BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Saat
ini, kemiskinan adalah masalah yang sangat sulit diatasi apalagi bagi negara
berkembang. Kemiskinan menjadi momok dan kata yang sangat menakutkan karena
semua orang pasti tidak mau menjadi miskin. hal itu berawal dari dua sebab,
yaitu diri sendiri dan orang lain. Pertama, kurangnya kemampuan individu untuk
mengembangkan kemampuan dirinya sendiri memperoeh kehidupan yang lebih baik.
Kedua, kelicikan orang yang berpangkat merampas harta yang bukan miliknya alias
korupsi.
Negara
Indonesia merupakan negara agraris, akan tetapi
perekonomian masih rendah di
Indonesia terutama di desa, itu semua
menyebabkan kemiskinan. Kemiskinan disebabkan pekerjaan masyarakat yang
tidak menentu. Kebanyakan masyarakat desa bekerja sebagai buruh dan petani dengan pendapatan yang rendah.
Masyarakat petani tergolong masyarakat miskin karena masyarakat petani tersebut
mempunyai banyak keterbatasan salah satunya yaitu, pengetahuan dan teknologi.
Masalah
kemiskinan di Indonesia masih merupakan hal yang perlu memperoleh perhatian.
Jumlah orang yang hidup dibawah garis kemiskinan nasional masih signifikan.
Dicatat bahwa pada tahun 1985 Indonesia menduduki peringkat negara termiskin di
dunia. Pada tahun 1966 Pendapatan Nasional Brutonya hanya US$50,- per kapita
per tahun; sekitar 60 persen orang Indonesia dewasa tidak dapat membaca dan
menulis; dan mencapai 65 persen penduduk negara tersebut hidup dibawah garis
kemiskinan (Tambunan, 2006).
Kemiskinan
salah satu penghalang kesejahteraan hidup masyarakat desa, untuk itu masyarkat
desa harus bekerja sama untuk meningkatkan pembangunan perekonomian dan
pemerintah harus peka terhadap masalah kemiskinan yang masih terjadi di dalam
masyarakat.
1.2
Rumusan Masalah
Bagaimana dampak dan penanggulangan studi
kasus kemiskinan yang terjadi di Desa Parigi ?
1.3
Tujuan
Memahami
dampak dan penanggulangan kemiskinan dari studi kasus yang terjadi di Desa Parigi
1.4
Metode
Metode yang
digunakan untuk penulisan makalah ini adalah metode refrensi literatur,
artikel-artikel, dan jurnal yang didapat dari
perpustakaan dan internet.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Pengertian Kemiskinan
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang
biasa untuk dipunyai seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, dan air
minum. Hal-hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup . Kemiskinan kadang
juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu
mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai
warga negara. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami
istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya
dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut
ilmiah yang telah mapan. Istilah "negara berkembang" biasanya
digunakan untuk merujuk kepada negara-negara yang "miskin".
Kemiskinan
dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:
Ø Gambaran kekurangan materi,
yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan
kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan
barang-barang dan pelayanan dasar.
Ø Gambaran tentang kebutuhan
sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan
ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan
dan informasi.
Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup
masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
Ø Gambaran tentang kurangnya penghasilan
dan kekayaan yang memadai. Makna
"memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik
dan ekonomi di
seluruh dunia.
2.2 Mengukur Kemiskinan
Kemiskinan bisa dikelompokan dalam
dua kategori , yaitu Kemiskinan Absolut dan Kemiskinan Relatif. Kemiskinan absolut mengacu pada satu set
standar yang konsisten , tidak terpengaruh oleh waktu dan tempat/negara. Sebuah
contoh dari pengukuran absolut adalah persentase dari populasi yang makan
dibawah jumlah yang cukup
menopang kebutuhan tubuh manusia (kira kira 2000-2500 kalori per hari untuk
laki-laki dewasa).
Bank Dunia
mendefinisikan Kemiskinan absolut sebagai hidup dengan pendapatan dibawah USD $1 per hari
dan Kemiskinan menengah untuk pendapatan dibawah $2 per hari, dengan
batasan ini maka diperkiraan pada 2001 1,1 miliar orang di dunia mengkonsumsi kurang dari $1 per hari dan 2,7 miliar orang didunia
mengkonsumsi kurang dari $2 per hari.
Proporsi penduduk negara berkembang yang hidup dalam Kemiskinan ekstrim telah turun dari 28% pada 1990 menjadi 21%
pada 2001. Melihat pada periode 1981-2001, persentase dari penduduk dunia yang
hidup dibawah garis kemiskinan $1 per hari
telah berkurang separuh. Tetapi, nilai dari $1 juga mengalami penurunan dalam
kurun waktu tersebut.
Berikut adalah contoh
data jumlah dan persentase penduduk miskin menurut daerah dan menurut pulau
yang diambil dari data Badan Pusat Statistik.
Tabel
1
Jumlah
dan Persentase Penduduk Miskin
Menurut
Daerah, Maret 2011–September 2011
Daerah/Tahun
(1)
|
Jumlah
Penduduk
Miskin
(Juta)
(2)
|
Persentase
Penduduk
Miskin
(3)
|
Perkotaan
Maret 2011
September 2011
|
11,05
10,95
|
9,23
9,09
|
Perdesaan
Maret 2011
September 2011
|
18,97
18,94
|
15,72
15,59
|
Kota+Desa
Maret 2011
September 2011
|
30,02
29,89
|
12,49
12,36
|
Sumber: Diolah dari data Susenas Maret 2011
dan September 2011
Meskipun kemiskinan yang paling parah
terdapat di dunia bekembang, ada bukti tentang kehadiran kemiskinan di setiap
region. Di negara-negara maju, kondisi ini menghadirkan kaum tuna wisma
yang berkelana ke sana kemari dan daerah pinggiran kota dan ghetto yang miskin. Kemiskinan dapat dilihat
sebagai kondisi kolektif masyarakat miskin, atau kelompok orang-orang miskin,
dan dalam pengertian ini keseluruhan negara kadang-kadang dianggap miskin. Untuk
menghindari stigma ini, negara-negara ini biasanya disebut sebagai negara berkembang.
2.3
Penyebab Kemiskinan
Umumnya, kemiskinan banyak
dihubungkan dengan:
v penyebab
individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari
perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin;
v penyebab
keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga;
v penyebab
sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan
sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar;
v penyebab
agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk
perang, pemerintah, dan ekonomi;
v penyebab
struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur
sosial.
Meskipun diterima luas bahwa kemiskinan dan
pengangguran adalah sebagai akibat dari kemalasan, namun di Amerika Serikat
(negera terkaya per kapita di dunia) misalnya memiliki jutaan masyarakat yang
diistilahkan sebagai pekerja miskin; yaitu, orang yang tidak sejahtera
atau rencana bantuan publik, namun masih gagal melewati atas garis kemiskinan.
Kemiskinan petani pedesaan barangkali dapat
juga dijelaskan melalui capability approach yang diketengahkan oleh
Amartya Sen (1999) didalam Development As Freedom. Menurut Sen,
kemiskinan berkaitan dengan freedom of choice; orang miskin sama sekali
tidak memiliki freedom of choice karena terjadi capability
deprivation. Capability mengacu pada dua perkara, yaitu ability
to do dan ability to be. Petani miskin dipedesaan benar-benar
mengalami ability to do dan ability to be yang rendah karena
mereka dalam posisi yang dirampas. Berbagai macam deprivation dapat
diketengahkan disini:
1. Structural
devrivarion. Struktur berkaitan dengan: (1) power relations, dimana
posisi petani selalu dalam posisi yang lemah; (2) adanya kebijakan pemerintah
yang memengaruhi kebijakan dalam penangulangan kemiskinan; (3) dualisme ekonomi
yang muncul dalam wajah baru.
2. Social
capability deprivation: orang miskin tidak dapat meraih kesempatan,
informasi, pengetahuan, ketrampilan, partisipasi dalam organisasi.
3. Economic
capability deprivation: orang miskin tidak dapat mengakses fasilitas
keuangan pada lembaga-lembaga keuangan resmi seperti perbankan, tetapi mereka
terjebak pada Bank Plecit dan kaum rentenir yang tidak membutuhkan prosedur
yang berbelit-belit.
4. Technological
capability deprivation: dimana orang miskin tidak dapat memiliki teknologi
baru yang memerlukan modal yang cukup besar. Teknologi tradisional seperti
pembuatan alat-alat dari bahan lokal (tanah, bambu, kayu, dll) telah digantikan
oleh alat-alat pabrikan.
5. Political
capability deprivation: petani miskin di pedesaan tidak mampu memengaruhi
keputusan politik yang dirumuskan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), tidak
didengarkan aspirasinya, tidak memiliki kemampuan untuk melakukan collective
action.
6. Psychological
deprivation: petani miskin pedesaan selalu memperoleh stigma sebagai
orang-orang yang kolot, bodoh, malas, tidak aspiratif. Stigma inilah yang
berakibat mereka menjadi rendah diri dan merasa disepelekan, merasa teralienasi
di dalam kehidupan sosial dan politik.
Kemiskinan petani dipedesaan semakin
diperparah dengan munculnya sistem ekonomi global yang menganut paham
neo-liberalisme. Tiga alat neo-lib yaitu World Bank, International Moneteray
Fund (IMF) dan World trade organization kelihatannya tidak memihak pada petani
miskin (catatan: sekarang para staf ahli dari Bank Dunia seperti Sen, Stilgitz,
Woolcock dan Narayan) telah membaca tanda-tanda meningkatnya kemiskinan global
karena perilaku neo-lib yang menyarankan untuk menghapus kemiskinan dinegara
ketiga melalui structural adjustment programs, yaitu (1) free trade,
(2) penghapusan tarif, dan (3) mengganti tanaman pangan dengan tanaman
komoditas. Akibatnya adalah fatal, jumlah kemiskinan dunia meningkat menjadi
lebih dari dua miliar penduduk. Di India jumlah orang miskin meningkat menjadi
dua kali lipat. Dan yang paling menikmati kemiskinan penduduk dunia ketiga
adalah negara-negara kapitalis.
2.4
Menghilangkan Kemiskinan
Peneliti mengetengahkan suatu
pendekatan kemiskinan yang sekarang ini juga disarankan oleh para penasehat
Bank Dunia. Pendekatan yang dimaksud adalah pendekatan modal sosial. Pendekatan
ini telah ditunjukkan oleh banyak peneliti yang menyatakan bahwa pengentasan
kemiskinan berkaitan erat dengan peranan modal sosial. Modal sosial berkaitan
dengan social networking, norm of trust, mutual reciprocity dan mutual
benefit. Hasil penelitian Grootaert (1999), Putnam (2000; 2002), Coleman
(2000), Woolcock (2002), Slamet (2010) menunjukkan bahwa modal sosial dapat
membantu dalam pengentasan kemiskinan. Menurut hasil penelitian Slamet (2010)
modal sosial dapat diciptakan melalui 11 pembangunan institusi-institusi
sosial. Institusi sosial memungkinkan terbentuknya modal sosial yang pada
gilirannya dapat mengentaskan kemiskinan.
Tanggapan
utama terhadap kemiskinan adalah:
ü Bantuan
kemiskinan, atau membantu secara langsung kepada orang miskin. Ini telah
menjadi bagian pendekatan dari masyarakat Eropa sejak zaman pertengahan.
ü Bantuan
terhadap keadaan individu. Banyak macam kebijakan yang dijalankan untuk
mengubah situasi orang miskin berdasarkan perorangan, termasuk hukuman,
pendidikan, kerja sosial, pencarian kerja, dan lain-lain.
ü Persiapan
bagi yang lemah. Daripada memberikan bantuan secara langsung kepada orang
miskin, banyak negara sejahtera menyediakan bantuan untuk
orang yang dikategorikan sebagai orang yang lebih mungkin miskin, seperti orang
tua atau orang dengan ketidakmampuan, atau keadaan yang membuat orang miskin,
seperti kebutuhan akan perawatan
kesehatan.
Saat ini permasalahan ekonomi yang
mendesak adalah pengangguran dan rakyat miskin yang jumlahnya sangat besar. Ini
disebabkan karena gerak ekonomi berjalan lamban (down turn). Investasi yang berjalan tidak mampu menyerap pertambahan
tenaga kerja yang tumbuh sementara tenaga kerja penganggur yang ada selama ini
jumlahnya juga sudah besar. Ini telah berjalan bertahun tahun sehingga
berakumulasi menjadi jumlah di luar batas kewajaran. Akibatnya, tercipta
masyarakat miskin yang berjumlah besar pula.
Kemiskinan ini berakibat pada semakin
rendahnya pendapatan riil dan merusak sendi-sendi kehidupan lainnya seperti
pedidikan dan kesehatan. Yang terkena imbasnya tidak sekadar pengurangan
pengeluaran konsumsi yang dilakukan oleh masyarakat tetapi juga pada kualitas
pendidikan dan kualitas kesehatan. Pendidikan masyarakat menjadi mundur dalam
pengertian tidak saja semakin banyak anak-anak berusia sekolah yang tidak
bersekolah tetapi mutunya juga menurun.
Demikian juga dengan
tingkat kesehatan. Pengeluaran kesehatan menjadi pengeluaran mewah karena
biayanya tinggi dan banyak anggota masyarakat yang tidak mampu membayar biaya
dimaksud. Itu berarti secara perlahan kualitas hidup pun menjadi menurun. Gurita pengangguran dan kemiskinan ini tidak
bisa dibiarkan. Ia harus dihentikan dengan suatu aktivitas ekonomi yang besar (big push) melalui penanaman modal oleh
pemerintah ataupun pihak perusahaan swasta.
Namun, pemerintah sendiri atau pihak usaha swasta juga belum mampu mendorong perputaran aktifitas ekonomi dalam gerakan yang lebih besar. Kondisi mereka juga dalam sempoyongan. Itu berarti untuk saat ini kita harus menunggu sampai itu terjadi saat di mana pemerintah atau pengusaha swasta mampu dan mau menanamkan modalnya (investasi). Jika demikian halnya apa yang akan terjadi pada masa menunggu ini. Tentu semakin banyak anggota masyarakat yang menganggur dan miskin.
Timbul pertanyaan siapa yang menganggur dan siapa yang miskin tersebut? Jawabannya adalah masyarakat jelata, yang umumnya adalah mereka yang tidak mempunyai akses ke sektor formal, berpendidikan rendah dan berdaya ekonomi marjinal. Maka kalau harus menunggu tentu nasib para warga yang menganggur dan miskin tersebut menjadi semakin parah. Tentu hal ini tidak dapat dibiarkan karena dampak yang muncul bukan saja pada diri warga tersebut tapi juga pada kenyamanan dan kestabilan masyarakat lainnya. Dalam konteks yang seperti inilah pemerintah perlu mendorong perkembangan ekonomi rakyat Mengapa, karena penganggur dan rakyat miskin tersebut adalah rakyat jelata yang merupakan masyarakat marjinal di mana ekonomi rakyat itu bekerja. Apa itu ekonomi rakyat. Ekonomi rakyat adalah kegiatan ekonomi yang berskala kecil yang dilakukan oleh rakyat dan biasanya bersifat informal. Ekonomi rakyat mampu menekan tingkat pengangguran dan merupakan salah satu sumber pendapatan bagi masyarakat miskin untuk ukuran yang sebanding.
Jika begitu halnya maka ekonomi rakyat harus dikembangkan dalam rangka untuk mengatasi masalah pengangguran dan kemiskinan. Ekonomi rakyat, sesuai dengan ukurannya, diharapkan mampu menyelesaikan kedua masalah tersebut secara langsung. Cara ini lebih fokus pada penyelesaian masalah yang dihadapi oleh masyarakat jelata.
Namun, pemerintah sendiri atau pihak usaha swasta juga belum mampu mendorong perputaran aktifitas ekonomi dalam gerakan yang lebih besar. Kondisi mereka juga dalam sempoyongan. Itu berarti untuk saat ini kita harus menunggu sampai itu terjadi saat di mana pemerintah atau pengusaha swasta mampu dan mau menanamkan modalnya (investasi). Jika demikian halnya apa yang akan terjadi pada masa menunggu ini. Tentu semakin banyak anggota masyarakat yang menganggur dan miskin.
Timbul pertanyaan siapa yang menganggur dan siapa yang miskin tersebut? Jawabannya adalah masyarakat jelata, yang umumnya adalah mereka yang tidak mempunyai akses ke sektor formal, berpendidikan rendah dan berdaya ekonomi marjinal. Maka kalau harus menunggu tentu nasib para warga yang menganggur dan miskin tersebut menjadi semakin parah. Tentu hal ini tidak dapat dibiarkan karena dampak yang muncul bukan saja pada diri warga tersebut tapi juga pada kenyamanan dan kestabilan masyarakat lainnya. Dalam konteks yang seperti inilah pemerintah perlu mendorong perkembangan ekonomi rakyat Mengapa, karena penganggur dan rakyat miskin tersebut adalah rakyat jelata yang merupakan masyarakat marjinal di mana ekonomi rakyat itu bekerja. Apa itu ekonomi rakyat. Ekonomi rakyat adalah kegiatan ekonomi yang berskala kecil yang dilakukan oleh rakyat dan biasanya bersifat informal. Ekonomi rakyat mampu menekan tingkat pengangguran dan merupakan salah satu sumber pendapatan bagi masyarakat miskin untuk ukuran yang sebanding.
Jika begitu halnya maka ekonomi rakyat harus dikembangkan dalam rangka untuk mengatasi masalah pengangguran dan kemiskinan. Ekonomi rakyat, sesuai dengan ukurannya, diharapkan mampu menyelesaikan kedua masalah tersebut secara langsung. Cara ini lebih fokus pada penyelesaian masalah yang dihadapi oleh masyarakat jelata.
Oleh sebab itu,
mengembangkan ekonomi rakyat dapat dianggap sebagai salah satu pilihan untuk
mengatasi masalah pengangguran dan kemiskinan yang terdapat di masyarakat. Cara
ini pun dianggap lebih terhormat di mana mereka bukan sebagai orang yang minta
dikasihani. Cara ini adalah cara bagaimana mereka diberdayakan dengan
memberikan peluang/kesempatan untuk berusaha pada bidang ekonomi rakyat. Yang
diharapkan adalah suatu pengertian dari pemerintah sekaligus mengaturnya secara
tepat agar ekonomi rakyat berjalan seperti yang diharapkan. Pemerintah
diharapkan dapat memberi kesempatan kepada mereka sehingga mendorong mereka
untuk tetap bertahan hidup.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1.
Keadaan Ekonomi Masyarakat Desa
Parigi
Pada
umunmya jenis sarana social ekonomi masyarakat desa Parigi berupa usaha perdagangan,
terutama warung kebutuhan rumah tangga sehari-hari yang berskala kecil. dan
selain warung-warung kecil juga terdapat toko serba ada atau mini market.
Disamping
itu pula sarana ekonomi yang iainnya yang ada di Desa Parigi adalah perusahaan-perusahan
kecil (home industry) seperti pabrik tempe/tahu, kecap, dan nata de coco. Transportasi
ojeg beca dan sarana-sarana lainya yang menunjang kegiatan ekonomi baik itu
sarana lahan pertanian maupun dari hasil perkebunannya.
Seiring
dengan perkembangan jaman dan perubahan struktural desa Parigi tidak serta
merta membawa kemajuan ekonomi yang signifikan. Hal ini disebabklan oleh
tingkat kemampuan tiap individu yang berbeda-beda.
3.2. Permasalahan / Penyebab Perekonomian
yang menyebabkan tingkat kemiskinan menjadi tinggi
1. Factor internal
a. Keterbatasan pengetahuan
Keberhasilan
kegiatan pembangunan tidak hanya memerlukan dukungan investasi modal fisik
semata, melainkan juga sumber daya manusia. Tanpa adanya dukungan sumber daya
manusia yang memadai, akan terjadi ketidakmampuan dalam menjalankan investasi
di berbagai sektor perekonomian dan sebagai akibatnya pertumbuhan ekonomi tidak
akan dapat dicapai secara berkelanjutan. Pendidikan merupakan hal yang sangat
penting bagi setiap daerah, dimana keberhasilan pembangunan dipengaruhi oleh
tingkat pendidikan penduduknya. Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu
kebutuhan dasar (basic need) bagi masyarakat dalam upaya meningkatkan taraf
kehidupannya. Sekarang pendidikan sudah gratis tinggal kesadaran
masyarakatnya untuk menyekolahkan anak-anaknya. Terlebih ke orangtuanya untuk
mendorong anak-anaknya untuk melanjutkan pendidikan.
b. Keterbatasan modal usaha
Salah
satu ciri dari kemiskinan yang sudah lama dikenali para ahli adalah kehausan
rumah tangga miskin khususnya di peredesaan dan pesisir terhadap kredit
berbunga lunak. Tetapi, ini bukan berarti setiap pemberian bantuan modal usaha
berbunga lunak kepada rumah tangga miskin selalu berfungsi efektif. Pelaksanaan
pemberian kredit secara efektif mengalami beberapa hambatan, diantaranya karena
amat beragamnya kelompok sasaran yang hendak dijangkau, dan kesukaran
mengkompromikan kriteria efisiensi dan efektivitas kredit. Selain itu, kendala
lainnya disebabkan oleh kurangnya akses warga miskin atas lembaga keuangan yang
ada di sekitarnya, dan yang tidak kalah pentingnya adalah tidak adanya barang
jaminan yang dimiliki warga miskin yang dapat dijadikan sebagai agunan pada suatu
lembaga keuangan. Untuk menanggulangi kemiskinan, kaum miskin perlu diberi
kesempatan dan kepercayaan untuk mendapatkan pinjaman. Hanya saja mereka sulit
berhubungan dengan bank, karena tidak memiliki agunan. Bagi rumah tangga
miskin, kredit merupakan sarana untuk menciptakan pendapatan melalui bekerja
dan berusaha berdasarkan potensi sumber daya manusia yang dimiliki dan potensi
lingkungan ekonomi dimana ia berada. Kredit yang tepat, murah, dan mudah yang
dikelola berdasarkan adat dan budaya setempat merupakan salah satu sarana
penting yang amat membantu melancarkan kegiatan perekonomian. Ringkasnya,
fungsi kredit adalah untuk membantu meningkatkan kesejahteraan rumah tangga
miskin, khususnya yang tergolong miskin dan mendekati miskin (near poor).
c. Kurang potensialnya jenis
pekerjaan yang dimiliki
Keterbatasan
pengetahuan menyebabkan rumah tangga miskin melakoni jenis pekerjaan yang
relatif kurang potensial. Keterbatasan mengakses lapangan pekerjaan yang
menjanjikan serta banyaknya masyakarakat yang bekerja pada lapangan kerja yang
kurang produktif berakibat pada rendahnya pendapatan sehingga mereka tergolong
miskin atau tergolong pada pekerja yang rentan jatuh di bawah garis kemiskinan
(near poor). Pada umumnya informasi yang diperoleh sangat jelas menunjukkan
bahwa rumah tangga miskin cenderung tidak memiliki pekerjaan tetap, namun tidak
juga dapat dikategorikan tidak bekerja atau pengangguran terbuka karena dari
sisi jam kerja melebihi jam kerja normal (35 jam/minggu). Hanya saja, jika
dikaji dari sisi kemampuan produktivitas dengan kaitannya dengan upaya
pemenuhan kebutuhan dasar tampaknya masih menemui kendala. Karena itu perlu ada
jenis pekerjaan yang lebih menjanjikan bagi rumah tangga miskin. Pada umumnya
rumah tangga miskin bekerja apa saja dalam kurun waktu yang singkat demi
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, entah mau menjadi buruh bangunan, buruh
tani, maupun tukang ojek.
d. Pola hidup konsumtif
Streotipe
malas oleh berbagai pihak sering dianggap menjadi penyebab kemiskian Pola hidup
konsumtif menjadi masalah pada masyarakat, dimana pada saat penghasilan banyak,
tidak ditabung untuk persiapan paceklik, melainkan dijadikan kesempatan untuk
membeli kebutuhan sekunder. Namun ketika musim paceklik datang, pada akhirnya
mereka berhutang, termasuk kepada lintah darat, yang justru semakin memperberat
kondisinya.
2. Factor eksternal
a. Kurangnya perhatian pemerintah
Selain
masalah keterbatasan pengetahuan, modal usaha, dan lapangan pekerjaan,
kemiskinan pedesaan khususnya kalangan petani juga disebabkan oleh kurangnya
sarana dan prasarana pertanian. Kondisi wilayah yang cukup memprihatinkan
karena masih adanya sistem pertanian sawah tadah hujan. Tentu saja kondisi yang
demikian ini membuat kaum petani sangat tergantung pada alam, karena pengolahan
sawah hanya dilakukan pada satu kali musim saja. Jika demikian, apakah
kemiskinan yang diderita kaum papa ini disebut kemiskinan alamiah atau
kemiskinan structural.
b. Ketergantungan pada alam
Rumah
tangga miskin sangat rentan terhadap perubahan pola pemanfaatan sumber daya
alam dan perubahan lingkungan. Rumah tangga miskin yang tinggal di desa Parigi
sangat tergantung pada sumberdaya alam sebagai sumber penghasilan.
c. Kendala & Semakin sedikitnya
lahan pekerjaan
Tukang
becak seiring perkembangan jaman becak semakin tersingkir karena tiap individu
memiliki kendaraan sendiri (motor) sehingga pendaopatan para tukang becak jadi
berkurang, untuk kepasar saja sudah pakai motor sendiri, kemana-mana pakai
kendaraan sendiri, hal ini bukan hanya tukang saja yang menjadi imbas
menurunnya pendapatan mereka, tapi juga tukang ojeg. Tidak adanya kemampuan
lain selain yang mereka lakukan selama ini membuat pemerintah desa setempat
harus berpikir keras bagaimana cara memberdayakan masyarakatnya agar keluar
dari persoalan tersebut.
d. Harga Kebutuhan Pokok semakin
tinggi
Semakin
kesini harga kebutuhan pokok terus beranjak naik, berawal dari naiknya BBM
merambah kebutuhan pokok sehingga daya beli masyarakat berkurang sedangkan
pendapatan mereka pun tak ada.
e. Kendala yang dialami para petani
desa Parigi
Seperti
yang kita ketahui harga beras semakin hari semakin naik, hal ini tidak serta
merta membuat para petani menjadi makmur. Hal ini dikarenakan harga pupuknya
saja sudah tinggi dan beberapa faktor biaya produksi yang semakin naik.
Pemerintah desa ngapain aja selama ini?
3.3. Cara Mengatasi Kemiskinan di
Desa Parigi
1. Menciptakan lapangan kerja yang
mampu menyerap tenaga kerja sehingga pengangguran penyebab kemiskinan bisa
berkurang
2. Mendirikan BLK (Balai Latihan Kerja
) bagi orang kurang mampu sehingga memiliki bekal yang cukup untuk maju di
dunia usaha.
3. Memberi Subsidi bagi orang kurang
mampu seperti BLT ( Bantuan Langsung Tunai), subsidi BBM.
4. Menarik minat pengangguran dengan
menaikkan upah minimum sehingga mereka berhasrat untuk bekerja.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Ada dua kondisi yang menyebabkan
kemiskinan bisa terjadi, yakni kemiskinan alamiah dan buatan. Kemiskinan
alamiah terjadi antara lain akibat sumber daya alam yang terbatas, penggunaan
teknologi yang rendah dan bencana alam. Kemiskinan buatan terjadi karena
lembaga-lembaga yang ada di masyarakat membuat sebagian anggota masyarakat
tidak mampu menguasai sarana ekonomi dan berbagai fasilitas lain yang tersedia,
hingga mereka tetap miskin.
Penyebab orang menjadi miskin adalah
karena ia terjebak dalam perangkap kemiskinan kemiskinan materil, kelemahan
jasmani, isolasi, kerentanan, dan ketidakberdayaan. Ini masalah sosial dan
kultural. Makanya penanggulangan kemiskinan mesti melibatkan transformasi
sosial dan kultural juga, termasuk perubahan nilai-nilai (misal : etos kerja).
Pembagian sesuatu yang gratis adalah langkah tidak karena membudayakan
kemiskinan.
Pembangunan ekonomi yang salah satu
tujuannya menghapus atau setidak-tidaknya mengurangi kemiskinan, dalam
realitasnya justru sering kali menimbulkan kemiskinan baru. Bahkan lebih
daripada sekadar paradoks, realitas kemiskinan diyakini atau paling tidak
disinyalir justru merupakan salah satu produk pembangunan Dalam konteks itulah
pembicaraan mengenai modal menjadi amat relevan sebab faktanya orang kerap kali
menjadi miskin (mengalami pemiskinan) dalam proses pembangunan karena orang
tersebut tidak memiliki cukup modal.
4.2. Saran
Makalah ini hanya merupakan bagian
terkecil dari sekian banyak referensi penelitian pengentasan kemiskinan di
pedesaan, dan sedikit banyaknya menjelaskan masalah umum tentang kemiskinan
yang bisa diambil dan dimanfaatkan ilmunya dalam kehidupan bermasyarakat.
Apabila ingin mengembangkan untuk menjadi model penelitian sejenis, akan lebih
baik jika referensi yang digunakan lebih komprehensif dan lebih terarah demi
pencapaian maksud yang diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA