombinasikan dan saling
disesuaikan melalui berbagai cara di dalam upaya mereka mendapatkan kekuasaan.
Namun demikian, salah satu faktor tambahan yang penting bagi seseorang yang
ingin menjadi pemimpin adalah dukungan dari negara.
Kepemimpinan dalam konteks pembangunan berkelanjutan adalah menggunakan
karaketer kepemimpinan yang menggunakan pendekatan holistik dan integratif
dalam implementasinya. Pembangunan berkelanjutan di sini sangat mengutamakan
keterkaitan antara manusia dan alam dalam perspektif jangka panjang. Sedangkan
hingga saat ini kerangka jangka pendeklah yang mendominasi pemikiran para
pengambil keputusan ekonomi.
Karakter Pemimpin dan Kepemimpinan di
Indonesia
Kontak-kontak kerja yang lebih banyak di luar, menyebabkan kebutuhan para
pemimpin untuk memiliki akses terhadap pengetahuan semakin meningkat.
Pengetahuan ini diperlukan sebagai dasar yang penting untuk para pemimpin lokal
dapat melangkah maju.
Untuk mendapatkan kualitas-kualitas yang diperlukan agar menjadi seorang
pemimpin, langkah pertama yang harus diambil seseorang adalah membangun nama
baik, sesuatu yang berkait erat dengan kredibilitas. Nama baik ini harus
dibangun dengan memberikan jasa-jasa terbaik kita, yakni kemampuan seseorang
memberi pelayanan kepada masyarakat melalui perbuatan tertentu,
pemberian-pemberian, dan kemampuanya.
Apabila kita berbicara tentang pembangunan, maka sebenarnya tantangan
utamanya adalah memperbaiki kualitas kehidupan.
Hasil Konferensi Tingkat Tinggi Bumi (Earth Summit) di Rio de Janeiro, Brazilia 1972, telah
menyepakati perubahan paradigma pembangunan yang selama ini dilaksanakan.
Sebuah perubahan yang bertumpu pada pertumbuhan ekonomi (economic growth) yang
telah dan sedang dilaksanakan oleh negara-negara ketiga, menjadi pembangunan
berkelanjutan yang disepakati para pemimpin dunia tersebut adalah paradigma
pembangunan berkelanjutan.
Sekarang, dengan paradigma pembangunan berkelanjutan, pembangunan tidak
hanya dinilai dengan tingginya PDRB atau pendapatan perkapita, tetapi diukur
pula dari kesempatan mendapatkan akses yang sama antara semua pihak dalam
mendapatkan sumber daya, pendidikan yang lebih baik, peningkatan kualitas
kesehatan, kecukupan nutrisi, kebebasan dalam menyampaikan ekspresi, kebebasan
dalam menyalurkan aspirasi politik dan lain sebagainya.
Jadi pembangunan harus mencerminkan perubahan total suatu masyarakat atau
penyesuaian sistem sosial secara keseluruhan, tanpa mengabaikan keragaman
kebutuhan dasar dan keinginan individual maupun kelompok-kelompok sosial yang
ada di dalamnya untuk bergerak maju menuju suatu kehidupan yang serba lebih
baik, secara materiil maupun spirituil (Todaro, 1997 dalam Budimanta, 2003).
Perencanaan merupakan salah satu empat fungsi manajemen yang penting
dan saling terkait satu sama lain. Berbicara tentang perencanaan, kita
dihadapkan pada pertanyaan apakah suatu rencana berjalan dengan baik atau
tidak. Pertanyaan mendasar ini kiranya aktual diajukan manakala kita melihat
realitas keseharian yang menunjukkan banyaknya kegagalan akibat perencanaan
yang salah dan tidak tepat. Kesalahan perencanaan dapat berada pada awal
perencanaan itu sendiri ataupun pada saat proses perencanaan itu berlangsung.
Banyak perencanaan
pemerintah yang gagal gara-gara apa yang direncanakan tersebut tidak mempunyai
pijakan yang relevan dengan kondisi sosial budaya masyarakat. Bahkan
kadang-kadang alih – alih prrgram yang dilaksanakan dapat memberdayakan
masyarakat, akan tetapi pada akhirnya ternyata malah menciptakan ketergantungan
masyarakat kepada pemerintah. Artinya pemerintah selalu memberikan ikan, bukan
kail seperti yang sering disampaikan oleh beberapa pakar. Melihat kenyataan
ini, timbul tanda tanya besar bagi perencana, kenapa hal ini terjadi. Tulisan
singkat ini berusaha mendeskripsiklan kajian perencanaan dalam perspektif yang
mendasar berkaitan dengan filosofi , tujuan dan proses perencanaan tanpa
pretensi dapat menjelaskan semuanya.
FILOSOFI
PERENCANAAN
Mengawali uraian
tentang filosofi perencanaan, salah hal yang penting dikemukakan adalah
definisi tentang terminologi filosofi dan perencanaan. Terbayang dalam pikiran
kita, bahwa term filosofi merupakan derivasi dari kata filksafat. Secara
harfiah (etismologi) filsafat perencaan terdiri dari dua filosofi atau filsafat
dan perencanaan yang mengandung satu pengertian . Filosofi atau filsafat
berasal dari kata Yunani yaitu : Philisophia” yang terdiri dari kata Fhilein ,
Philos atau philea yang berarti “ cinta “ dan kata “ Sophia” berarti
kebijaksanaan atau kearifan ( Dardini 1986 : 9).
Menurut isinya,
filsafat mempelajari metodologi , hakekat kebenaran dari segala sesuatu yang
ada (ontologi) dan nilai – nilai (aksiologi) dari segala sesuatu hal ihwal
terutama tentang manusia dan cita-citanya , lingkungannya , agamanya ,
kehidupannya , ideologinya , hakekat dirinya dan lain-lain sebagainya
(A.R.Tahir (1992)).
Sedangkan Perencanaan
menurut Abe (2001, 43) tidak lain dari susunan (rumusan) sistematik
mengenai langkah (tindakan-tindakan) yang akan dilakukan di masa depan,
dengan didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan yang seksama atas potensi,
faktor-faktor eksternal dan pihak-pihak yang berkepentingan dalam rangka
mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam pengertian ini, termuat hal-hal yang
merupakan prinsip perencanaan, yakni : (1) apa yang akan dilakukan, yang
merupakan jabaran dari visi dan misi; (2) bagaimana mencapai hal tersebut; (3)
siapa yang akan melakukan; (4) lokasi aktivitas; (5) kapan akan dilakukan,
berapa lama; dan (6) sumber daya yang dibutuhkan.
Bersesuaian dengan
pendapat di atas, Tjokroamidjojo (1992, 12) mendefinisikan perencanaan sebagai
suatu cara bagaimana mencapai tujuan sebaik-baiknya (maximum output)
dengan sumber-sumber yang ada supaya lebih efisien dan efektif. Selanjutnya
dikatakan bahwa perencanaan merupakan penentuan tujuan yang akan dicapai atau
yang akan dilakukan, bagaimana, bilamana dan oleh siapa.
Dengan demikian, menurut Tjokroamidjojo (1992,
14) terdapat 5 (lima)
hal pokok yang perlu diketahui dalam perencanaan ataupun perencanaan pembangunan,
yakni :
· Permasalahan-permasalahan pembangunan suatu negara/masyarakat yang
dikaitkan dengan sumber-sumber pembangunan yang dapat diusahakan, dalam hal ini
sumber-sumber daya ekonomi dan sumber-sumber daya lainnya.
· Tujuan serta sasaran yang ingin dicapai.
· Kebijaksanaan dan cara untuk mencapai tujuan dan sasaran rencana dengan
melihat penggunaan sumber-sumbernya dan pemilihan alternatif-alternatifnya yang
terbaik.
· Penterjemahan dalam program-program atau kegiatan-kegiatan usaha yang
konkrit.
· Jangka waktu pencapaian tujuan.
Perencanaan adalah
merumuskan tujuan usaha , produsen , metode dan jawdal pelaksanaannya di
dalamnya termasuk ramalan tentang kondisi di masa yang akan datang dan
perkiraan akibat dari rencana terhadap kondisi tersebut. Dengan demikian maka
perencanaan adalah penentuan tujuan yang akan dicapai atau yang akan dilakukan
, bagaimana , bilamana dan oleh siapa (Aji dan Sirait , 1982).
Jadi , hakekat dari
pengertian filosofi / filsafat dan perencanaan diatas maka dengan demikian
filsafat perencanaan dapat dirumuskan bahwa filsafat perencanaan adalah suatu
studi tentang prinsip-prinsip dalam proses dan mekanisme perencanaaan secara
radikal (mendalam), ekspansif (luas) , dan integral (menyeluruh) berdasarkan
filsafat antologis , epistemologis dan aksiologis.
Untuk mempelajari
filsafat perencanaan sangat bermanfaat bagi aparat perencana yang berperan
sebagai penyusun perencanaan baik di tingkat pusat , daerah , bahkan pada
tingkat paling bawah yaitu desa / kelurahan. Manfaat yang dapat diperoleh dalam
mempelajari filsafat perencanaan :
- Dapat menjadi perencana
yang bermoral dan bijaksana. Dengan demikian ia akan terhindar dari segala
penyelewengan-penyelewengan yang dapat menimbulkan perencanaan yang
dwifungsional.
- Mencegah terjadinya
pemborosan anggaran sebagai akibat dari penyalahgunaan perencanaan
pembangunan.
- Agar proses perencanaan
dapat dilaksanakan secara partisipatif.
- Agar hasil dari proses
perncanaan yaitu penetapan APBD dapat memperhatikan kebutuhan masyarakat
dan berorientasi pada lingkungan.
- Memberi inspirasi yang
luhur bagi pimpinan perncana baik dipusat maupun didaerah dapat
menjalankan kepemimpinannya berdasarkan nilai-nilai luhur sesuai
nilai-nilai budaya sendiri.
- Dapat berfungsi sebagai
kontrol dan mencegah prilaku pejabat yang tercela.
- Dengan demikian para
perencana diharapkan menjadi “insan perencana paripurna”.
Selanjutnya Perencanaan
menurut Piran Wiroatmodjo dkk (2001 ; 38) memiliki kedudukan yang sangat
penting di dalam pembangunan daerah. Perencanaan yang baik menjadikan kegiatan
pembangunan daerah :
1. Dilaksanakan secara sistematis, terarah sesuai dengan
tujuan pembangunan dan berkelanjutan.
2. Lebih efisien di dalam penggunaan dana, tenaga dan sumber
daya yang lain pada setiap kegiatan.
3. Lebih tepat guna bagi peningkatan kesejahteraan daerah dan
pemeliharaan lingkungan serta sumber daya yang lain untuk tetap mendukung
kesejahteraan.
4. Memiliki dasar-dasar untuk pelaksanaan, pengendalian dan
pengawasan.
5. Memiliki sarana untuk mencatat dan menilai pelaksanaan dan
manfaat kegiatan pembangunan daerah.
Perencanaan tidak
berarti hanya pembuatan proyek-proyek atau pengesahan usulan proyek atau
kegiatan, dan juga bukan hanya untuk membagi-bagi dana dan sarana yang
disediakan untuk pembangunan daerah.
Secara teknis,
perencanaan pembangunan daerah menurut Piran Wiroatmodjo dkk ( 2001 ; 42 ),
terdiri atas kegiatan-kegiatan yang dapat dikelompokkan menjadi unsur-unsur
perencanaan sebagai berikut :
1. Persiapan Perencanaan.
2. Pengumpulan dan analisis data.
3. Penentuan hasil yang diharapkan dari pembangunan daerah
secara keseluruhan (visi pembangunan total).
4. Penentuan Strategi pembangunan daerah.
5. Penentuan sasaran-sasaran pada setiap sector pembangunan.
6. Penentuan strategi pelaksanaan untuk mencapai hasil yang
diharapkan pada setiap sasaran pada setiap sector.
7. Penentuan tahapan-tahapan pembangunan dan hasil yang ingin
dicapai pada setiap tahapan pelaksanaan (visi temporal) baik secara keseluruhan
maupun pada setiap sector.
8. Penentuan kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan disertai
urutan prioritas pelaksanaan pada setiap sector.
9. Penyusunan rencana pembangunan daerah.
10. Penetapan rencana pembangunan daerah dalam peraturan
daerah (PERDA) menjadi Program Pembangunan daerah (PROPEDA) dan penjabaran
untuk pelaksanaannya.
Tujuan filsafat
perencanaan diharapkan akan dapat menguraikan hakekat kebenaran dari segala
sesuatu yang ada ( entologi) dan nilai-nilai (aksiologi) yang akan terjadi di
dallam perencanaan. Filsafat perencanaan juga diharapkan akan dapat menguraikan
beberapa komponen penting dalam sebuah perncanaan yakni : tujuan apa yang
hendak dicapai, kegiatan tindakan-tindakan untuk merealisasikan tujuan dan
waktu kapan, bilamana tindakan tersebut hendak dilakukan. Kerangka pikir dari
filosofi perencanaan dapat dirumuskan sebagai berikut :
· Strategi perencanaan adalah untuk
membentuk/membuat suatu konsep/konteks untuk keputusan dalam kelembagaan.
· Tujuan dan proses perencanaan adalah untuk
merumuskan arah pelembagaan dan berusaha untuk lebih baik.
· Hasil yang diinginkan dari proses perencanaan
adalah untuk menyajikan suatu dokumen yang penting , berguna bagi semua orang.
Filosofi perencanaan
sebagai perencanaan strategis mengandung visi , misi , tujuan , sasaran ,
kebijakan , program dan kegiatan yang realitas dengan mengantisipasi perkembangan
masa depan.
Type/Jenis
Perencanaan
Ada dua tipe dasar perencanaan dasar yaitu
(James Af Stoner dan R . Edward Freeman, 1994) :
- Perencanan strategis,
perencanaan yang dilakukan oleh para manajer puncak dan menengah untuk
mencapai tujuan organisasi yang lebih luas, dan
- Perencanaan operasional ,
perencanaan yang memperlihatkan bagaimana perencanan strategis akan
diimplementasikan dalam kegiatan sehari – hari.
Dalam memperkenalkan
konsep tentang perencanaan, John S. Westren menyebutkan beberapa perencanaan
yang mempunyai dimensi strategis menyangkut koneksitas objek tersebut dengan
objek yang lain, yaitu :
a. Perencanaan Tata Guna Lahan ( Perencanaan Land – Use )
Istilah
Land – Use (Tata Guna Lahan) pertama
kali berasal dari Inggris oleh Ebenezer Howard dengan kota pergerakan yaitu pertanian (kebun) .
Perencanaan Tata Guna Lahan mempunyai tiga ciri utama yaitu area pekerjaan ,
area pemanfaatan dan area hubungan masyarakat. Tetapi telah terdapat modifikasi
dan sudut pandang yang berbeda yaitu : pengaturan penggunaan tanah adalah dasar
dari semua , selain itu berasal dari paham yang menganut marxisme sebagai dasar
yang menghubungkan suatu argumentasi
b.Perencanaan Transportasi
Perencanaan
Transportasi lekat hubungannya dengan perencanaan tata guna lahan. Istilah
perencanaan transportasi berasal dari Amerika. Perencanaan transportasi muncul
ketika kota
besar di negara tersebut mengalami permasalahan yang buntu yaitu ketika masalah
transportasi diperhadapkan dengan pembebasan tanah. Tetapi menurut (1966) hal
tersebut dapat menyelsaikan permasalahan dengan adanya ketetapan fasilitas yang
mampu mengakomodasi suatu perjalanan ke masa depan dan diharapkan dapat
memelihara dan memberi harapan dalam pengembangan kota besar tersebut. Tujuan perencanaan
transportasi yang utama adalah untuk menentukan penempatan jalan untuk
kendaraan cepat dan revitalisasi pemindahan sebagai bagian dari suatu strategi
transportasi yang menyeluruh dan dapat melayani kota
besar dan bagian pinggiran kota.
c.
Perencanaan Sosial
Sejumlah pelopor dari
sosiologi Amerika ikut dilibatkan dalam tindakan untuk menyelesaikan issu
sosial di negara tersebut terutama dalam pergerakan perubahan sebagai rencana
pembangunan kota,
rekreasi publik , dan kesehatan masyarakat.Tetapi setelah pergerakan perubahan terjadi
posisi sarjana sosialogi digantikan oleh para profesional (Insinyur).
Perencanaan sosial dari suatu tinjauan ulang memiliki pengertian sebagai
berikut menurut Mayer (1972) bahwa salah satu dari tiga tema dasar memberikan
pendapat yang paling konseptual. Yang pertama mempunyai kaitan dengan ketentuan
efisiensi tentang jasa terorganisir ke individu untuk membantu mereka
memberdayakan efisiensi dalam lingkungan atau hambatan terhadap kemajuan dalam
sistem ini. Yang kedua bertalian dengan pengintegrasian dari semua program dan
merancang mengembangkan kehidupan kota
besar dengan pertimbangan menyangkut peningkatan kesejahteraan penduduk , dan
yang ketiga adalah menggunakan tekanan dan pengendalian terhadap distribusi
sumberdaya.
d. Perencanaan Ekonomi
Mitchell (1966)
menegaskan bahwa obyek dari perencanaan ekonomi adalah menggunakan sumberdaya
bangsa dengan sebaik mungkin. Istilah dari perencanaan ekonomi telah digunakan
pertama kali di Uni Soviet tahun 1928. Tidak lama setelah perang dunia
perencanaan ekonomi sudah dianut oleh negara – negara lain karena prinsip
dasarnya sangat luas dan mudah. Hal-hal yang perlu diutamakan dari semua
perencanaan ekonomi adalah suatu pernyataan dalam istilah yang kuantitatif dari
suatu pemerintahan yang tertarik tentang ukuran dan karakter dari sejumlah
bagian yang menyangkut output ekonomi dari suatu negeri dan sumberdaya yang
diharapkan dapat digunakan dalam produksi.
PANDANGAN
UMUM (GENERAL OBJECTIVES)
Sebelumnya banyak dari
rencana dan perencanaan dibuat sebagai suatu keperluan , baik secara sosial
maupun ekonomi . Tujuan utama dari catatan ini yaitu adanya pertimbangan yang
disebabkan oleh dua pemikiran : 1) menyangkut lingkungan dimana masyarakat
tinggal (Beer 1975 : Emery 1974). 2) kepercayaan terhadap tindakan manusia yang
rasional dalam meningkatkan kondisi kehidupan (Ozbekhan 1968).
Perencanaan adalah
suatu format yang diintervensi dengan tujuan mempengaruhi perubahan struktur
sosial yang secara sadar dan masuk akal untuk dilakukan . Segi pandangan ini
serupa dengan yang dikemukakan oleh Faludi (1973) yang mengakui bahwa
Perencanaan merupakan suatu tindakan dengan kepuasan diri seseorang untuk
menyajikan pilihan dalam suatu format dari akibat proses perencanaan yang masuk
akal dan benar-benar memiliki kasus. Pandangan perencanaan ini serupa di dalam
konteks yang berbeda dengan sistem operasional riset. Quade (1968)
menggambarkan dengan analisa sistem yaitu suatu pendekatan sistematis untuk
membantu pembuat keputusan dengan menyelidiki semua masalah , mencari sampai dapat
sasaran dan beberapa alternatif tindakan. Pandangan lain mengemukakan bahwa
perencanaan merupakan aktivitas yang tujuan utamanya mengarah untuk memproduksi
perubahan terhadap sikap dan prilaku individu. Roger Everett (1962)
membicarakan tentang “Difusi Inovasi” dalam konteks ini telah menguji beberapa
cara yang inovatif seperti gagasan baru dan praktek yang diadopsi oleh
komunitas atau kelompok yang berbeda. Disini perhatian terpusat pada perubahan
di dalam pola sosial tradisional.
Sehingga sampailah pada
pertanyaan yang menyangkut struktur strategi perencanaan. Tetapi barangkali
secara realitas adalah bagaimana cara mengembangkan struktur tersebut dan dapat
diambil beberapa konsep tentang perencanaan dalam mencapai sasaran perencanaan
yaitu :
- Menetapkan
kerangka kerja untuk tindakan dasar masa depan diatas kepentingan
masyarakat.
- Menyiapkan
visi terpadu untuk mengorganisir.
- Menyiapkan
suatu alat ukur yang layak dan akurat serta menetapkan target yang
dievaluasi .
- Mengurangi
dan merespon dari kebutuhan masyarakat dan pemilik lain.
- Lebih
fleksibel dan mudah diperbaharui.
- Lebih
mudah dimengerti oleh masyarakat dan lebih sangat berarti jika dihubungkan
dengan operasional perencanaan dan keuangan.
Dengan memperkenalkan
konsep perencanaan ini struktur bisa terbentuk baik dalam skala ukuran besar
maupun kecil sehingga menghasilkan perubahan dalam kehidupan masyarakat.
PROSES
PERENCANAAN
Proses perencanaan dalam manajemen merupakan aktivitas yang berusaha
memikirkan apa saja yang akan dikerjakannya, berapa ukuran dan jumlahnya, siapa
saja yang akan melaksanakan dan mengendalikannya agar tujuan organisasi dapat
tercapai. Gagasan mengenai perencanaan pada awalnya berkembang dari pemikiran
ekonomi yang didasarkan pada masalah kebutuhan, yakni bagaimana pengaturan sumber-sumber
yang terbatas dari suatu kebutuhan yang besar, luas dan terus berkembang. Dalam
konteks ini termuat dimensi kalkulasi, prediksi dan pengaturan.
Tahap implementasi
sebagai salah satu bagian dalam proses perencanaan merupakan pelaksanaan
terhadap suatu kebijakan yang telah diambil (diputuskan) dengan
menggunakan sumber-sumber yang tersedia (manusia dan finansial) oleh
unit-unit administrasi. Kamus Webster (Wahab, 2001; 64), merumuskan bahwa
mengimplementasikan (to implement) diartikan sebagai menyediakan
sarana untuk melaksanakan sesuatu (to provide the means for carrying out),
menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu (to give practical effect to).
Sedangkan Meter dan Horn (Wahab, 2001 ; 65) merumuskan proses implementasi
sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh
individu-individu/pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta
yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam
keputusan kebijaksanaan (those actions by public or private individuals (or
groups)that are directed at the achievement of objectives seth for in prior
policy decisions).
Menurut Thompson dan Strickland (1996) ada banyak pendekatan dalam
melakukan perencanaan, yaitu:
1. The Master
Strategist Approach, dimana proses perencanaan sangat didominasi oleh satu
orang yang disebut sebagai ahli strategi. Perencanaan ini sesuai untuk
organisasi yang masih bersifat sederhana dengan banyak staf karyawan yang masih
belum siap untuk melakukan perencanaan.
2. The Delegate
it to others, pendekatan dimana pemimpin cenderung untuk melemparkan pekerjaan
perencanaan kepada level manajemen dibawahnya. Biasanya pemimpin yang melakukan
hal ini kurang menguasai bidang usaha yang dipimpinnya.
3. Model
collaborative approach yang merupakan kerja dari seluruh anggota organisasi.
Pendekatan ini akan memberdayakan anggota organisasi pada level menengah dan
bawah, serta selaras dengan kepentingan dan keinginan pimpinan.
4. The Champion
approach, cara pembuatan perencanaan usaha yang biasanya dilakukan pada organisasi
yang terdiversifikasi dan berskala besar, dimana pimpinan puncak tinggal
melakukan koreksi dan evaluasi dari perencanaan yang diajukan oleh unit
bisnis-unit bisnisnya.
Penentuan pendekatan dalam proses perencanaan strategis merupakan langkah
awal yang penting dan menentukan untuk peluang diterapkannya strategi yang akan
direncanakan. Pemilihan pendekatan ini sangatlah ditentukan oleh sifat dan
skala organisasi, model dan kompetensi kepemimpinan, serta kapasitas dan
kemampuan staf organisasi untuk melakukan perencanaan. Setelah melakukan
perencanaan usaha, maka langkah penting selanjutnya adalah bagaimana
mengimplementasikan rencana usaha.
.Mengadaptasi pemikiran
Thompson dan Strickland, di Indonesia dalam merencanakan pembangunan dapat
dikategorikan kedalam perencanaan Model collaborative approach atau perencanaan
partisipatif, dimana semua unsur masyarakat diharapkan terlibat aktif baik
dalam perencanaan maupun pelaksanaan pembangunan. Model ini menjadi acuan dalam
proses-proses pembangunan karena lebih sesuai dengan kultur Indonesia dimana sistem
kekerabatan, gotong royong dan musyawarah merupakan bagian integral dari
kehidupan sosial. Dari model perencanan yang melibatkan partisipasi masyarakat
ini ada banyak manfaat yang dapat dipetik yaitu :
§ Tahap Perencanan
melahirkan Sense of identification
§ Tahap implementasi
melahirkan sense of integrity (rasa kesatuan, kebersamaan, kekeluargaan,
kegotongroyongan)
§ Tahap pemanfaatan
hasil melahirkan sense of belonging (rasa memiliki)
§ Tahap
evaluasi melahirkan sense of responsibility (rsa ikut bertanggung jawab
terhadap hasil-hasil pembangunan yang termanifestasi dalam bentuk pengawasan
secara berlanjut).
Adapun strategi pengembangan partisipasi meliputi :
§ Strategi penyadaran
masyarakat (dari sisis peranan aparat pemerintah local)
§ Rencana pembangunan
harus disesain dalam skala kecil, dalam skala organisasi pelaksana kecil,
wilayah operasinya kecil, target penerima manfaat kecil.
§ Berdimensi
self-help (menolong diri sendiri)
Lima
tahap dalam metode perencanaan partisipatif :
1. Pengumpulan, analisis dan interpretasi data.
Prisnsip-prinsip
pengumpulan data :
§ Pengumpulan data
dilakukan oleh anggota masyarakat
§ Data minimal
harus menjadi prinsip
§ Data yang
dikumpulkan harus disesuaikan dengan kegiatan yang direncanakan
§ Peralatan
pengumpulan data, format data, bentuk-bentuk survey harus sesesderhana mungkin
agar mudah dipahami dan dapat ditabulasi sendiri oleh anggota masyarakat
§ Proses
pengumpulan data dilakukan dengan cara sukarela (mobilisasi, pelatihan,
perencanan dan manajemen)
2. Identifikasi masalah dan kebutuhan, harus diperhatikan :
§ Kebutuhan
masyarakat dengan memberikan prioritas kepada kebutuhan kelompok yang lebih
dominant (banyak)
§ Kepentingan
masyarakat dalam menyelesaikan masalah-masalah dan kesediaannya untuk
menyediakan sumberdaya.
§ Tahapan (urutan)
penyelesaian masalah harus didasarkan kepada jumlah dan besarnya masalah yang
dihadapi
§ Keterkaitan
dengan masalah yang satu dengan yang lain karena mungkin masalah yang satu
dipengaruhi atau disebabkan oleh masalah lainnya.
3.
Analisis Kesulitan dan Hambatan
ü Strategi
Pembatasan dapat digunakan untuk mengidentifikasi hambatan-hambatan ang
dihadapi, karena strategi ini dapat memformulasikan kecenderungan-kecenderungan
social, ekonomi dan kondisi geografis serta ketersedian sumberdaya.
ü Beberapa hal penting dari suatu strategi
adalah :
o Menetapkan tanggung
jawab untuk tugas tertentu dan menentukan jumlah dan kualifikasi tenaga kerja
yang dibutuhkan. Jika kualifikasi tenaga yang dibutuhkan tidak tersedia mak
dibentuk pelatihan seseuai dengan kebutuhan. Memperhatikan kebutuhan tekhnis.
o Paket pelayanan
yang dibutuhkan untuk setiap jenis input.
o Melengkapi struktur organisasi dan keterkaitan dengan
instansi pemerintah untuk pelaksanaan suatu kegiatan.
o Rencana pelaksanaan
yang detail dari setiap aktivitas.
o Menetapkan jumlah
dana yang dibutuhkan, sumber-sumber pendanaan (pemerintah, masyarakat, dsb).
o Mendisain system
monitoring yang partisipatif.
o Penyusunan kerangka
perencanaan pembangunan.
- Penetapan Tujuan :
§ Tujuan
ditetapkan berdasarkan hasil kajian tentang masalah yang dihadapi oleh daerah
yang bersangkutan.
- Keterkaitan antara
tujuan yang berbeda.
- Tujuan yang
ditetapkan dapat diterima oleh senua komponen masyarakat.
- Kelayakan
pencapaian tujuan diuji berdasarkan ketersediaan input (tenaga, bahan baku, pembiayaan dari
pemerintah, masyarakat, swasta)
- Jangka waktu
pencapaian tujuan harus jelas.
- Lokasinya spesifik
- Menetapkan
kelompok sasaran.
5
Kerangka kelembagaan yang dibutuhkan, sejumlah kelompok silibatkan dalam
masyarakat (kolaborasi) :
- Kelembagaan penduduk local
- Pemerintah
- L S M
- Swasta
- Lembaga Internasional
Menurut Pian
Wiroatmodjo dalam kegiatan pembangunan yang dilaksanakan berdasarkan
usulan/aspirasi dari masyarakat, (keterpaduan bottom up – top down planning)
dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
1. Musyawarah
pembangunan tingkat desa/kelurahan (Musbangdes).
2. Temu Karya
Pembangunan Tingkat Kecamatan.
3. Rapat Koordinasi
Pembangunan (Rakorbang) tingkat Kabupaten/Kota.
4. Rapat Koordinasi
Pembangunan (Rakorbang) tingkat Propinsi.
5. Konsultasi Regional
Pembangunan (Konregbang) sebagai forum kebersamaan antar propinsi pada wilayah
regional yang bersangkutan.
6. Konsultasi Nasional
Pembangunan (Konasbang) sebagai forum perencanaan pembangunan di Pusat
menjelang penyusunan RAPBN.
Dalam proses ini perlu
mendapat perhatian adalah perlunya upaya terus menerus meningkatkan kualitas
bottom up planning. Agar didapat perencanaan yang mencerminkan kondisi yang ada
dan dihadapi oleh masyarakat di tingkat bawah. Sehingga pada akhirnya nanti
pada saatnya pelaksanaan akan mendapatkan simpati dan pastisipasi masyarakat
secara penuh, mengingat pelaksanaan pembangunan tersebut merupakan hasil
aspirasi dan benar-benar pemecahan permasalahan yang sedang dihadapinya.
Dari perencanaan yang
baik tersebut diharapkan dapat tersaring kebutuhan masyarakat yang mana yang
benar-benar mendapatkan prioritas pemecahan utama dan mana yang mendapatkan
prioritas berikutnya, sehingga dari perencanaan inilah diharapkan partisipasi
masyarakat muncul dan pemberdayaan sumber daya manusia yang optimal. Pada
akhirnya akan mewujudkan suatu kondisi masyarakat yang madani (Civil Society)
seperti yang dicita-citakan oleh pemerintahan sekarang.
2.3. PEMBERDAYAAN PADA STRATEGI
PEMBANGUNAN
Untuk memperkuat struktur
pengendalian manajemen pemerintah maka pemberdayaan peran dan fungsi audit
internal menjadi suatu hal yang mutlak untuk direalisasikan. Selanjutnya, jelas
dan terarahnya peran dan fungsi audit internal dalam suatu organisasi secara
tidak langsung juga akan meningkatkan efektivitas pelaksanaan audit oleh
auditor eksternal. Di samping kedua faktor tersebut, adanya kerja sama yang
harmonis di antara jajaran audit internal dan audit eksternal juga akan lebih
melapangkan jalan dalam pencapaian tujuan dari fungsi audit dalam mewujudkan
tata pemerintahan yang baik, adil, dan bersih.
1.
Pemberdayaan Peran dan Fungsi APIP
Dalam penjelasan UU Nomor 15
Tahun 2004 antara lain dinyatakan bahwa untuk mewujudkan perencanaan yang
komprehensif, BPK dapat memanfaatkan hasil pekerjaan aparat pengawasan intern
pemerintah. Dengan demikian, luas pemeriksaan yang akan dilakukan dapat
disesuaikan dan difokuskan pada bidang-bidang yang secara potensial berdampak
pada kewajaran laporan keuangan serta tingkat efisiensi dan efektivitas
pengelolaan keuangan negara. Sebagai konsekuensinya, APIP diwajibkan untuk
menyampaikan laporan hasil pemeriksaannya kepada BPK. Untuk dapat menghasilkan
laporan hasil audit yang dibutuhkan oleh BPK, tentunya diperlukan kejelasan
wewenang, peran dan ruang lingkup pekerjaan yang dilaksanakan oleh APIP.
Apabila hal ini diabaikan maka besar kemungkinan akan terdapat hasil pekerjaan
APIP yang tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk mendukung perencanaan
dan pelaksanaan audit oleh BPK.
Penulis mengakui secara jujur bahwa selama ini
tugas-tugas yang dilaksanakan oleh APIP tidak hanya terbatas pada pemeriksaan
saja, tetapi juga banyak melakukan fungsi pelayanan dan konsultansi dalam
rangka peningkatan kinerja instansi pemerintah sesuai dengan tuntutan paradigma
auditor internal yang dikehendaki pada saat ini. Hanya saja, masih sering
terdengar suara sumbang yang mengecilkan peran dan arti penting APIP dalam
membantu terwujudnya good governace pada
sektor publik. Untuk merespon wacana yang berkembang di masyarakat
tersebut, sudah tiba saatnya bagi
Pemerintah Pusat dan Daerah untuk secara jelas memformulasikan ruang lingkup
pekerjaan, peranan, dan kewenangan audit internal pemerintah.
Berkenaan dengan peran dan
fungsi yang harus dilaksanakan oleh auditor internal dalam rangka mewujudkan good governance pada sektor publik, The International Federation of Accountants
(IFAC) pada tahun 2001 dalam Study 13
tentang Governance in the Public Sector:
A Governing Body Perspective merumuskan bahwa fungsi audit internal yang
efektif mencakup reviu yang dilaksanakan secara sistematis, penilaian dan
pelaporan atas kehandalan dan efektivitas penerapan sistem manajemen, keuangan,
pengendalian operasional dan penganggaran, yang setidak-tidaknya meliputi
berbagai aktivitas reviu sebagai berikut:
§ Tingkat relevansi atas kebijakan yang
ditetapkan, perencanaan dan prosedur, tingkat kesesuaian antara praktik dengan
kebijakan, rencana, dan prosedur yang telah ditetapkan, termasuk implikasinya
terhadap aspek keuangan negara.
§ Kehandalan dan keakuratan atas peraturan
yang dibuat sebagai penjabaran dari peraturan yang lebih tinggi tingkatannya.
§ Ketepatan mengenai penyusunan struktur
organisasi, pengembangan sumber daya manusia (personil), dan supervisi.
§ Reviu terhadap pelaksanaan program dan
kegiatan berdasarkan rencana yang telah ditetapkan dan manfaat atas program dan
kegiatan apakah telah selaras dengan tujuan diadakannya program dan kegiatan
tersebut.
§ Evaluasi terhadap pertanggungjawaban dan
pengamanan atas penggunaan aset dan sumber daya lainnya dari penyalahgunaan
wewenang, pemborosan, kelalaian, salah urus, dan lain-lainnya.
§ Reviu terhadap ketepatan, keakuratan, dan
kejujuran atas proses pengolahan dan pelaporan informasi keuangan dan
manajemen.
§ Penilaian terhadap tingkat keekonomisan
dan efisiensi penggunaan sumber daya.
§ Penilaian terhadap integritas sistem yang
terkomputerisasi berikut pengembangan
sistemnya, dan
§ Evaluasi terhadap tindak lanjut yang telah
dilaksanakan untuk mengatasi permasalahan yang terjadi pada periode sebelumnya.
Berdasarkan uraian di atas,
tampak bahwa ruang lingkup pekerjaan audit internal sangat luas dan
komprehensif agar dapat menjamin pencapaian tujuan organisasi. Penulis yakin,
apabila institusi audit internal di Indonesia yang tergabung dalam wadah APIP
diberikan kewenangan, peran, dan fungsi yang jelas dan luas seperti tersebut di
atas maka hasil pekerjaan APIP akan sangat bermanfaat tidak hanya bagi
pemerintah saja, tetapi juga bermanfaat bagi pihak legislatif, eksternal
auditor, dan pihak-pihak lain yang berkepentingan. Akan tetapi, untuk menjamin
kualitas hasil pekerjaan APIP yang melibatkan sekian banyak sumber daya manusia
dengan berbagai jenis latar belakang pendidikan dan pengalaman, diperlukan
suatu program pendidikan dan pelatihan yang profesional dan berkelanjutan. Di
samping itu, untuk meningkatkan koordinasi dalam perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi kegiatan di antara jajaran APIP, diperlukan adanya pengembangan
sinergi pengawasan APIP.
BAB III
KESIMPULAN
Pemimpin dapat mempengaruhi
keefektifan kelompok atau organisasi termasuk pengaruh untuk cara mencari
dukungan dan kerja sama dari pihak lain. Berarti sebagai seorang pemimpin,
presiden perlu lebih meningkatkan hubungan yang harmonis dengan lembaga-lembaga
tinggi negara lainnya dalam rangka memperoleh dukungan untuk mencapai visi,
misi, dan tujuan yang telah ditetapkan. Akhirnya, pemimpin harus meyakinkan
bahwa usaha, pekerjaan, dan kegiatan yang telah dilakukan selaras dan mengarah
kepada tujuan yang telah ditetapkan di dalam tahap perencanaan.
Hal ini merupakan alat pengawasan
yang mencakup empat elemen kunci, yaitu menentukan standar kinerja, mengukur
kinerja saat ini dan membandingkannya dengan standar yang telah ditentukan,
mendeteksi kesenjangan antara tujuan standar dengan realitasnya agar dapat
dilakukan koreksi sebelum rangkaian kegiatan selesai dilakukan, serta mengambil
tindakan untuk mengoreksi kinerja yang tidak sesuai dengan standar.
Untuk itu, di dalam menyusun
rencana, program-program prioritas ditentukan, indikator kinerja disusun secara
lebih jelas dan terukur sehingga mudah untuk mengukur pencapaian kinerja yang
telah diperoleh selama kurun waktu tertentu. Melalui fungsi pengawasan ini presiden
dapat menjaga pemerintahannya agar "tetap berada di jalurnya",
menjaganya agar tidak terjadi penyimpangan dari tujuan yang telah ditetapkan.
Untuk mengetahui tingkat pencapaian target-target kinerja yang telah ditetapkan
pada tahap perencanaan, diperlukan evaluasi kinerja.