BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Proklamasi kemerdekaan 17 agustus
1945 bukan titik akhir perjuangan bangsa Indonesia untuk melepaskan diri dari
belenggu penjajahan. Belanda yang telah ratusan tahun untuk merasakan kekayaan
Indonesia enggan mengakui kemerdekaan Indonesia. Sekutu yang telah memenangkan
Perang Dunia II merasa memiliki hak atas nasib bangsa Indonesia. Belanda
mencoba masuk kembali ke Indonesia dan menancapkan kolonialisme dan
imperialismenya sementara kondisi sosial ekonomi Indonesia masih sangat
memeprihatinkan, perangkat-perangkat kenegaraan juga baru dibentuk, Indonesia
ibarat bayi baru lahir masih lemah, tetapi merdeka adalah harga mati. Berbagai
upaya bangsa asing untuk menguasai kembali bangsa Indonesia ditentang dengan
berbagai cara. Pertempuran heroik dengan korban ribuan jiwa terjadi di berbagai
daerah di Indonesia. Tidak terhitung jelas berapa jumlah korban jiwa dari
pertempuran mempertahankan bangsa Indonesia tersebut, bahkan banyak pahlawan
tidak dikenal yang berguguran.
1.2
Rumusan Masalah
1. Bagaimana Tantangan Awal Kemerdekaan
?
2. Bagaimana
Peristiwa Antara Perang dan Diplomasi ?
3. Bagaimana
Nilai-nilai Kejuangan Masa Revolusi ?
1.3
Tujuan
1. Untuk mengetahui Tantangan Awal
Kemerdekaan
2. Untuk mengetahui Antara Perang dan Diplomasi
3. Untuk mengetahui Nilai-nilai Kejuangan Masa Revolusi
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tantangan
Awal Kemerdekaan
1. Kondisi
Awal Indonesia Merdeka
Secara politis
keadaan Indonesia pada awal kemerdekaan belum begitu mapan. Ketegangan,
kekacauan, dan berbagai insiden masih terus terjadi. Pemerintahan memang telah
terbentuk, beberapa alat kelengkapan negara juga sudah tersedia, tetapi karena
baru awal kemerdekaan tentu masih banyak kekurangan. PPKI yang keanggotaannya
sudah disempurnakan berhasil mengadakan sidang untuk mengesahkan UUD dan
memilih Presiden-Wakil Presiden. Bahkan, untuk menjaga keamanan negara juga
telah dibentuk TNI.
Kondisi
perekonomian negara masih sangat memprihatinkan sehingga terjadi inflasi yang
cukup berat. Hal ini dipicu karena peredaran mata uang rupiah Jepang yang tak
terkendali, sementara nilai tukarnya sangat rendah. Kemudian pada 1 Oktober
1946 Indonesia mengeluarkan uang RI yang disebut ORI (Oeang Republik
Indonesia).
Sementara dalam
hal pendidikan, pemerintah mulai menyelenggarakan pendidikan yang diselaraskan
dengan alam kemerdekaan. Menteri Pendidikan dan Pengajaran juga sudah diangkat.
2. Kedatangan
Sekutu dan Belanda
Sekutu masuk ke
Indonesia diboncengi NICA. Mereka masuk melalui beberapa pintu wilayah
Indonesia terutama daerah yang merupakan pusat pemerintahan pendudukan Jepang
seperti Jakarta, Semarang, dan Surabaya. Setelah PD II, terjadi perundingan
Belanda dengan Inggris di London yang menghasilkan Civil Affairs
Agreement. Isinya tentang pengaturan
penyerahan kembali Indonesia dari pihak Inggris kepada Belanda, khusus yang
menyangkut daerah Sumatra sebagai daerah yang berada di bawah pengawasan SEAC
(South East Asia Command).
Louis
Mountbatten membentuk pasukan komando khusus yang disebut AFNEI (Allied Forces
Netherlands East Indiers) di bawah
pimpinan Letnan Jenderal Sir Philip Christison. Mereka
tergabung di dalam pasukan tentara Inggris yang berkebangsaan India, yang
sering disebut sebagai tentara Gurkha. Tugas tentara
AFNEI sebagai berikut.
a. menerima penyerahan kekuasaan
tentara Jepang tanpa syarat.
b. membebaskan para tawanan perang dan
interniran Sekutu;
c. melucuti dan mengumpulkan
orang-orang Jepang untuk dipulangkan ke negerinya;
d. menegakkan dan mempertahankan
keadaan damai, menciptakan ketertiban, dan keamanan, untuk kemudian diserahkan
kepada pemerintahan sipil; dan
e. mengumpulkan keterangan tentang
penjahat perang untuk kemudian diadili sesuai hukum yang berlaku.
3. Merdeka
atau Mati
a.
Perjuangan rakyat Semarang
dalam melawan tentara Jepang
Wongsonegoro selaku pimpinan pemerintahan di
Semarang mengeluarkan pernyataan atau perintah sebagai berikut.
Berdasarkan
atas pengumuman-pengumuman Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia
dan Komite Nasional di Jakarta, maka dengan ini kami atas nama
rakyat
Indonesia mengumumkan sementara aturan-aturan pernerintahan
untuk
menjaga keamanan umum di daerah Semarang.
1.
Mulai hari ini tanggal 19 Agustus 1945 jam 13.00 Permerintah RI untuk daerah
Semarang mulai berlaku.
2.
Terhadap segala perbuatan yang menentang pemerintah RI akan diambil tindakan
yang keras.
3.
Senjata api, kecuali yang di tangan mereka yang berhak memakainya harus
diserahkan kepada polisi.
4.
Hanya bendera Indonesia Merah Putih boleh berkibar.
5.
Terhadap segala perbuatan yang mengganggu ketenteraman dan kesejahteraan umum
diambil tindakan keras.
6.
Selanjutnya semua penduduk hendaknya melakukan pekerjaannya sehari-hari
sebagaimana biasa.
Semarang,
19 Agustus 1945
Kepala
Pemerintahan RI Daerah Semarang
Wongsonegoro
b.
Pengambilalihan Kekuasaan
Jepang di Yogyakarta
Di Yogyakarta,
perebutan kekuasaan secara serentak dimulai pada tanggal 26 September 1945.
Sejak pukul 10 pagi, semua pegawai instansi pemerintah dan
perusahaan-perusahaan yang dikuasai oleh Jepang mengadakan aksi pemogokan.
Mereka memaksa orang-orang Jepang agar menyerahkan semua kantor mereka kepada
orang Indonesia. Pada tanggal 27 September 1945, KNI Daerah Yogyakarta
mengumumkan bahwa kekuasaan di daerah itu telah berada di tangan Pemerintahan
RI.
Kepala Daerah Yogyakarta yang dijabat oleh
Jepang (Cokan) harus meninggalkan kantornya di jalan Malioboro. Tanggal 5
Oktober 1945, gedung Cokan Kantaiberhasil direbut dan kemudian dijadikan
sebagai kantor Komite Nasional Indonesia Daerah. Gedung Cokan Kantai kemudian
dikenal dengan Gedung Nasional atau Gedung Agung. Satu hari setelah perebutan
gedung Cokan Kantai,para pejuang Yogyakarta ingin melakukan perebutan senjata
dan markas Osha Butai di Kotabaru. Rakyat dan para pemuda terus mengepung
markas Osha Butai diKotabaru. Rakyat dan para pemuda terdiri dari berbagai
kesatuan, antara lain TKR, Polisi Istimewa, dan BPU (Barisan Penjagaan Umum)
sudah bertekad untuk menyerbu markas Jepang di Kotabaru.
c.
Arek-arek Surabaya untuk
Indonesia
Semangat tempur arek-arek Surabaya dalam
melawan pasukan Sekutu, tidak dapat dilepaskan dari kemenangannya melawan
kekuatan Jepang di Surabaya dan sekitarnya. Arek-arek Surabaya berhasil
menyerbu dan menguasai markas Kempetai yang terletak di depan Kantor Gubernur
Surabaya. Semua senjata Kempetai Jepang dilucuti. Pertempuran meluas ke Markas
Angkatan Laut Jepang di Embong Wungu. Markas Jepang ini juga berhasil dikuasai
para pejuang. Gudang peluru di Kedung Cowek juga berhasil direbut oleh
arek-arek Surabaya. Pertempuran perebutan
kekuasaan terhadap Jepang
ini berakhir setelah komandan Angkatan Darat Jepang Jenderal Iwabe menyerah dan
menyusul komandan Angkatan Laut Laksamana Shibata. Semua kapal perang dan
senjata serta pangkalannya diserahkan kepada pejuang Indonesia.
d.
Pertempuran Palagan
Ambarawa
Pertempuran Ambarawa terjadi pada tanggal
29 November dan berakhir pada 15 Desember 1945 antara pasukan TKR dan pemuda
Indonesia melawan pasukan Inggris. Latar belakang dari peristiwa ini dimulai
dengan insiden yang terjadi di Magelang sesudah mendaratnya Brigade Artileri
dari Divisi India ke-23 di Semarang pada tanggal 20 Oktober 1945.
pimpinan pasukan TKR Purwokerto Kolonel
Sudirman turun langsung memimpin pasukan. Sudirman
menyodorkan taktik perang Supit Urang. Taktik
ini segera diterapkan. Musuh mulai terjepit dan situasi pertempuran semakin
menguntungkan pasukan TKR.
Pada tanggal 15 Desember 1945 musuh
meninggalkan Kota Ambarawa dan mundur ke Semarang. Pertempuran di Ambarawa ini
mempunyai arti penting karena letaknya yang sangat strategis. Apabila musuh
menguasai Ambarawa, mereka dapat mengancam 3 kota utama di Jawa Tengah, yaitu
Surakarta, Magelang dan Yogyakarta. Untuk
mengenang pertempuran Ambarawa, tanggal 15 Desember dijadikan Hari Infanteri.
Di Ambarawa juga dibangun Monumen Palagan, Ambarawa.
e.
Pertempuran Medan Area
tim dari RAPWI telah mendatangi kamp-kamp
tawanan di Pulu Berayan, Saentis, Rantau Prapat, Pematang Siantar dan Berastagi
untuk membantu membebaskan para tawanan dan dikirim ke Medan atas persetujuan
Gubernur M. Hasan. Ternyata kelompok itu langsung dibentuk menjadi Medan
Batalion KNIL. Mereka bersikap congkak karena merasa
sebagai pemenang atas perang. Sikap ini memancing timbulnya berbagai insiden
yang dilakukan secara spontan oleh para pemuda.
f.
Bandung Lautan Api
Di Bandung pertempuran diawali oleh usaha
para pemuda untuk merebut pangkalan udara Andir dan pabrik senjata bekas
Artillerie Constructie Winkel (ACW-sekarang Pindad) dan berlangsung terus
sampai kedatangan pasukan Sekutu di Bandung pada 17 Oktober 1945. Seperti
halnya di kota-kota lain, di Bandung pun pasukan Sekutu dan NICA melakukan
teror terhadap rakyat, sehingga terjadi pertempuran-pertempuran. Menjelang
bulan November 1945, pasukan NICA semakin merajalela di Bandung. NICA
memanfaatkan kedatangan pasukan Sekutu untuk mengembalikan kekuasaan
kolonialnya di Indonesia. Namun, semangat juang rakyat dan para pemuda yang
tergabung dalam TKR, laskar-laskar dan badan-badan perjuangan semakin berkobar.
Pertempuran demi pertempuran terjadi.
g.
Berita Proklamasi di
Sulawesi
Setelah berita proklamasi kemerdekaan
tersebar keseluruh penjuru Sulawesi, sejak itu pula bendera merah putih mulai
berkibar menjadi lambang Indonesia merdeka. Cita-cita yang sudah lama diinginkan
oleh rakyat pun terwujud. Di Sulawesi Tenggara misalnya, bendera merah putih
dikibarkan pada 17 September 1945 dengan dipimpin oleh D. Andi Kasim. Di
Lasusua bendera merah putih dikibarkan pada 5 Oktober 1945 yang dihadiri oleh
kepala distrik Patampanua dan beberapa pimpinan pemuda RI dari Luwu. Sementara
itu, pada 14 Februari 1946, B.W. Lapian sebagai pemimpin sipil pada saat itu
memimpin pasukan pemuda bersama Letkol. Ch. Taulu dan Serda S.D. Wuisan merobek
bagian biru pada bendera Belanda di tangsi militer Belanda, di Teling, Menado.
Peristiwa heroik itu menandai berkibarnya bendera merah putih.
h.
Operasi Lintas Laut
Banyuwangi – Bali
Operasi lintas Laut
Banyuwangi-Bali merupakan operasi gabungan dan pertempuran laut pertama sejak
berdirinya negara Republik Indonesia. peristiwa itu dimulai dengan kedatangan
Belanda dengan membonceng Sekutu, mendarat di Bali dengan jumlah pasukan yang
cukup besar, tanggal 3 Maret 1946. Hal ini dimaksudkan Bali sebagai batu
loncatan untuk menyerbu Jawa Timur yang dinilai sebagai lumbung pangan untuk
kemudian mengepung pusat kekuasaan RI. Bali juga dapat dijadikan penghubung ke
arah Australia.
B.
Antara Perang dan Diplomasi
1.
Rangkaian Perjanjian
Linggarjati
Perjanjian Linggarjati merupakan
langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah Republik Indonesia untuk
memperoleh pengakuan kedaulatan dari pemerintah Belanda dengan jalan
diplomatik. Perjanjian itu melibatkan pihak Indonesia dan Belanda, serta
Inggris sebagai penengah.
a.
Perundingan Awal di Jakarta
Inggris mengirim Sir Archibald Clark Kerr.
Di bawah pengawasan dan perantaraan Clark Kerr, pada tanggaI 10 Februari 1946
diadakan perundingan Indonesia dengan Belanda di Jakarta. Dalam perundingan ini
Van Mook selaku wakil dari Belanda.Sutan syahrir selaku wakil dari Indonesia. isi pokoknya antara lain sebagai berikut:
1)
supaya
pemerintah Belanda mengakui kedaulatande factoRI atas Jawa dan Sumatra;
2)
supaya
RI dan Belanda bekerja sama membentuk RIS; dan
3)
RIS
bersama-sama dengan Nederland, Suriname, dan Curacao, menjadi peserta dalam
ikatan kenegaraan Belanda.
b.
Perundingan Hooge Veluwe
Perundingan dilanjutkan di negeri Belanda,
di kota Hooge Veluwe bulan April 1946. Pokok pembicaraan dalam perundingan itu
adalah memutus pembicaraan yang dilakukan di Jakarta oleh Van Mook dan Syahrir.
Sebagai penengah dalam perundingan, Inggris mengirim Sir Archibald Clark Kerr.
Pada kesempatan itu Syahrir mengirim tiga orang delegasi dari Jakarta, yaitu
Mr. W. Suwandi, dr. Sudarsono, dan A.K. Pringgodigdo. Dari Belanda hadir lima orang yaitu Van Mook, J.H. van
Royen. J.H. Logeman, Willem Drees, dan Dr. Schermerhorn. Perundingan tersebut
untuk menyelesaikan perundingan yang tidak tuntas saat di Jakarta.
c.
Pelaksanaan Perundingan
Linggarjati
Pada awal November 1946, perundingan
diadakan di Indonesia, bertempat di Linggarjati. Pelaksanaan sidang-sidangnya
berlangsung pada tanggal 11 - 15 November 1946. Delegasi Indonesia dipimpin
oleh Sutan Syahrir, anggotanya Mr. Moh. Roem, Mr. Susanto Tirtoprojo, dan A.K.
Gani. Sementara pihak Belanda dipimpin oleh Prof. Schermerhorn dengan beberapa
anggota, yakni Van Mook, F de Boor, dan van Pool. Sebagai penengah dan pemimpin
sidang adalah Lord Killearn, juga ada saksi-saksi yakni Amir Syarifudin, dr.
Leimena, dr. Sudarsono, dan Ali Budiarjo. Presiden Sukarno dan Wakil Presiden
Moh. Hatta juga hadir di dalam perundingan Linggarjati itu.
Isi pokok Perundingan
Linggarjati antara lain sebagai berikut:
1)
Pemerintah
Belanda mengakui kekuasaan secara de
facto pemerintahan RI atas wilayah Jawa, Madura, dan Sumatra. Daerahdaerah yang
diduduki Sekutu atau Belanda secara berangsur-angsur akan dikembalikan kepada
RI;
2)
Akan
dibentuk Negara Indonesia Serikat (NIS) yang meliputi seluruh wilayah Hindia
Belanda (Indonesia) sebagai negara berdaulat;
3)
Pemerintah
Belanda dan RI akan membentuk Uni Indonesia-Belanda yang dipimpin oleh raja
Belanda;
4)
Pembentukan
NIS dan Uni Indonesia- Belanda diusahakan sudah selesai sebelum 1 Januari 1949;
5)
Pemerintah
RI mengakui dan akan memulihkan serta melindungi hak milik asing;
6)
Pemerintah
RI dan Belanda sepakat untuk mengadakan pengurangan jumlah tentara; dan
7)
Bila
terjadi perselisihan dalam melaksanakan perundingan ini, akan menyerahkan
masalahnya kepada Komisi Arbitrase.
d.
Konferensi Malino
penyelenggaraan konferensi ini bertujuan
untuk membentuk negara-negara federal di daerah yang baru diserahterimakan oleh
Inggris dan Australia kepada Belanda. Di samping itu, di Pangkal Pinang, Bangka
diselenggarakan konferensi untuk golongan minoritas. Konferensi Malino
diselenggarakan pada 15-26 juli 1946, sedangkan Konferensi Pangkal Pinang pada
1 Oktober 1946.
2.
Agresi Militer I
Belanda pada tanggal 27 Mei 1947 mengirim
nota ultimatum yang isinya antara lain sebagai berikut.
a.
Pembentukan
Pemerintahan Federal Sementara (Pemerintahan Darurat) secara bersama.
b.
Pembentukan
Dewan Urusan Luar Negeri.
c.
Dewan
Urusan Luar Negeri, bertanggung jawab atas pelaksanaan ekspor, impor, dan
devisa; dan
d.
Pembentukan
Pasukan Keamanan dan Ketertiban Bersama (gendarmerie), Pembentukan Pasukan
Gabungan ini termasuk juga di wilayah RI.
Pada tanggal 21 Juli 1947 tengah malam,
pihak Belanda melancarkan ‘aksi polisional’ mereka yang pertama.
Pasukan-pasukan bergerak dari Jakarta dan Bandung untuk menduduki Jawa Barat,
dan dari Surabaya untuk menduduki Madura dan Ujung Timur. Gerakan-gerakan
pasukan yang lebih kecil mengamankan wilayah Semarang. Dengan demikian, Belanda
menguasai semua pelabuhan di Jawa. Di Sumatra, perkebunan-perkebunan di sekitar
Medan, instalasi-instalasi minyak dan batu bara di sekitar Palembang dan Padang
diamankan. Pasukan-pasukan Republik bergerak mundur dalam kebingungan dan menghancurkan
apa saja yang dapat mereka hancurkan.
3.
Peran Komisi Tiga Negara
Atas usul Amerika Serikat DK PBB membentuk
Komisi Tiga Negara (KTN) yang beranggotakan Amerika Serikat, Australia, dan
Belgia. KTN berperan aktif dalam penyelenggaraan Perjanjian Renville Serangan
Belanda pada Agresi Militer II dilancarkan di depan mata KTN sebagai wakil DK
PBB di Indonesia. KTN membuat laporan yang disampaikan kepada DK PBB, bahwa
Belanda banyak melakukan pelanggaran.
4.
Perjanjian Renville
Perundingan Renville secara resmi dimulai
pada tanggal 8 Desember 1947 di kapal Renville yang sudah berlabuh di pelabuhan
Tanjung Priok. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Amir Syarifuddin, sedangkan
delegasi Belanda dipimpin oleh R. Abdulkadir Wijoyoatmojo, orang Indonesia yang
memihak Belanda.
isi
Perundingan Renville yang
terdiri atas tiga hal sebagai berikut:
a)
Persetujuan
tentang gencatan senjata yang antara lain diterimanya garis demarkasi Van Mook
(10 pasal).
b)
Dasar-dasar
politik Renville, yang berisi tentang kesediaan kedua pihak untuk menyelesaikan
pertikaiannya dengan cara damai (12 pasal).
c)
Enam
pasal tambahan dari KTN yang berisi, antara lain tentang kedaulatan Indonesia
yang berada di tangan Belanda selama masa peralihan sampai penyerahan kedaulatan
(6 pasal).
5.
Agresi Militer II dan
Penangkapan Pimpinan Negara
pada tanggal 19 Desember 1948 Belanda
melancarkan agresinya yang kedua. Sebelum pasukan Belanda bergerak lebih jauh,
Van Langen (Wakil Jenderal Spoor) berbisik kepada Van Beek (komandan lapangan
agresi II): “overste tangkap Sukarno, Hatta, dan Sudirman, mereka bertiga masih
ada di istana”. Agresi militer II itu telah menimbulkan bencana militer dan
politik, baik bagi Belanda maupun Indonesia. Walaupun Belanda tampak memperoleh
kemenangan dengan mudah, tetapi sebenarnya membayar cukup mahal. Serangan
Belanda ini telah menuai kritik dari berbagai negara.
6.
Peran PDRI : Penjaga
Eksistensi RI
Syafruddin berhasil mendeklarasi berdirinya
Pemerintah Darurat Republik Indonesia ini dilakukan di Kabupaten Lima Puluh
Kota pada tanggal 19 Desember 1948.Susunan pemerintahannya antara lain sebagai
berikut:
a)
Mr.
Syafruddin Prawiranegara sebagai ketua merangkap Perdana Menteri, Menteri
Pertahanan dan Menteri Penerangan;
b)
Mr.
T.M. Hassan sebagai wakil ketua merangkap Menteri Dalam Negeri, Menteri
Pendidikan, dan Menteri Agama;
c)
Ir.
S.M. Rasyid sebagai Menteri Keamanan merangkap Menteri Sosial, Pembangunan dan
Pemuda;
d)
Mr.
Lukman Hakim sebagai Menteri Keuangan merangkap Menteri Kehakiman;
e)
Ir.
Sitompul sebagai Menteri Pekerjaan Umum merangkap Menteri Kesehatan;
f)
Maryono
Danubroto sebagai Sekretaris PDRI;
g)
Jenderal
Sudirman sebagai Panglima Besar;
h)
Kolonel
A.H. Nasution sebagai Panglima Tentara Teritorial Jawa; dan
i)
Kolonel
Hidayat sebagai Panglima Tentara Teritorial Sumatra.
PDRI dapat berfungsi sebagai mandataris
kekuasaan pemerintah RI dan berperan sebagai pemerintah pusat. PDRI juga
berperan sebagai kunci dalam mengatur arus informasi, sehingga mata rantai
komunikasi tidak terputus dari daerah yang satu ke daerah yang lain. Radiogram
mengenai masih berdirinya PDRI dikirimkan kepada Ketua Konferensi Asia, Pandit
Jawaharlal Nehru oleh Radio Rimba Raya yang berada di Aceh Tengah pada tanggal
23 Januari 1948. PDRI juga berhasil menjalin hubungan dan berbagi tugas dengan
perwakilan RI di India. Dari India informasi-informasi tentang keberadaan dan
perjuangan bangsa dan negara RI dapat disebarluaskan ke berbagai penjuru dunia.
7.
Tetap Memimpin Gerilya
Panglima Besar Sudirman yang dalam kondisi
sakit hanya dengan satu paru-paru justru tetap teguh untuk memimpin perang
gerilya. Ia dan rombongan melakukan perjalanan dan pergerakan dari Yogyakarta
menuju Gunungkidul dengan melewati beberapa kecamatan, menuju Pracimantoro,
Wonogiri, Ponorogo, Trenggalek dan Kediri. Dalam gerakan gerilya dengan satu
paru-paru itu Sudirman kadang harus ditandu atau dipapah oleh pengawal masuk
hutan, naik gunung, turun jurang harus memimpin pasukan, memberikan motivasi
dan komando kepada TNI dan para pejuang untuk terus mempertahankan tegaknya panji-panji
NKRI. Dari Kediri lalu memutar kembali melewati Trenggalek, terus melakukan
perjalanan sampai akhirnya di Sobo. Di tempat ini telah dijadikan markas
gerilya sampai saat Presiden dan Wakil Presiden dengan beberapa menteri kembali
ke Yogyakarta.
8.
Serangan Umum 1 Maret 1949
Pada tanggal 1 Maret 1949 dini hari sekitar
pukul 06.00 sewaktu sirine berbunyi sebagai tanda berakhirnya jam malam,
serangan umum dilancarkan dari segala penjuru. Letkol Soeharto langsung
memegang komando menyerang ke pusat kota. Serangan umum ini ternyata sukses.
Selama enam jam (dari jam 06.00 - jam 12.00 siang) Yogyakarta dapat diduduki
oleh TNI. Setelah Belanda mendatangkan bala bantuan dari Gombong dan Magelang,
dapat memukul mundur para pejuang kita.
9.
Persetujuan Roem-Royen
Atas inisiatif Komisi PBB untuk Indonesia
pada tanggal 14 April 1949 diselenggarakan perundingan di Jakarta di bawah
pimpinan Merle Cochran, anggota Komisi dari AS. Delegasi Indonesia dipimpin
oleh Moh. Roem dan delegasi Belanda dipimpin oleh H.J. Van Royen.
Isi Persetujuan Roem-Royen
antara lain sebagai berikut:
a.
Pihak
Indonesia bersedia mengeluarkan perintah kepada pengikut RI yang bersenjata
untuk menghentikan perang gerilya. RI juga akan Ikut serta dalam Konferensi
Meja Bundar (KMB) di Den Haag, guna mempercepat penyerahan kedaulatan kepada
Negara Indonesia Serikat (NIS), tanpa syarat.
b.
Pihak
Belanda menyetujui kembalinya RI ke Yogyakarta dan menjamin penghentian
gerakan-gerakan militer dan membebaskan semua tahanan politik. Belanda juga
berjanji tidak akan mendirikan dan mengakui negara-negara yang ada di wilayah
kekuasaan RI sebelum Desember 1948, serta menyetujui RI sebagai bagian dari
NIS.
10.
Yogya Kembali
Sejak awal 1949, ada tiga kelompok pimpinan
RI yang ditunggu untuk kembali ke Yogyakarta. Kelompok pertama adalah Kelompok
Bangka.Kedua adalah kelompok PDRI dibawah pimpinan Mr. Syafruddin
Prawiranegara. Kelompok ketiga adalah angkatan perang di bawah pimpinan
Panglima Besar Jenderal Sudirman. Sultan Hamangkubuwono IX bertindak sebagai
wakil Republik Indonesia, karena Keraton Yogyakarta bebas dari intervensi
Belanda, maka mempermudah untuk mengatasi masalah-masalah yang terkait dengan
kembalinya Yogya ke Republik Indonesia. Kelompok Bangka yang terdiri atas
Sukarno, Hatta, dan rombongan kembali ke Yogyakarta pada tanggal 6 Juli 1949,
kecuali Mr. Roem yang harus menyelesaikan urusannya sebagai ketua delegasi di
UNCI, masih tetap tinggal di Jakarta.
11.
Konferensi Inter Indonesia
Pada bulan Juli dan Agustus 1949 diadakan
konferensi Inter-Indonesia. Dalam konferensi itu diperlihatkan bahwa politik
devide et impera Belanda untuk memisahkan daerah-daerah di luar wilayah RI
mengalami kegagalan. Hasil Konferensi Inter-Indonesia yang diselenggarakan di
Yogyakarta antara lain:
a.
Negara
Indonesia Serikat disetujui dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS)
berdasarkan demokrasi dan federalisme;
b.
RIS
akan dikepalai oleh seorang presiden dibantu oleh menteri-menteri yang
bertanggung jawab kepada presiden;
c.
RIS
akan menerima penyerahan kedaulatan, baik dari RI maupun Belanda;
d.
Angkatan
Perang RIS adalah Angkatan Perang Nasional, dan Presiden RIS adalah Panglima
Tertinggi Angkatan Perang; dan
e.
Pembentukan
Angkatan Perang RIS adalah semata-mata soal bangsa Indonesia sendiri.
Dalam konferensi selanjutnya juga
diputuskan untuk membentuk Panitia
Persiapan Nasional yang
anggotanya terdiri atas wakil-wakil RI dan BFO. Tugasnya menyelenggarakan
persiapan dan menciptakan suasana tertib sebelum dan sesudah KMB.
12.
Konferensi Meja Bundar
Indonesia telah menetapkan delegasi yang
mewakili KMB yakni Moh. Hatta, Moh. Roem, Mr. Supomo, Dr. J. Leimena, Mr. Ali
Sastroamijoyo, Dr. Sukiman, Ir. Juanda, Dr. Sumitro Joyohadikusumo, Mr. Suyono
Hadinoto, Mr. AK. Pringgodigdo, TB. Simatupang, dan Mr. Sumardi. Sedangkan BFO
diwakili oleh Sultan Hamid II dari Pontianak.
KMB dibuka pada tanggal 23 Agustus 1949 di
Den Haag. Delegasi Belanda dipimpin oleh Mr. Van Maarseveen dan dari UNCI
sebagai mediator adalah Chritchley. Tujuan diadakan KMB adalah untuk:
a.
menyelesaikan
persengketaan antara Indonesia dan Belanda; dan
b.
mencapai
kesepakatan antara para peserta tentang tata cara penyerahan yang penuh dan
tanpa syarat kepada Negara Indonesia Serikat, sesuai dengan ketentuan
Persetuiuan Renville.
Hasil-hasil
keputusan dalam KNIB antara lain sebagai berikut:
a.
Belanda
mengakui keberadaan negara RIS (Republik Indonesia Serikat) sebagai negara yang
merdeka dan berdaulat. RIS terdiri dari RI dan 15 negara bagian/daerah yang
pernah dibentuk Belanda.
b.
Masalah
Irian Barat akan diselesaikan setahun kemudian, setelah pengakuan kedaulatan.
c.
Corak
pemerintahan RIS akan diatur dengan konstitusi yang dibuat oleh para delegasi
RI dan BFO selama KMB berlangsung.
d.
Akan
dibentuk Uni Indonesia Belanda yang bersifat lebih longgar , berdasarkan kerja
sama secara sukarela dan sederajat. Uni Indonesia Belanda ini disepakati oleh
Ratu Belanda.
e.
RIS
harus membayar utang-utang Hindia Belanda sampai waktu pengakuan kedaulatan.
f.
RIS
akan mengembalikan hak milik Belanda dan memberikan izin baru untuk
perusahaan-perusahaan Belanda.
13.
Pembentukan Republik
Indonesia Serikat
Tanggal 14 Desember 1949 diadakan pertemuan
di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta. Pertemuan ini dihadiri oleh
wakil-wakil Pemerintah RI, pemerintah negara-negara bagian, dan daerah untuk
membahas Konstitusi RIS. Pertemuan ini menyetujui naskah Undang-Undang Dasar
yang akan menjadi Konstitusi RIS.
Pada tanggal 16 Desember1949, Ir. Sukarno
terpilih sebagai Presiden RIS.
Secara resmi Ir. Sukarno
dilantik sebagai Presiden RIS tanggal 17 Agustus 1949, bertempat di Bangsal
Siti Hinggil Keraton Yogyakarta oleh Ketua Mahkamah Agung, Mr. Kusumah Atmaja,
dan Drs. Moh. Hatta diangkat sebagai Perdana Menteri. Tanggal 20 Desember 1949
Kabinet Moh. Hatta dilantik. Dengan demikian terbentuk Pemerintahan RIS.
14.
Pengakuan Kedaulatan
Pada tanggal 27 Desember 1949, terjadilah
penyerahan kedaulatan Belanda kepada Indonesia yang dilakukan di Belanda dan di
Indonesia. Di Negeri Belanda, delegasi Indonesia dipimpin oleh Moh. Hatta
sedangkan pihak Belanda hadir Ratu Juliana, Perdana Menteri Willem Drees, dan
Menteri Seberang Lautan Sasseu bersama-sama menandatangani akte penyerahan
kedaulatan di Ruang Tahta Amsterdam. Di Indonesia dilakukan oleh Sri Sultan
Hamengkubuwono IX dan Wakil Tinggi Mahkota Belanda A.H.S. Lovink. Pengakuan pertama datang dari negara-negara yang
tergabung dalam Liga Arab, yaitu Mesir, Suriah, Lebanon, Saudi Arabia, Afganistan,
India, dan lainlain.
15.
Kembali ke Negara Kesatuan
Perdana Menteri RIS, Moh. Hatta mengadakan
pertemuan dengan Sukawati (NIT) dan Mansur (Sumatra Timur). Mereka sepakat
untuk membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Setelah itu diadakan konferensi yang dihadiri oleh
wakil-wakil RIS, termasuk dari Sumatra Timur dan NIT. Melalui konferensi itu
akhirnya pada tanggal 19 Mei 1950 tercapai persetujuan yang dituangkan dalam
Piagam Persetujuan. Isi pentingnya adalah :
a.
Kesediaan
bersama untuk membentuk negara kesatuan sebagai penjelmaan dari negara RI yang
berdasarkan pada Proklamasi 17 Agustus 1945; dan
b.
Penyempurnaan
Konstitusi RIS, dengan memasukkan bagian-bagian penting dari UUD RI tahun 1945.
Untuk ini diserahkan kepada panitia bersama untuk menyusun Rencana UUD Negara
Kesatuan.
Panitia bersama juga ditugaskan untuk
melaksanakan isi Piagam Persetujuan 19 Mei 1950. Pada tanggal 12 Agustus 1950,
pihak KNIP RI menyetujui Rancangan UUD itu menjadi UUD Sementara. Kemudian,
tanggal 14 Agustus 1950, DPR dan Senat RIS mengesahkan Rancangan UUD Sementara
KNIP, menjadi UUD yang terkenal dengan sebutan Undang-Undang Dasar Sementara
(UUDS) tahun 1950.
Dengan demikian, berakhirlah
riwayat hidup negara RIS, dan secara resmi tanggal 17 Agustus 1950 terbentuklah
kembali Negara Kesatuan RI. Sukarno kembali sebagai Presiden dan Moh. Hatta
sebagai Wakil Presiden RI.
C.
Nilai-nilai Kejuangan Masa
Revolusi
1.
Persatuan
dan Kesatuan
2.
Rela
Berkorban dan Tanpa Pamrih
3.
Cinta
pada Tanah Air
4.
Saling
Pengertian dan Harga Menghargai
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari penjelasan diatas kita dapat
mengetahui bahwa saat indonesia setelah merdeka, keadaan awal indonesia pasaat
itu seperti bayi yang baru lahir, yang harus memulai kenegaraannya dari titik
baru titik dimana indonesia sudah mulai mendapat pengakuan de facto sebagai
negara. Namun dalam pembangunan konteks negara, Indonesia masih saja dijajah
oleh bangsa Belanda yang mencoba masuk ke Indonesia dengan membawa pasukan yaitu
yang disebut dengan AFNEI. Kedatangannya yang dibonceng juga oleh NICA
menimbulkan kecurigaan terhadap indonesia dan bersikap anti Belanda.
B. Saran
Demikian pembahasan kami, adapun saran yang ingin
kami sampaikan aalah semoga makalah ini dapat member manfaat untuk semuanya.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar