KATA PENGANTAR
Pertama-tama perkenankanlah kami selaku penyusun makalah ini
mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa sehingga kami dapat menyusun
makalah ini dengan judul Berpilaku taat dan kompetisi dalam kebaikan dan
etos kerja
Tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk memahami aspek
pendidikan agama islam terutama untuk perilaku terpuji. Dengan mempelajari isi
dari makalah ini diharapkan generasi muda bangsa mampu menjadi islam yang
sesungguhnya, saleh, beriman kepada Allah SWT dan bermanfaat bagi masyarakat.
Ucapan terima kasih dan puji syukur kami sampaikan kepada
Allah dan semua pihak yang telah membantu kelancaran, memberikan masukan serta
ide-ide untuk menyusun makalah ini.
Kami selaku penyusun telah berusaha
sebaik mungkin untuk menyempurnakan makalah ini, namun tidak mustahil apabila
terdapat kekurangan maupun kesalahan. Oleh karena itu kami memohon saran serta
komentar yang dapat kami jadikan motivasi untuk menyempurnakan pedoman dimasa yang
akan datang.
Parigi, 20 September 2017
Penyusun,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................. 1
DAFTAR ISI ................................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................. 3
1.2 Rumusan Masalah............................................................................ 3
1.3. Tujuan Penulisan.............................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Berkompetisi…………………………………………...4
2.2 Pengertian Kebaikan ………………………………………………4
2.3
Berkompetisi dalam Kebaikan Sesuai
Perintah Allah SWT dalam
Surat Al-Baqarah:148 dan Surat Al Fathir
: 32…………………….5
2.4. Pentingnya Taat Kepada Aturan Dalam Islam…………………….7
2.5. Perilaku
Etos Kerja………………………………………………..8
BAB II PENUTUP
3.1 Kesimpulan...................................................................................... 10
3.2 Saran................................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 11
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Allah SWT telah menciptakan manusia
bersuku-suku, berbangsa-bangsa untuk saling kenal mengenal. Allah SWT juga
telah menurunkan kepada ummat manusia setiap masa seorang Rasul dengan membawa
syari’atnya masing-masing. Kita tahu ada ummat Yahudi, Nasrani, Majusi, dan
Islam, serta ummat yang lain. Setiap ummat pemeluk agama ( Kabilah ) mempunya
kiblat sendiri, Orang Yahudi mempunyia Kiblat sendiri yang mereka menghadap
kepadanya. Orang Nasrani juga mempunyai kiblat sendiri yang
mereka menghadap kepadanya. Allah memberi petunjuk kepada Ummat
muhammad kepada Kiblat yang di ridhoi Allah SWT yaitu Ka’bah.
Ummat Islam di perintah oleh Allah
SWT untuk berlomba-lomba dengan ummat yang lain dalam berbuat kebaikan, semua
perbuatan akan mendapatkan penilaian dari Allah SWT, amal siapakah yang dinilai
baik oleh Allah SWT? Jawabannya
tentu harus di kembalikan kepada
Allah SWT.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang masalah di atas, maka kami merumuskan beberapa hal yang akan dibahas
pada makalah ini, yaitu :
1. Apa pengertian dari berkompetisi ? dan Apa
pengertian kebaikan?
3. Bagaimana penjelasan
perintah Allah SWT dalam Al-Quran Surat
Al-Baqarah:148 serta Surat Al Fathir : 32
1.3. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Agar kita mengetahui dan
memahami perintah Allah SWT untuk berkompetisi dalam berbuat kebaikan.
2. Untuk mengingatkan kita
agar senantiasa berbuat kebaikan, kapanpun dan dimanapun.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Berkompetisi
Kompetisi
adalah kata kerja intransitive yang berarti tidak membutuhkan objek sebagai
korban kecuali ditambah dengan pasangan kata lain seperti against (melawan),
over (atas), atau with (dengan). Tambahan itu pilihan hidup dan bisa
disesuaikan dengan kepentingan keadaan menurut versi tertentu.
Menurut
Deaux, Dane dan Wrightsman (1993), kompetisi adalah aktivitas mencapai tujuan
dengan cara mengalahkan orang lain atau kelompok. Individu atau kelompok
memilih untuk bekerja sama atau berkompetisi tergantung dari struktur reward
dalam suatu situasi.
2.2
Pengertian Kebaikan
Secara umum kebaikan adalah sesuatu yang diinginkan,
yang diusahakan dan menjadi tujuan manusia. Tingkah laku manusia adalah baik
dan benar, jika tingkah
laku tersebut menuju kesempuranan manusia. Kebaikan disebut nilai(value), apabila kebaikan itu bagi seseorang
menjadi kebaikan yang konkrit.Manusia menentukan tingkah lakunya untuk tujuan
dan memilih jalanyang ditempuh. Pertama kali yang timbul dalam jiwa
adalah tujuan itu, dalampelaksanaanya yang pertama diperlukan adalah
jalan-jalan itu. Jalan yangditempuh
mendapatkan nilai dari tujuan akhir.Manusia harus mempunyai tujuan akhir
untuk arah hidupnya.
Tingkah
laku atau perbuatan menjadi baik dalam arti
akhlak, apabila membimbing manusia ke arah tujuan akhir, yaitu dengan melakukan
perbuatan yang membuatnya baik sebagai manusia
Berdasarkan norma susila, kebaikan atau keburukan
perbuatan manusiadapat dipandang melalui beberapa cara, yaitu :
a) Objektif, keadaan perseorangan tidak dipandang.
b) Subjektif, keadaan perseorangan diperhitungkan.
c) Batiniah, berasal dari dalam perbuatan sendiri (kebatinan, intrinsic)
d)
Lahiriah, berasal dari perintah atau larangan Hukum Positif (ekstrinsik)Perbuatan
yang sendirinya jahat tidak dapat menjadi baik atau netralkarena alasan
atau keadaan. Biarpun mungkin taraf keburukannya dapat berubahsedikit sedikit, orang tidak boleh berbuat jahat
untuk mencapai kebaikan.Perbuatan yang baik, tumbuh dalam kebaikannya, karena
kebaikan alasandan keadaannya. Suatu alasan atau keadaan yang jahat
sekali, telah cukup untuk menjahatkan perbuatan. Kalau kejahatan itu
sedikit, maka kebaikan perbuatanhanya akan
dikurangi.Perbuatan netral memproleh kesusilaannya, karena alasan dan
keadaannya.Jika ada beberapa keadaan, baik dan jahat, sedang perbuatan itu
sendiri ada baik atau netral dipergunakan.
2.3 Berkompetisi dalam Kebaikan Sesuai
Perintah Allah SWT dalam Surat Al-Baqarah:148 dan Surat Al Fathir : 32
Berikut ini adalah beberapa ayat
Al-Qur’an yang memerintahkan kepada kita Ummat Islam untuk berlomba-lomba
dengan ummat yang lain dalam berbuat kebaikan. Diantaranya Surah al-Baqarah
ayat 148 dan surah fathir ayat 32 :
A.
Surah Al-Baqarah,2: 148
Isi
Kandungan
Tiap tiap umat ada kiblatnya masing
masing yang dijadikan arah untuk ibadah pada zamanya. Umat Islam menhadapkan
wajahnya dalam beribadah menuju ke arah Masjidil Haram yang di dalamnya ada
bangunan Kakbah. Umat nabi Ibrahim dan Ismail juga menghadap ke arah Kakbah
sedangkan umat Bani Izrail dan umat Nasrani menghadap ke arah Baitul Maqdis.
Allah swt memberikan ketentuan bagi setiap umat manusia dalam beribadah
kepadaNya dengan menunjukkan rah kiblat yang sudah di tentukan. Manusia yang
taat dan patuh terhadap apa yang diperintahkan Allah tentu akan melaksanakan
dengan penuh taqwa, sedangkan orang yang ingkar akan mencari dan membuat arah
kiblat sendiri sesuai dengan keinginanya.
Allah swt akan dapat menilai dan
melihat hamba hambanya yang patuh dan taat, dapat pula melihat hambanya yang
melanggar serta meninggalkan perintahnya. Manusia yang senantiasa berbuat baik
dan taat pastilah Allah akan membalasanya dengan pahala berupa Syurga,
Sedangkan manusia yang lalai dan meninggalkan perintah Allah maka tempatnya
adalah di Neraka yang apinya senantiasa menyala nyala.
Hari kiamat sebagi hari pembalasan
akan menjadi suatu masa bahwa setiap perbuatan manusia akan diminta
pertanggungjawabanya. Perbuatan baik sekecil appun pasti akan mendapat
balasanya demikian juga perbuatan buruk atau jahat sekecil apapun juga akan
mendapat balasan yang sangat adil dan setimpal. Tak ada satupun manusia di hari
kiamat yang akan dapat meloloskan diri dari pengadilan Allah swt. Kehidupan di
akhirat hakekatnya adalah kehidupan hakiki dan merupakan kehidupan yang
sebenarnya,oleh karena itu kehidupan yang sebentar di dunia ini hendaklah benar
benar digunakan dengan sebaik baiknya untuk di isi dengan amal perbuatan yang
baik. Kebahagiaan manusia di akhirat sesungguhnya ditentukan oleh kebahagiaan
di dunia ini dengan satu syarat senantiasa melakukan dan melaksanakan syariat Allah
dengan sebaik baiknya.
Allah swt sudah memberikan gambaran
dan peringatan agar manusia berhati hati dalam hidup ini sebagaimana banyak
tertuang dalam firman Allah yang berisi agar manusia berbuat baik, karena
setiap perbuatan akan kembali kepada manusia itu sendiri. Seperti disebutkan
dalam Al quran surat, Al-baqarah ayat; 25,58,83,195, Al-Maidah : 13, Al-An`am :
84, Al-A`raf : 56, Yunus: 26, dan Surat Yunus : 7
Selain firman Allah tersbut masih
banyak surat dalam Al quran yang memerintahkan untuk berbuat baik. Maka dengan
niat penuh keikhlasan hendaklah kita awali dan perbaharui hidup ini dengan niat
untuk senantiasa melakukan amal amal perbuatan yang baik.
Penerapan dalam Kehidupan Sehari-hari
·
Kita harus berusaha untuk menjadi
pribadi yang selalu berusaha untuk berbuat kebaikan sebanyak-banyaknya, dan
juga meyakini bahwa nantinya akan ada hari kiamat/hari pembalasan.
·
Meyakini bahwa setelah hidup di
dunia masih ada kehidupan yang selanjutnya yaitu di alam kubur dan alam
akhirat, sehingga di dunia ini kita harus berbuat kebaikan yang
sebanyak-banyaknya untuk bekal di akhirat nanti.
· Sebagai seorang muslim kita harus
memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya, contohnya, adalah menggunakan waktu
luang untuk memperbanyak ibadah kepada Allah swt.
· Memperbanyak berbuat kebaikan karena
nantinya akan mendapatkan pembalasan di hari pembalasan nanti. Ingat, bahwa
kebaikan sekecil apapun yang kita kerjakan selama di dunia ini pasti akan
mendapatkan balasan, sebaliknya kejahatan sekecil apapun juga akan mendapatkan
balasan.
· Senang berbuat baik terhadap diri
sendiri dan orang lain serta alam sekitarnya sebagai bukti dari keimanan dan
ketaqwaan kita kepada Allah swt.
· Di sekolah kita harus berlomba-lomba
dalam kebaikan, misalnya dalam belajar, dalam mengerjakan ulangan secara jujur,
sehingga kita bisa mendapatkan nilai yang terbaik dan memuaskan.
B.
Surat Al Fathir : 32
Isi Kandungan :
Berdasarkan surat dan ayat di atas
Ibnu Taimiyyah membagi manusia kedalam tiga derajat kedudukan manusia :
1.
Golongan Dholimun Linafsih, ialah golongan yang selalu mendholimi dan
menganiaya diri sendiri. Mereka merupakan golongan yang durhaka kepada Allah
SWT, dengan meninggalkan perintaNya dan mengerjakan Larangan laranganNya.
2.
Golongan Mukhtasid, ialah golongan dari kelompok manusia yang derajatnya berada
pada pertengahan, bersifat cermat dan senantiasa berhati hati dengan
melaksanakan kewajiban dan menjauhi larangan laranganNya.
3.
Golongan Sabiqun Bil Khairat, ialah golongan dari manusia yang senantiasa aktif
dalam melakukan kebaikan. Golongan ini memiliki ruhiyyah yangtinggi dengan
senantiasa melaksanakan yang wajib dan mengerjakan amalan amalan yang sunat.
Hidupnya istiqomah dan menjauhi dari perkara perkara yang syubhat dan ragu ragu
dalam kehidupan sehari hari.
Allah swt mewariskan kitab ( Al
Quran ) kepada hamba hambanya yang terpilih untuk diamalkan dan dikerjakan apa
yang diperintahkan dan dilarang dalam kitab tersebut. Dalam kenyataanya manusia
memiliki berbagai ragam bentuk aktifitas untuk menerima dan mewarisi kitab yang
telah Allah wariskan. Ada diantara mereka menanggapi kitab Allah dengan sungguh
sungguh dan mengerjakanya dengan amal amal perbuatan baik karena mendapatkan
ridho dan izin Allah, adapula yang menerima dengan seenaknya tanpa mau
mengerjakan apalagi mentaati isi dan ajaran kitab Allah tersebut sehingga apa
yang dilakukanya sesungguhnya seperti menganiaya diri sendiri. Karena manusia
yang tidak mau beramal baik sesuai dengan kitab Allah sesungguhnya amal
perbuatan itu akan kembali pada dirinya sendiri. Dan yang lebih banyak manusia
itu ada di pertengahan yang terkadang taat namun dilain waktu manusia itu
melanggar.
Kitab Allah ( Al-Quran ) merupakan
satu pedoman hidup manusia baik untuk kebahagiaan di dunia maupun kebahagiaan
hidup di akhirat. Agar manusia mampu meraih kedua hal tersebut maka manusia
dituntut untuk mampu memahami, membaca, dan mengamalkan apa yang terkandung
dalam kitab Allah tersebut. Orang Islam mempunyai kewajiban untuk mampu dan
dapat membaca Al-quran dengan baik dan benar, memahami arti dan maknanya, serta
mengamalkan apa yang ada didalamnya.
Sayid Sabiq dalam kitabnya telah
membagi akhlak manusia kedalam tiga tingkatan :
1.
Nafsu Amarah, ialah nafsu manusia yang tingkatanya paling rendah dan sangat
hina karena senantiasa mengutamakan desakan dan bisikan hawa nafsu yang merupakan
godaan syaitan.
2.
Nafsu Lawwammah, ialah nafsu yang senantiasa menjaga amal manusia untuk berbuat
salih dan berhati hati serta instropeksi terhadap kesalahan kesalahan apabila
terperosok kedalam kemungkaran.
3.
Nafsu Muthmainah, ialah akhlak manusia yang paling tinggi derajatnya karena
memiliki ruhani dan jiwa yang tenang, suci, dalam keadaan selalu melakukan
kebaikan kebaikan dan beramal shalih.
Penerapan dalam Kehidupan Sehari-hari
- Kita harus selalu berusaha untuk menjadi orang-orang yang bertaqwa dengan menjalankan apa-apa yang telah diperintahkan dan menjauhi apa-apa yang telah menjadi larangannya.
- Selalu berusaha semaksimal mungkin dalam berbuat kebaikan
- Bertaubat apabila melakukan suatu kejahat, dan berusaha untuk tidak mengulanginya lagi
- Menjadikan amal shalih sebagai kebutuhan kita
2.4. Pentingnya Taat Kepada
Aturan Dalam Islam
·
Pengeritan Taat. Taat artinya tunduk, baik kepada Allah Swt.,
pemerintah, orang tua dan lain-lain, tidak berlaku curang, dan setia.
·
Pengertian aturan adalah tindakan atau perbuatan yang harus dijalankan.
Taat pada aturan adalah sikap tunduk kepada tindakan atau perbuatan yang telah
diatur baik oleh Allah Swt., nabi, pemimpin, atau yang lainnya. Di rumah
terdapat aturan, di sekolah terdapat aturan, di lingkungan masyarakat
terdapat aturan, di mana saja kita berada, pasti ada aturannya. Aturan dibuat
dengan maksud agar terjadi ketertiban dan ketenteraman. Mustahil aturan dibuat
tanpa adanya tujuan. Oleh karena itu, wajib hukumnya kita menaati aturan yang
berlaku. Taat kepada Allah Swt. adalah hal yang paling utama, namun kita juga
harus taat kepada para pemimpin kita selama tidak bertentangan dengan aturan
agama.
·
Aturan yang tertinggi
adalah aturan yang dibuat oleh Allah Swt., yaitu aturan-aturan yang terdapat
pada al-Qur’an. Sementara di bawahnya ada aturan yang dibuat oleh Nabi Muhammad
saw., yang disebut sunah atau hadis. Di bawahnya lagi ada aturan yang dibuat
oleh para pemimpin (amir), baik pemimpin pemerintah, negara, daerah, maupun
pemimpin yang lain, termasuk pemimpin keluarga.
·
Peranan para pemimpin
sangatlah penting. Sebuah institusi, dari terkecil sampai pada suatu negara
sebagai institusi terbesar, tidak akan stabil tanpa adanya pemimpin. Tanpa
adanya seorang pemimpin dalam sebuah negara, tentulah negara tersebut akan
menjadi lemah dan mudah terombang-ambing oleh kekuatan luar. Oleh karena itu,
Islam memerintahkan umatnya untuk taat kepada pemimpin karena dengan ketaatan
rakyat kepada pemimpin (selama tidak melakukan maksiat), akan terciptalah
keamanan dan ketertiban serta kemakmuran.
·
Ayat dan hadis yang
berhubungan dengan ketaatan pada aturan dan pimpinan. Dalam agama Islam, banyak
dalil yang menunjukkan perintah untuk mentaati pemerintah, selain dalam hal
maksiat kepada Allah. Diantaranya firman Allah dalam Al-Quran :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
·
"Hai orang-orang yang
beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara
kamu." (QS. An-Nisa: 59)
2.5.
Perilaku
Etos Kerja
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, etos adalah pandangan hidup yangg khas dari suatu golongan
sosial. Jadi, pengertian Etos Kerja adalah semangat kerja yg menjadi ciri khas dan
keyakinan seseorang atau suatu kelompok.
Etos berasal dari
bahasa Yunani yang berarti sesuatu yang diyakini, cara berbuat, sikap serta
persepsi terhadap nilai bekerja. Sedangkan Etos Kerja Muslim dapat
didefinisikan sebagai cara pandang yang diyakini seorang muslim bahwa bekerja tidak
hanya bertujuan memuliakan diri, tetapi juga sebagai suatu manifestasi dari
amal sholeh dan mempunyai nilai ibadah yang luhur.
Etos Kerja merupakan
totalitas kepribadian diri serta cara mengekspresikan, memandang, meyakini, dan
memberikan sesuatu yang bermakna, yang mendorong dirinya untuk bertindak dan
meraih amal yang optimal (high performance).
Etos Kerja
Muslim didefenisikan sebagai sikap kepribadian yang melahirkan keyakinan
yang sangat mendalam bahwa bekerja itu bukan saja untuk memuliakan dirinya,
menampakkan kemanusiaannya, melainkan juga sebagai suatu manifestasi dari amal
sholeh. Sehingga bekerja yang didasarkan pada prinsip-prinsip iman bukan saja
menunjukkan fitrah seorang muslim, melainkan sekaligus meninggikan martabat
dirinya sebagai hamba Allah yang didera kerinduan untuk menjadikan dirinya
sebagai sosok yang dapat dipercaya, menampilkan dirinya sebagai manusia yang
amanah, menunjukkan sikap pengabdian sebagaimana firman Allah, “Dan tidak Aku
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”, (QS.
adz-Dzaariyat : 56).
Bekerja adalah fitrah dan
merupakan salah satu identitas manusia, sehingga bekerja yang didasarkan pada
prinsip-prinsip iman tauhid, bukan saja menunjukkan fitrah seorang muslim,
tetapi sekaligus meninggikan martabat dirinya sebagai hamba Allah SWT.
Apabila bekerja itu adalah
fitrah manusia, maka jelaslah bahwa manusia yang enggan bekerja, malas dan
tidak mau mendayagunakan seluruh potensi diri untuk menyatakan keimanan dalam
bentuk amal kreatif, sesungguhnya dia itu melawan fitrah dirinya sendiri, dan
menurunkan derajat identitas dirinya sebagai manusia.
Setiap muslim selayaknya
tidak asal bekerja, mendapat gaji, atau sekedar menjaga gengsi agar tidak
dianggap sebagai pengangguran. Karena, kesadaran bekerja secara produktif serta
dilandasi semangat tauhid dan tanggung jawab merupakan salah satu ciri yang
khas dari karakter atau kepribadian seorang muslim.
Tidak ada alasan bagi
seorang muslim untuk menjadi pengangguran, apalagi menjadi manusii yang
kehilangan semangat inovatif. Karena sikap hidup yang tak memberikan makna,
apalagi menjadi beban dan peminta-minta, pada hakekatnya merupakan tindakan
yang tercela. Seorang muslim yang memiliki etos kerja adalah mereka yang selalu obsesif atau ingin
berbuat sesuatu yang penuh manfaat yang merupakan bagian amanah dari Allah. Dan
cara pandang untuk melaksanakan sesuatu harus didasarkan kepada tiga dimensi
kesadaran, yaitu : dimensi ma’rifat (aku tahu),
dimensi hakikat (aku berharap), dan dimensisyariat (aku berbuat).
Perilaku mulia dalam etos kerja yang perlu dilestarikan
adalah:
1.
Meyakini bahwa dengan kerja
keras, pasti ia akan mendapatkan sesuatu yang diinginkan (“man jada wa jada” –
Siapa yang giat, pasti dapat)
2.
Melakukan sesuatu dengan
prinsip: “Mulai dari diri sendiri, mulai dari yang terkecil, dan mulai dari
sekarang.”
3.
Pentang menyerah dalam
melakukan suatu pekerjaan.
وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ
وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ ۖ وَسَتُرَدُّونَ إِلَىٰ عَالِمِ الْغَيْبِ
وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Artinya:
“Dan katakanlah, “Bekerjalah kamu, maka Allah
akan melihat pekerjaanmu, begitu juga rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan
kamu akan dikembalikan kepada Allah yang maha mengetahui yang gaib dan yang
nyata, lalu diberitahukan-Nya kepada kamu apa yang telah kemu kerjakan.” (Q.S. At-Taubah/9 : 105)
Pada Q.S. At-Taubah/9: 105 menjelaskan, bahwa
Allah Swt. memerintahkan kepada kita untuk semangat dalam melakukan amal saleh
sebanyak-banyaknya. Allah Swt. akan melihat dan menilai amal-amal tersebut. Pada
akhirnya, seluruh manusia akan dikembalikan kepada Allah Swt. dengan membawa
amal perbuatannya masing-masing. Mereka yang berbuat baik akan diberi pahala
atas perbuatannya itu. Mereka yang berbuat jahat akan diberi siksaan atas
perbuatan yang telah mereka lakukan selama hidup di dunia.
BAB II
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Suatu
nikmat apabila telah disyukuri, Tuhan berjanji akan menambahnya lagi. Dan
janganlah sampai berbudi rendah, tidak mengingat terima kasih. Tidak syukur
atas nikmat adalah suatu kekufuran. Kalau nikmat yang telah dianugerahkan Allah
tidak disyukuri, mudah saja bagi Allah mencabutnya kembali, dan menghidupkan
kita di dalam gelap.
Meskipun
Rasul sudah diutus, ayat sudah diberikan, al-Qura'n sudah diwahyukan, hikmat
sudah diajarkan dan kiblat sudah terang pula, semuanya tidak akan ada artinya
kalau tidak ingat kepada Allah (zikir) dan bersyukur. Orang yang tidak
mensyukuri nikmat Tuhan yang telah ada, tidaklah akan rnerasai nikmat Islam
itu. Maka zikir dan syukur, adalah dua pegangan teguh yang banyak diterangkan
di dalam al-Quran dan Sunnah Rasulullah s.a.w.
Dari
penjabaran diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa manusia tak lepas dari
sebuah dosa. Dimanapun kita berada pasti kita sering melakukan dosa setiap
harinya ,entah kita sadari atau tidak.Apabila kita ingin berbuat baik kepada
orang lain.Terkadang kita salah mengerti dengan keadaan orang tersebut sehingga
terjadi salah paham diantara sesama.
Dimanapun
kaki ini menginjak dan dimanapun nafas ini masih menghembus, jalankanlah
perintah berlomba-lombalah dalam kebaikan sesuai dengan maksud yang ada.
Berikanlah yang terbaik untuk sesama dan pahami bagaimana keadaannya terlebih
dahulu agar kita terhindar dari rasa kesalahpahaman antar sesama serta tidak
ada yang dirugikan atas semua tindakan baik kita.
3.2 Saran
Berbuat kebaikan jelas diperintahkan oleh Allah SWT. Perintah
untuk berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan, dapat kita temukan dalam Al-Quran
maupun Al-Hadist.
DAFTAR PUSTAKA