Kamis, 08 Agustus 2024

MAKALAH CYBER CRIME

CYBER CRIME & UU ITE

 

 

 

 

 

 

Makalah

 

 Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas dalam Mata Kuliah

Literasi Teknologi Informasi


 

 

 

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, saya bisa menyusun dan menyelesaikan makalah yang berjudul “CyberCrime”. Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan dorongan dan motivasi.

            Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik serta saran yang membangun guna menyempurnakan makalah ini dan dapat menjadi acuan dalam menyusun makalah-makalah atau tugas-tugas selanjutnya.

            Penulis juga memohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini terdapat kesalahan pengetikan dan kekeliruan sehingga membingungkan pembaca dalam memahami maksud penulis.

 

 

Tasikmalaya,  Februari 2024

 

 

 

Penulis

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR ISI

 

KATA PENGANTAR.. i

DAFTAR ISI. ii

BAB I    PENDAHULUAN.. 1

           1.1 Latar Belakang. 1

           1.2 Perumusan dan Batasan Masalah. 2

           1.3 Tujuan Penulisan. 2

           1.4 Manfaat Penulisan. 2

BAB II PEMBAHASAN.. 4

           2.1 Pengertian Cyber Crime. 4

           2.2 Jenis-jenis Cyber Crime. 5

           2.3 Sejarah Cyber Crime. 10

           2.4. Faktor Penyebab Cyber Crime. 11

           2.5.Modus Cyber Crime. 12

           2.6 Faktor-Faktor yang mempengaruhi tindak pidana Cyber Crime. 12

           2.7. Cyber Crime di Indonesia. 15

           2.8. Cyber Crime di Luar Negeri 18

           2.9.Upaya Penanggulangan Kejahatan Siber 20

BAB III PENUTUP. 25

           3.1 Kesimpulan. 25

           3.2 Saran dan Kritik. 25

DAFTAR PUSTAKA.. 26

 

 


BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1     Latar Belakang

Kebutuhan akan teknologi Jaringan Komputer semakin meningkat. Selain sebagai media penyedia informasi, melalui Internet pula kegiatan komunitas komersial menjadi bagian terbesar, dan terpesat pertumbuhannya serta menembus berbagai batas negara. Bahkan melalui jaringan ini kegiatan pasar di dunia bisa diketahui selama 24 jam. Melalui dunia internet atau disebut juga cyberspace, apapun dapat dilakukan. Segi positif dari dunia maya ini tentu saja menambah trend perkembangan teknologi dunia dengan segala bentuk kreatifitas manusia. Namun dampak negatif pun tidak bisa dihindari. Tatkala pornografi marak di media Internet, masyarakat pun tak bisa berbuat banyak.

Seiring dengan perkembangan teknologi Internet, menyebabkan munculnya kejahatan yang disebut dengan “CyberCrime” atau kejahatan melalui jaringan Internet. Munculnya beberapa kasus “CyberCrime” di Indonesia, seperti pencurian kartu kredit, hacking beberapa situs, menyadap transmisi data orang lain, misalnya email, dan memanipulasi data dengan cara menyiapkan perintah yang tidak dikehendaki ke dalam programmer komputer. Sehingga dalam kejahatan komputer dimungkinkan adanya delik formil dan delik materil. Delik formil adalah perbuatan seseorang yang memasuki komputer orang lain tanpa ijin, sedangkan delik materil adalah perbuatan yang menimbulkan akibat kerugian bagi orang lain. Adanya CyberCrime telah menjadi ancaman stabilitas, sehingga pemerintah sulit mengimbangi teknik kejahatan yang dilakukan dengan teknologi komputer, khususnya jaringan internet dan intranet itu sendiri.

Berdasarkan uraian singkat diatas, penulis menulis makalah dengan judul : “CYBER CRIME DAN UU ITE” yang akan dipapakaran dalam penjelasan selajutnya dalam makalah ini.

 

 

1.2     Perumusan dan Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka perumusan masalah yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

a.         Apa yang dimaksud dengan cyber crime?

b.        Apa saja jenis-jenis dari cyber crime?

c.         Bagaimana sejarah asal mulanya terjadi cyber crime?

d.        Apa faktor penyebab dari cyber crime?

e.         Apa saja modus cyber crime?

f.          Bagaimana cyber crime di Indonesia?

g.        Bagaimana cyber crime di luar negeri?

h.        Penanganannya seperti apa?

 

1.3     Tujuan Penulisan

Hakekat kegiatan penulisan adalah penyaluran hasrat ingin tahu manusia dalam taraf keilmuan, karena manusia pada dasarnya selalu ingin tahu sebab dari suatu rentetan akibat. Demikian pula halnya dengan penulisan karya bidang tulis hukum, berupa makalah, sesungguhnya tidak lepas dari adanya suatu tujuan yang ingin dicapai yaitu sebagi berikut :

a.         Untuk mengetahui pengertian cyber crime

b.        Untuk mengetahui jenis-jenis dari cyber crime

c.         Untuk mengetahui sejarah asal mulanya terjadi cyber crime

d.        Untuk mengetahui faktor penyebab dari cyber crime

e.         Untuk mengetahui modus cyber crime

f.          Untuk mengetahui cyber crime di Indonesia

g.        Untuk mengetahui cyber crime di luar negeri

h.        Untuk mengetahui Penanganannya seperti apa

 

1.4     Manfaat Penulisan

Sehubungan dengan isu hukum yang diangkat dalam tulisan hukum ini, maka diharapakan nantinya dapat memberikan suatu manfaat sebgai berikut :

a.         Secara teoritis, bahwa penulisan makalah ini merupakan sumbangan pemikiran penulis, dalam kerangka pembinaan dan pengembangan pendidikan dan pengetahuan bidang hukum kedepan, khususnya untuk telaah hukum yang sifatnya normatif.

b.        Secara praktis, penulisan makalah ini diharapakan dapat menjadi bahan masukan bagi semua pihak yang membacanya, khususnya Sebagai media untuk menambah wawasan serta Bahan referensi aktual dan Bahan bacaan serta pengetahuan.

 

 

 

 

 

 

 

 


BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1     Pengertian Cyber Crime

Cybercrime atau Kejahatan Siber adalah tidak criminal yang dilakkukan dengan menggunakan teknologi computer sebagai alat kejahatan utama. Cybercrime merupakan kejahatan yang memanfaatkan perkembangan teknologi computer khusunya internet. Cybercrime didefinisikan sebagai perbuatan melanggar hukum yang memanfaatkan teknologi computer yang berbasasis pada kecanggihan perkembangan teknologi internet, Berikut Beberapa pendapat mengindentikkan cybercrime dengan computer crime :

a.       The U.S. Department of Justice memberikan pengertien computer crime sebagai: “…any illegal act requiring knowledge of computer technology for its perpetration, investigation, or prosecution”.

b.      Pengertian tersebut identik dengan yang diberikan Organization of European Community Development, yang mendefinisikan computer crime sebagai: “any illegal, unehtical or unauthorized behavior relating to the automatic processing and/or the transmission of data”.

c.       Adapun Andi Hamzah (1989) dalam tulisannya “Aspek-aspek Pidana di Bidang komputer”, mengartikan kejahatan komputer sebagai: ”Kejahatan di bidang komputer secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan komputer secara illegal”.

Dari beberapa pendapat pengertian di atas, computer crime atau Kejahatan Siber dirumuskan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan memakai komputer sebagai sarana atau alat atau komputer sebagai objek, baik untuk memperoleh keuntungan ataupun tidak, dengan merugikan pihak lain. Secara ringkas computer crime atau Kejahatan Siber didefinisikan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan menggunakan teknologi komputer yang canggih.

 

 

2.2     Jenis-jenis Cyber Crime

2.2.1 Karakteristik Jenis-jenis Cybercrime Atau Kejahatan Siber

Dalam bentuk-bentuk Cybercrime atau Kejahatan Siber ada beberapa karakteristik yang terdapat dalam Cybercrime atau Kejahatan Siber sebagai berikut :

a.         Kejahatan kerah biru (blue collar crime)

Kejahatan ini merupakan jenis kejahatan atau tindak kriminal yang dilakukan secara konvensional seperti misalnya perampokkan, pencurian, pembunuhan dan lain-lain.

b.        Kejahatan kerah putih (white collar crime)

Kejahatan jenis ini terbagi dalam empat kelompok kejahatan, yakni kejahatan korporasi, kejahatan birokrat, malpraktek, dan kejahatan individu.

Cybercrime sendiri sebagai kejahatan yang muncul sebagai akibat adanya komunitas dunia maya di internet, memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan kedua model di atas. Karakteristik unik dari kejahatan di dunia maya tersebut antara lain menyangkut lima hal berikut:

a.         Ruang lingkup kejahatan

b.        Sifat kejahatan

c.         Pelaku kejahatan

d.        Modus Kejahatan

e.         Jenis kerugian yang ditimbulkan

2.2.2 Jenis-jenis Cybercrime Atau Kejahatan Siber

Adapun bentuk-bentuk Cybercrime atau Kejahatan Siber itu sendiri, terbagi atas beberapa jenis sebagai berikut :

a.         Berdasarkan jenis aktifitas yang dilakukannya, cybercrime dapat digolongkan menjadi beberapa jenis sebagai berikut:

1)        Unauthorized Access

Merupakan kejahatan yang terjadi ketika seseorang memasuki atau menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin, atau tanpa sepengetahuan dari pemilik sistem jaringan komputer yang dimasukinya. Probing dan port merupakan contoh kejahatan ini.

2)        Ilegal Contents

Merupakan kejahatn yang dilakukan dengan memasukkan data atau informasi ke internet tentang suatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap melanggar hukum atau menggangu ketertiban umum, contohnya adalah penyebaran pornografi.

3)        Penyebaran virus secara sengaja

Penyebaran virus pada umumnya dilakukan dengan menggunakan email. Sering kali orang yang sistem emailnya terkena virus tidak menyadari hal ini. Virus ini kemudian dikirimkan ke tempat lain melalui emailnya.

4)        Data Forgery

Kejahatan jenis ini dilakukan dengan tujuan memalsukan data pada dokumen-dokumen penting yang ada di internet. Dokumen-dokumen ini biasanya dimiliki oleh institusi atau lembaga yang memiliki situs berbasis web database.

5)        Cyber Espionage, Sabotage, and Extortion

Cyber Espionage merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain, dengan memasuki sistem jaringan komputer pihak sasaran. Sabotage and Extortion merupakan jenis kejahatan yang dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan atau penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang terhubung dengan internet.

6)      Cyberstalking

Kejahatan jenis ini dilakukan untuk mengganggu atau melecehkan seseorang dengan memanfaatkan komputer, misalnya menggunakan e-mail dan dilakukan berulang-ulang. Kejahatan tersebut menyerupai teror yang ditujukan kepada seseorang dengan memanfaatkan media internet. Hal itu bisa terjadi karena kemudahan dalam membuat email dengan alamat tertentu tanpa harus menyertakan identitas diri yang sebenarnya.

7)      Carding

Carding merupakan kejahatan yang dilakukan untuk mencuri nomor kartu kredit milik orang lain dan digunakan dalam transaksi perdagangan di internet.

8)      Hacking dan Cracker

Istilah hacker biasanya mengacu pada seseorang yang punya minat besar untuk mempelajari sistem komputer secara detail dan bagaimana meningkatkan kapabilitasnya. Adapun mereka yang sering melakukan aksi-aksi perusakan di internet lazimnya disebut cracker. Boleh dibilang cracker ini sebenarnya adalah hacker yang yang memanfaatkan kemampuannya untuk hal-hal yang negatif. Aktivitas cracking di internet memiliki lingkup yang sangat luas, mulai dari pembajakan account milik orang lain, pembajakan situs web, probing, menyebarkan virus, hingga pelumpuhan target sasaran. Tindakan yang terakhir disebut sebagai DoS (Denial Of Service). Dos attack merupakan serangan yang bertujuan melumpuhkan target (hang, crash) sehingga tidak dapat memberikan layanan.

9)      Cybersquatting and Typosquatting

Cybersquatting merupakan kejahatan yang dilakukan dengan mendaftarkan domain nama perusahaan orang lain dan kemudian berusaha menjualnya kepada perusahaan tersebut dengan harga yang lebih mahal. Adapun typosquatting adalah kejahatan dengan membuat domain plesetan yaitu domain yang mirip dengan nama domain orang lain. Nama tersebut merupakan nama domain saingan perusahaan.

10)  Hijacking

Hijacking merupakan kejahatan melakukan pembajakan hasil karya orang lain. Yang paling sering terjadi adalah Software Piracy (pembajakan perangkat lunak).

11)  Cyber Terorism

Suatu tindakan cybercrime termasuk cyber terorism jika mengancam pemerintah atau warganegara, termasuk cracking ke situs pemerintah atau militer.

b.        Berdasarkan motif kegiatan yang dilakukannya, cybercrime dapat digolongkan menjadi dua jenis sebagai berikut :

1)        Cybercrime sebagai tindakan murni kriminal

Kejahatan yang murni merupakan tindak kriminal merupakan kejahatan yang dilakukan karena motif kriminalitas. Kejahatan jenis ini biasanya menggunakan internet hanya sebagai sarana kejahatan. Contoh kejahatan semacam ini adalah Carding, yaitu pencurian nomor kartu kredit milik orang lain untuk digunakan dalam transaksi perdagangan di internet. Juga pemanfaatan media internet (webserver, mailing list) untuk menyebarkan material bajakan. Pengirim e-mail anonim yang berisi promosi (spamming) juga dapat dimasukkan dalam contoh kejahatan yang menggunakan internet sebagai sarana. Di beberapa negara maju, pelaku spamming dapat dituntut dengan tuduhan pelanggaran privasi.

2)        Cybercrime sebagai kejahatan ”abu-abu”

Pada jenis kejahatan di internet yang masuk dalam wilayah ”abu-abu”, cukup sulit menentukan apakah itu merupakan tindak kriminal atau bukan mengingat motif kegiatannya terkadang bukan untuk kejahatan. Salah satu contohnya adalah probing atau portscanning.

Ini adalah sebutan untuk semacam tindakan pengintaian terhadap sistem milik orang lain dengan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dari sistem yang diintai, termasuk sistem operasi yang digunakan, port-port yang ada, baik yang terbuka maupun tertutup, dan sebagainya.

c.         Berdasarkan Sasaran Kejahatan

Sedangkan berdasarkan sasaran kejahatan, cybercrime dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori seperti berikut ini :

1)        Cybercrime yang menyerang individu (Against Person)

Jenis kejahatan ini, sasaran serangannya ditujukan kepada perorangan atau individu yang memiliki sifat atau kriteria tertentu sesuai tujuan penyerangan tersebut. Beberapa contoh kejahatan ini antara lain :

a)         Pornografi

Kegiatan yang dilakukan dengan membuat, memasang, mendistribusikan, dan menyebarkan material yang berbau pornografi, cabul, serta mengekspos hal-hal yang tidak pantas.

b)      Cyberstalking

Kegiatan yang dilakukan untuk mengganggu atau melecehkan seseorang dengan memanfaatkan komputer, misalnya dengan menggunakan e-mail yang dilakukan secara berulang-ulang seperti halnya teror di dunia cyber. Gangguan tersebut bisa saja berbau seksual, religius, dan lain sebagainya.

c)      Cyber-Tresspass

Kegiatan yang dilakukan melanggar area privasi orang lain seperti misalnya Web Hacking. Breaking ke PC, Probing, Port Scanning dan lain sebagainya.

2)        Cybercrime menyerang hak milik (Againts Property)

Cybercrime yang dilakukan untuk menggangu atau menyerang hak milik orang lain. Beberapa contoh kejahatan jenis ini misalnya pengaksesan komputer secara tidak sah melalui dunia cyber, pemilikan informasi elektronik secara tidak sah/pencurian informasi, carding, cybersquating, hijacking, data forgery dan segala kegiatan yang bersifat merugikan hak milik orang lain.

3)        Cybercrime menyerang pemerintah (Againts Government)

Cybercrime Againts Government dilakukan dengan tujuan khusus penyerangan terhadap pemerintah. Kegiatan tersebut misalnya cyber terorism sebagai tindakan yang mengancam pemerintah termasuk juga cracking ke situs resmi pemerintah atau situs militer.

 

2.3     Sejarah Cyber Crime

Sejarah Cyber CrimeAwal mula penyerangan didunia Cyber pada tahun 1988 yang lebih dikenal dengan istilah Cyber Attack.Pada saat itu ada seorang mahasiswa yang berhasil menciptakan sebuah worm atau virus yang menyerang program computer dan mematikan sekitar 10% dari seluruh jumlah komputer di dunia yang terhubung ke internet Pada tahun 1994 seorang anak sekolah musik yang berusia 16 tahun yang bernama RichardPryce, atau yang lebih dikenal sebagai “the hacker” alias “Datastream Cowboy”(liran data cowboy), ditahan lantaran masuk secara ilegal ke dalam ratusan sistem komputer rahasia termasuk pusat data dari Griffits AirForce, NASA (National Aeronautics and Space Administration) dan Korean Atomic Research Institute atau badan penelitian atom Korea Dalam interogasinya dengan FBI, ia mengaku belajar hacking dan cracking dari seseorang yang dikenalnya lewat internet dan menjadikannya seorang mentor, yang memiliki julukan “Kuji”.Hebatnya, hingga saat ini sang mentor pun tidak pernah diketahui keberadaannya.Hingga akhirnya, pada bulan Februari 1995, giliran Kevin Mitnick diganjar hukuman penjara untukyang kedua kalinya. Dia dituntut dengan tuduhan telah mencuri sekitar 20.000 nomor kartu kredit!Bahkan, ketika ia bebas, ia menceritakan kondisinya di penjara yang tidak boleh menyentuh komputer atau telepon.

 

2.4.    Faktor Penyebab Cyber Crime

Kasus kejahatan siber di Indonesia sudah banyak terjadi, mulai dari penipuan identitas hingga teror tagihan utang yang bahkan tidak pernah dilakukan. Berbagai kejahatan siber ini pun banyak dilakukan melalui media sosial, seperti Facebook, WhatsApp, Instagram, dan masih banyak lagi.

Maka untuk menghadapi hal tersebut, Direktur Cybersecurity BDO in Indonesia dan Co-Founder Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) M Novel Ariyadi menjelaskan faktor-faktor utama penyebab terjadinya kejahatan siber yang membedakan dengan kejahatan umumnya.

Hal tersebut disampaikannya dalam kegiatan media clinic yang bertema Peran Identitas Digital yang Aman dalam Meningkatkan Kepercayaan pada Fintech, Sementara tiga faktor yang menyebabkan kejahatan siber diantaranya adalah :

1. Identitas pengguna

Fitur yang memudahkan manipulasi kelengkapan di media sosial seringkali dimanfaatkan pengguna dengan niat yang tidak baik. Selain itu, data-data pengguna lain juga mudah dicuri. Hal ini kemudian memudahkan pelaku kejahatan siber untuk memanipulasi korban.

2. Penggandaan aset informasi

Aset informasi yang ada di media sosial juga dapat dengan mudah digandakan oleh pengguna. Hal ini dikarenakan tidak adanya fitur untuk menghapus atau disebut pula ‘delete button’ di internet.

3. Lokasi

Faktor lainnya yang dapat memicu ancaman serangan kejahatan siber adalah ketika lokasi pengguna dapat dideteksi di media sosial. Sama halnya dengan kemudahan untuk dipalsukan  ataupun disembunyikan. Tidak hanya itu, pemerintah sendiri adalah penjamin dan sumber identitas antara orang ke orang lainnya pada ranah offline.

 

 

 

 

2.5.    Modus Cyber Crime

1.      Modus pemalsuan identitas

Pelaku mengatas namakan dirinya sebagai admin group chat pada suatu media sosial perusahaan sekuritas, untuk mengelabui nasabah.

2.      Modus memancing (pishing)

Pelaku melalui jaringan elektronik misalnya email dan website, memberikan promosi palsu untuk mengelabui nasabah masuk dalam pancinganya.

3.      Modus meminta data

Dalam hal pemenuhan syarat administrasi pendaftaran untuk berinvestasi pelaku meminta identitas, password, dan PIN nasabah.

4.      Modus mempengaruhi nasabah (spamming)

Intensitas berkomunikasi yang sering kepada nasabah untuk menggiring opini melakukan transaksi atau memberikan data pribadi, biasanya menggunakan berita atau iklan email yang tak dikehendaki.

5.      Modus pengiriman dana

Nasabah dituntut untuk mengirimkan sejumlah dana ke rekening deposit, dimana nama rekening deposit tersebut berbeda dengan nama nasabah.

6.      Menerobos alat komunikasi elektronik  nasabah (hacking)

Mencuri data dan bertransaksi menggunakan data nasabah, melalui jaringan internet dengan cara meretas alat komunikasi elektronik Anda.

 

2.6     Faktor-Faktor yang mempengaruhi tindak pidana Cyber Crime

Era kemajuan teknologi informasi ditandai dengan meningkatnya penggunaan internet dalam setiap aspek kehidupan manusia. Meningkatnya penggunaan internet di satu sisi memberikan banyak kemudahan bagi manusia dalam melakukan aktivitasnya, di sisi lain memudahkan bagi pihak-pihak tertentu untuk melakukan tindak pidana.

Faktor-faktor yang mempengaruhi cyber crime adalah :

1.        Faktor Politik.

Mencermati maraknya cyber crime yang terjadi di Indonesia dengan permasalahan yang dihadapi oleh aparat penegak, proses kriminalisasi di bidang cyber yang terjadi merugikan masyarakat. Penyebaran virus koputer dapat merusak jaringan komputer yang digunakan oleh pemerintah, perbankan, pelaku usaha maupun perorangan yang dapat berdampak terhadap kekacauan dalam sistem jaringan. Dapat dipastikan apabila sistem jaringan komputer perbankan tidak berfungsi dalam satu hari saja akan mengakibatkan kekacauan dalam transaksi perbankan.

Kondisi ini memerlukan kebijakan politik pemerintah Indonesia untuk menanggulangi cyber crime yang berkembang di Indonesia. Aparat penegak hukum telah berupaya keras untuk menindak setiap pelaku cyber crime, tapi penegakkan hukum tidak dapt berjalan maksimal sesuai harapan masyarakat karena perangkat hukum yang mengatur khusus tentang cyber crime belum ada.

Untuk menghindari kerugian yang lebih besar akibat tindakan pelaku cyber crime maka diperlukan kebijakan politik pemerintah Indonesia untuk menyiapkan perangkat hukum khusus (lex specialist) bagi cyber crime.Dengan perangkat hukum ini aparat penegak hukum tidak ragu-ragu lagi dalam melakukan penegakan hukum terhadap cyber crime.

2.      Faktor Ekonomi.

Kemajuan ekonomi suatu bangsa salah satunya dipengaruhi oleh promosi barang-barang produksi.Jaringan komputer dan internet merupakan media yang sangat murah untuk promosi.Masyarakat dunia banyak yang menggunakan media ini untuk mencari barang-barang kepentingan perorangan maupun korporasi.Produk barang yang dihasilkan oleh indutri di Indonesia sangat banyak dan digemari oleh komunitas Internasional.Para pelaku bisnis harus mampu memanfaatkan sarana internet dimaksud.Krisis ekonomi yang melanda bangsa Indonesia harus dijadikan pelajaran bagi masyarakat Indonesia untuk bangkit dari krisis dimaksud.Seluruh komponen bangsa Indonesia harus berpartisipasi mendukung pemulihan ekonomi.Media internet dan jaringan komputer merupakan salah satu media yang dapat dimanfaatkan oleh seluruh masyarakat untuk mempromosikan Indonesia.

3.      Faktor Sosial Budaya.

Faktor sosial budaya dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu :

a)         Kemajuan teknologi Informasi

Dengan teknologi informasi manusia dapat melakukan akses perkembangan lingkungan secara akurat, karena di situlah terdapat kebebasan yang seimbang, bahkan dapat mengaktualisasikan dirinya agar dapat dikenali oleh lingkungannya.

b)         Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia dalam teknologi informasi mempunyai peranan penting sebagai pengendali sebuah alat.Teknologi dapat dimanfaatkan untuk kemakmuran namun dapat juga untuk perbuatan yang mengakibatkan petaka akibat dari penyimpangan dan penyalahgunaan.

Di Indonesia Sumber Daya Pengelola teknologi Informasi cukup, namun Sumber Daya untuk memproduksi masih kurang.Hal ini akibat kurangnya tenaga peneliti dan kurangnya biaya penelitian dan apresiasi terhadap penelitian.Sehingga Sumber Daya Manusia di Indonesia hanya menjadi pengguna saja dan jumlahnya cukup banyak.

 

c)         Komunitas Baru.

Dengan adanya teknologi sebagai sarana untuk mencapai tujuan, di antaranya media internet sebagai wahana untuk berkomunikasi, secara sosiologis terbentuk sebuah komunitas baru di dunia maya. Komunitas ini menjadim populasi gaya baru yang cukup diperhitungkan. Pengetahuan dapat diperoleh dengan cepat.

 

2.7.    Cyber Crime di Indonesia

Tindak pidana kejahatan siber naik signifikan pada 2022 bila dibandingkan dengan periode yang sama di 2021. Bahkan jumlah tindak kejahatan siber meningkat hingga 14 kali.

Data di e-MP Robinopsnal Bareskrim Polri menunjukkan kepolisian menindak 8.831 kasus kejahatan siber sejak 1 Januari hingga 22 Desember 2022. Seluruh satuan kerja di Bareskrim Polri dan polda di Indonesia melakukan penindakan terhadap kasus tersebut. Polda Metro Jaya menjadi satuan kerja dengan jumlah penindakan paling banyak terhadap kasus kejahatan siber yaitu 3.709 perkara.

Sementara pada periode yang sama di 2021, jumlah penindakan yaitu 612 di seluruh Indonesia. Hanya 26 satuan kerja yang melakukan penindakan.

Berbeda dari kasus pidana lain

Polri mengakui tidak mudah untuk menindak kasus pidana kejahatan siber. Penanganannya berbeda dari kasus-kasus pidana lain. Lantaran itu, Polri terus mengembangkan struktur untuk membentuk Direktorat Tindak Pidana Siber di tiap kepolisian daerah di Indonesia.

“Kalau dulu, membedakan sebuah struktur itu berdasarkan tipe Polda secara keseluruhan, indeks beban kerjanya, kondisi geografis, kondisi sumber daya, semua dihitung. Tapi beda dengan tindak pidana siber ini,” jelas Penyidik Madya Dittipidsiber Bareskrim Polri Kombes Alfis Suhaili dikutip dari artikel berjudul Marak Kejahatan Siber, Polri akan Kembangkan Struktur Ditsiber di Polda yang diunggah di laman www.polri.go.id pada 16 September 2022.

Polri, ujar Kombes Alfis, tengah mengembangkan struktur untuk mengimbangi kejahatan siber di daerah. Polri mengusulkan direktorat yang menangani tindak pidana siber di tingkat Polda. Usulan itu diharapkan dapat meningkatkan kualitas penyidik untuk menghadapi kejahatan siber yang merambah ke daerah. Sebab penindakannya masih berstatus subdirektorat kecil di bawah tindak pidana khusus.

Sementara itu, Bareskrim Polri, menurut informasi yang didapat dari laman www.patrolisiber.id,  mengawaki Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) yang bertugas melakukan penegakan hukum terhadap kejahatan siber. Direktorat menangani dua kelompok kejahatan terkait siber. Direktorat juga memiliki fasilitas berupa laboratorium digital forensik yang memenuhi standar mutu untuk mendukung penindakan dan pemberantasan terhadap kejahatan siber.

Direktorat melayani pemeriksaan barang bukti digital dari berbagai satuan kerja, baik dari tingkat Mabes hingga Polsek. Direktorat juga menjalin kerja sama dengan berbagai instansi, baik dalam dan luar negeri, untuk memudahkan koordinasi dalam pengungkapan kejahatan siber yang bersifat transnasional dan terorganisasi.

Sepanjang 2022, Polri menindak 8.831 kasus terkait kejahatan siber sejak 1 Januari sampai  22 Desember. Polri juga menindak 8.372 orang yang menjadi terlapor dalam kejahatan tersebut.

Sebagai informasi, sesuai dengan Undang Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 15 ayat (1) huruf j, Polri berwenang menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal (Pusiknas). Pusiknas berada di bawah Bareskrim Polri serta berlandaskan regulasi Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pusat Informasi Kriminal Nasional di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pusiknas Bareskrim Polri memiliki sistem Piknas untuk mendukung kinerja Polri khususnya bidang pengelolaan informasi kriminal berbasis teknologi informasi dan komunikasi serta pelayanan data kriminal baik internal dan eksternal Polri dalam rangka mewujudkan Polri yang PRESISI (Prediktif, Responsibilitas, Transparansi Berkeadilan).

 

2.8.    Cyber Crime di Luar Negeri

Dibawah ini adalah ringkasan dari 3 teratas kejahatan siber terburuk yang pernah ada di dunia dibawah ini:

1. Serangan Wannacry di RS Dunia

Serangan wannacry (wcry) atau dengan nama panjang Wanna Decryptor adalah salah satu program ransomware yang menyerang para korbannya dengan cara mengunci file bahkan device sehingga korbannya tidak dapat membuka apapun selain 2 file yang ditinggalkan oleh pelaku.

Kedua file tersebut adalah file instruksi tentang apa yang harus dilakukan oleh korban dan program Wanna Decryptor itu sendiri. Ketika korban membuka program tersebut, maka akan muncul pada layar mengenai informasi bahwa file mereka di-encrypt dan ada tenggat waktu untuk membayarkan sejumlah uang agar dokumen yang disabotase bisa kembali seperti semula.

Apabila korban tidak memberikan nominal uang seperti yang telah disebutkan, maka pelaku akan mengancam bahwa dokumen tersebut akan dihapus.

Salah satu contoh kasus yang pernah terjadi adalah serangan ini dilakukan oleh peretas pada sistem komputer rumah sakit di dunia, lebih tepatnya 150 negara salah satunya juga di Indonesia.

Kejadian ini terjadi ketika tahun 2017 silam dan tentunya berdampak pada kekacauan situasi saat itu. Kronologis kejadian pada saat itu adalah cyber attack mengirimkan email melalui email dalam bentuk attachment.

Ketika seorang user mencoba untuk membuka lampiran yang ada maka virus akan dengan cepat terinstal dan tersebar dengan cepat mengunci banyak data yang tersimpan pada jaringan sistem komputer. Pada kasus ini hampir 300.000 komputer terinfeksi oleh virus.

 

2. Pencurian 12,6 Triliun di Bank Dunia

Peretasan yang terjadi pada seluruh bank di dunia sudah direncanakan dengan matang oleh hacker. Selama berbulan-bulan mereka melakukan pengintaian dengan cara meretas komputer pegawai bank yang bekerja di sana untuk mempelajari bagaimana cara bekerja sistem di bank tersebut.

Selain itu mereka juga telah mengambil beberapa foto pegawai yang tengah menggunakan komputer.  Setelah mendapatkan begitu banyak informasi sistem kerja pada bank tersebut, hacker melakukan pencurian tanpa menimbulkan kecurigaan.

Tidakkan ini dilakukan dengan cara ATM mengeluarkan uang dalam kurun waktu tertentu dan membuat rekening palsu. Mereka melakukan pembatasan pencurian uang pada setiap bank sebesar 10 juta dolar, jadi ketika uang yang dicuri sudah mencapai titik maksimal maka hacker akan berpindah ke bank yang lainnya. Dengan cara ini mereka telah berpindah-pindah dari 1 bank ke bank yang lainnya dan berhasil menembus 100 bank di 30 negara di dunia.

3. Kebocoran 500 Data User Yahoo (2016)

Sekitar 500 juta data pribadi pengguna layanan Yahoo bocor akibat serangan hacker. Data yang bocor adalah nama pengguna, tanggal lahir, nomor telepon, alamat email, dan password.

Bahkan ternyata pada beberapa tahun sebelumnya (tahun 2014) Yahoo juga telah mengalami kebocoran sebanyak 200 juta data pribadi pengguna. Hal ini diketahui ketika salah seorang yang mengaku sebagai hacker bernama ‘Peace’ menjual 200 juta data tersebut pada dark web alias pasar gelap yang berada di dunia maya.

Tentu saja ini menjadi sebuah pertanyaan bagi penggunanya, masyarakat, serta mitra yang bekerja sama dengan Yahoo. Akibat dari kejadian ini tentu berdampak dalam skala yang besar bagi semua pihak yang terlibat.

 

2.9.    Upaya Penanggulangan Kejahatan Siber

Cyber crime merupakan suatu perbuatan merugikan orang lain atau instansi yang berkaitan dan pengguna fasilitas dengan sistem Informasi dan Transaksi Elektronik yang bertujuan untuk menguntungkan diri sendiri maupun orang lain secara materi, maupun hanya untuk sekedar memuaskan jiwa pelaku atau orang tersebut. Oleh karena itu, maka tindakan atau perbuatan tersebut merupakan suatu kejahatan dan merupakan perbuatan melanggar hukum, karena adanya unsur-unsur dimana ada pihak-pihak lain yang merasa dirugikan oleh perbuatan tersebut. Cyber Crime adalah merupakan suatu perbuatan melanggar hukum yang secara khusus di diatur dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik.

Dalam upaya-upaya yang dapat dilakukan terkait dengan masalah pembuktian oleh pengadilan dan penyidikan oleh polri dalam cyber crime dapat digunakan berbagai macam cara, antara lain dengan mengoptimalkan Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, mengembangkan pengetahuan dan kemampuan penyidik dalam Dunia Cyber, menambahkan dan meningkatkan fasilitas komputer forensik dalam POLRI. Dalam pasal 5 ayat 1 dan 2 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik mendeskripsikan bahwa Dokumen elektronik dan Informasi Elektronik adalah merupakan alat bukti yang sah. Selain itu dalam pasal 44 Undang-undang yang sama mengatakan alat bukti penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan menurut ketentuan undang-undang ini adalah sebagai berikut :

a.         Alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Perundang-undangan; dan

b.        Alat bukti lain berupa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).

Selain deskripsi undang-undang ITE tersebut, dikenal pula alat bukti digital. tindakan kejahatan tradisional umumnya meninggalkan bukti kejahatan berupa bukti-bukti fisikal, karena proses dan hasil kejahatan ini biasanya juga berhubungan dengan benda berwujud nyata. Dalam dunia komputer dan internet, tindakan kejahatan juga akan melalui proses yang sama. Proses kejahatan yang dilakukan tersangka terhadap korbannya juga akan mengandalkan bantuan aspek pendukung dan juga akan saling melakukan pertukaran atribut.

Namun dalam kasus ini aspek pendukung, media, dan atribut khas para pelakunya adalah semua yang berhubungan dengan sistem komputerisasi dan komunikasi digital. Atribut-atribut khas serta identitas dalam sebuah proses kejahatan dalam dunia komputer dan internet inilah yang disebut dengan bukti-bukti digital. Dalam Resolusi Kongres PBB VIII/1990 mengenai Computer related crimes sebagaimana dikutip oleh Barda Nawawi Arief, bahwa menghimbau negara-negara anggota untuk mengintensifkan upaya-upaya penanggulangan penyalahgunaan komputer yang lebih efektif dengan mempertimbangkan langkah-langkah sebagai berikut (Op.cit, Barda Nawawi Arief, Masalah, hlm. 238-239) :

b.        Melakukan Modernisasi hukum pidana material dan hukum acara pidana

c.         Mengembangkan tindakan-tindakan pencegahan dan pengamanan komputer

d.        Melakukan langkah-langkah untuk membuat peka warga warga masyarakat, aparat pengadilan dan penegak hukum, terhadap pentingnya pencegahan kejahatan yang berhubungan dengan komputer

e.         Melakukan upaya-upaya pelatihan bagi para hakim, pejabat dan aparat penegak hukum mengenai kejahatan ekonomi dan cyber crime.

f.          Memperluas rule of ethics dalam penggunaan komputer dan mengajarkannya melalui kurikulum informatika.

g.        Mengadopsi kebijakan perlindungan korban cyber crime sesuai dengan deklarasi PBB mengenai korban dan mengambil langkah-langkah untuk mendorong korban melaporkan adanya cyber crime.

Tidak hanya pendekatan penal dan non-penal yang diperlukan dalam penanggulangan cyber crime ini, mengingat cyber crime yang dapat dilakukan oleh orang dengan melalui batas negara, maka perlu dilakukan kerja sama dengan negara lain. Bentuk kerja sama ini dapat berupa kerjasama ekstradisi maupun harmonisasi hukum pidana subtantif sebagaimana terungkap dari hasil Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) X/2000 : “The harmonization of substantive criminal law with regard to cyber crimes is essential if international cooperation is to be achieved between law enforcement and the judicial authorities of different States”.

Menurut Agus Raharjo bahwa salah satu langkah lagi agar penanggulangan cyber crime ini dapat dilakukan dengan baik, maka perlu dilakukan kerja sama dengan Internet Service Provider (ISP) atau penyedia jasa internet. Meskipun Internet Service Provider (ISP) hanya berkaitan dengan layanan sambungan atau akses Internet, tetapi Internet Service Provider (ISP) memiliki catatan mengenai ke luar atau masuknya seorang pengakses, sehingga ia sebenarnya dapat mengidentifikasikan siapa yang melakukan kejahatan dengan melihat log file yang ada.

Tidak ada jaminan keamanan di cyberspace, dan tidak ada sistem keamanan computer yang mampu secara terus menerus melindungi data yang ada di dalamnya. Para hacker akan terus mencoba untuk menaklukkan sistem keamanan yang paling canggih, dan merupakan kepuasan tersendiri bagi hacker jika dapat membobol sistem keamanan komputer orang lain. Langkah yang baik adalah dengan selalu memutakhirkan sistem keamanan computer dan melindungi data yang dikirim dengan teknologi yang mutakhir pula.Faktor penentu lain dalam pencegahan dan penanggulangan cybercrime dengan sarana non penal adalah persoalan tentang etika. Dalam berinteraksi dengan orang lain menggunakan internet, diliputi oleh suatu aturan tertentu yang dinamakan Nettiquette atau etika di internet. Meskipun belum ada ketetapan yang baku mengenai bagaimana etika berinteraksi di internet, etika dalam berinteraksi di dunia nyata (real life) dapat dipakai sebagai acuan. Meski Indonesia menduduki peringkat pertama dalam cybercrime pada tahun 2004, (www.kompas.com/Cyber.Crime..Indonesia. Tertinggi di Dunia html/19/5/2012) akan tetapi jumlah kasus yang diputus oleh pengadilan tidaklah banyak. Dalam hal ini angka dark number cukup besar dan data yang dihimpun oleh Polri juga bukan data yang berasal dari investigasi Polri, sebagian besar data tersebut berupa laporan dari para korban. Ada beberapa sebab mengapa penanganan kasus cybercrime di Indonesia tidak memuaskan:

a.         Cybercrime merupakan kejahatan dengan dimensi high-tech, dan aparat penegak hukum belum sepenuhnya memahami apa itu cybercrime. Dengan kata lain kondisi sumber daya manusia khususnya aparat penegak hukum masih lemah.

b.        Ketersediaan dana atau anggaran untuk pelatihan SDM sangat minim sehingga institusi penegak hukum kesulitan untuk mengirimkan mereka mengikuti pelatihan baik di dalam maupun luar negeri.

d.        Ketiadaan Laboratorium Forensik Komputer di Indonesia menyebabkan waktu dan biaya besar. Pada kasus Dani Firmansyah yang menghack situs KPU, Polri harus membawa harddisk ke Australia untuk meneliti jenis kerusakan yang ditimbulkan oleh hacking tersebut.

e.         Citra lembaga peradilan yang belum membaik, meski berbagai upaya telah dilakukan. Buruknya citra ini menyebabkan orang atau korban enggan untuk melaporkan kasusnya ke kepolisian.

f.          Kesadaran hukum untuk melaporkan kasus ke kepolisian rendah. Hal ini dipicu oleh citra lembaga peradilan itu sendiri yang kurang baik, factor lain adalah korban tidak ingin kelemahan dalam sistem komputernya diketahui oleh umum, yang berarti akan mempengaruhi kinerja perusahaan dan web masternya.

Upaya penanganan cybercrime membutuhkan keseriusan semua pihak mengingat teknologi informasi khususnya internet telah dijadikan sebagai sarana untuk membangun masyarakat yang berbudaya informasi. Keberadaan undang-undang yang mengatur cybercrime memang diperlukan, akan tetapi apalah arti undang-undang jika pelaksana dari undang-undang tidak memiliki kemampuan atau keahlian dalam bidang itu dan masyarakat yang menjadi sasaran dari undang-undang tersebut tidak mendukung tercapainya tujuan pembentukan hukum tersebut.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

3.1     Kesimpulan

Di dunia ini banyak hal yang memiliki dualisme yang kedua sisinya saling berlawanan. Seperti teknologi informasi dan komunikasi, hal ini diyakini sebagai hasil karya cipta peradaban manusia tertinggi pada zaman ini. Namun karena keberadaannya yang bagai memiliki dua mata pisau yang saling berlawanan, satu mata pisau dapat menjadi manfaat bagi banyak orang, sedangkan  mata  pisau  lainnya dapat menjadi sumber kerugian bagi yang lain, banyak pihak yang memilih untuk tidak berinteraksi dengan teknologi informasi dan komunikasi.

Sebagai manusia yang beradab, dalam  menyikapi dan  menggunakan teknologi ini, mestinya kita dapat memilah mana yang baik, benar dan bermanfaat bagi sesama, kemudian mengambilnya sebagai penyambung mata rantai kebaikan terhadap sesama, kita juga mesti pandai melihat mana yang buruk dan merugikan bagi orang lain untuk selanjutnya kita menghindari atau memberantasnya jika hal itu ada di hadapan kita

 

3.2     Saran dan Kritik

Demikian makalah ini kami susun dengan usaha yang maksimal dari tim kami, kami mengharapkan yang terbaik bagi kami dalam penyusunan makalah ini maupun bagi para pembaca semoga dapat mengambil manfaat dengan bertambahnya wawasan dan pengetahuan baru setelah membaca tulisan yang ada pada makalah ini. Namun demikian, sebagai manusia biasa kami menyadari keterbatasan kami dalam segala hal termasuk dalam penyusunan makalah ini, maka dari itu kami mengharapkan kritik atau saran yang membangun demi terciptanya penyusunan makalah yang lebih sempurna di masa yang akan datang. Atas segala perhatiannya kami haturkan terimakasih.

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

 

https://www.logique.co.id/blog/2020/02/10/kasus-cyber-crime/

https://digitalsolusigrup.co.id/3-kasus-cyber-crime-terburuk-di-dunia/

https://www.cloudcomputing.id/berita/3-faktor-penyebab-kejahatan-siber

https://pusiknas.polri.go.id/detail_artikel/kejahatan_siber_di_indonesia_naik_berkali-kali_lipat

https://www.most.co.id/bantuan/kenali-6-modus-kejahatan-elektronik-di-transaksi-efek

https://kumparan.com/kumparanbisnis/kenali-5-modus-cybercrime-di-platform-online-agar-kamu-tak-jadi-korban-1wMxkSbFyRt

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKALAH PENGARUH PENDIDIKAN DAN LATIHAN DASAR TENAGA KERJA TERHADAP PRODUKTIVITAS SDM

  MAKALAH PENGARUH PENDIDIKAN DAN LATIHAN DASAR TENAGA KERJA TERHADAP PRODUKTIVITAS SDM Disusun untuk memenuhi Tugas Mata kuliah Eko...