BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kehadiran ekonomi Islam telah memunculkan harapan baru bagi
banyak orang, khususnya bagi umat Islam akan sebuah ekonomi alternatif dari
sistem ekonomi kapitalisme dan sosialisme sebagai arus utama perdebatan sebuah
sistem ekonomi dunia, terutama sejak perang dunia II yang memunculkan banyak
Negara-negara Islam bekas jajahan imperialis. Dalam hal ini, keberadaan ekonomi
Islam sebagai sebuah model ekonomi alternatif memungkinkan bagi banyak pihak,
muslim maupun non muslim untuk melakukan banyak penggalian kembali berbagai ajaran
Islam. Khususnya yang menyangkut hubungan pemenuhan kebutuhan antar manusia
melalui aktivitas perekonomian maupun aktifitas lainnya.
Meskipun begitu, system ekonomi dunia saat ini masih
dikendalikan oleh system ekonomi kapitalisme, karena umat Islam sendiri masih
terpecah dalam hal bentuk implementasiekonomi Islam dimasing-masing Negara.
Kenyataan ini oleh sebagian pemikir
Islam masih diterima dengan lapang karena ekonomi Islam secara implementasinya
di masa kini relatif masih baru. Masih
perlu dilakukan banyak sosialisasi dan pengarahan serta pengajaran kembali umat
Islam untuk melakukan aktifitas ekonominya sesuai dengan hukum Islam. Sementara
sebagai lainnya menilai bahwa faktor kekuasaan memainkan peran signifikan,
karenanya mengkritisi bahwa ekonomi Islam atau ekonomi syariah belum akan dapat
sesuai dengan syariah jika pemerintahnya sendiri belum menrapkan syariah dalam
kebijakan-kebijakannya.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari ekonomi Islam ?
2. Apa saja prinsip-prinsip dari
ekonomi Islam ?
3. Apa saja karakteristik ekonomi Islam
?
C.
Tujuan
1. siswa dapat mengetahui apa
pengertian dari ekonomi Islam.
2. siswa dapat mengetahui apa prinsip-prinsip dari ekonomi
Islam.
3. siswa dapat mengetahui apa yang
menjadi karakteristik dari ekonomi Islam.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Ekonomi Islam
Ekonomi Islam dapat didefinisikan
sebagai sebuah studi tentang pengelolaan harta benda menurut perspektif Islam.
Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang
perilakunya diatur berdasarkan peraturan agama Islam dan didasari dengan tauhid
sebagaiman dirangkum dalam rukun Islam dan rukun iman. Ilmu ekonomi Islam
merupakan ilmu pengetahuan social yang mempelajari masalah-masalah ekonomi
rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam.[1][1]
Secara epistimologis ekonomi Islam
dibagi menjadi dua disiplin ilmu, yang pertama yaitu ekonomi Islam normatif,
yaitu studi tentang hukum-hukum syariah Islam yang berkaitan dengan urusan
harta benda. Cakupannya adalah kepemilikan, pemanfaatan kepemilikan, dan
distribusi kekayaan kepada masyarakat. Bagian ini merupakan pemikiran yang
terikat nilai, karena diperoleh dari sumber nilai Islam yaitu Al-Qur’an dan
As-Sunnah melalui metode istinbat hukum. Kedua, ekonomi Islam positif, yaitu
studi tentang konsep-konsep Islam yang berkaitan dengan urusan-urusan harta
benda, khususnya yang berkaitan dengan produksi barang dan jasa. Cakupannya
adalah segala macam cara dan sarana yang digunakan dalam proses produksi barang
dan jasa. Bagaian ini tidak harus mempunyai dasar konsep dari Al-Qur’an dan
As-Sunnah, tapi cukup disyaratkan tidak boleh bertentangan dengan Al-Qur’an dan
As-Sunnah.
Segala aturan yang diturunkan Allah
SWT dalam system Islam mengarah pada tercapainya kebaikan, kesejahteraan,
keutamaan, serta menghapuskan kejahatan, kesengasaraan dan kerugian pada
seluruh ciptaan-Nya. Demikian halnya dalam hal ekonomi, tujuannya adalah
membantu manusia mencapai kemenangan di dunia dan akhirat.
Ekonomi Islam memiliki beberapa
tujuan antara lain;
- Penyucian jiwa agar setiap muslim
bisa menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat dan lingkungannya.
- Tegaknya keadilan dalam masyarakat.
Keadilan yang dimaksud mencakup aspek kehidupan dibidang hokum dan muamalah.
- Tercapainya maslahahatan yang
mencakup, keselamatan keyakinan agama, keselamatan jiwa, keselamatan akal,
keselamatan keturunan dan keluarga serta keselamatan harta benda.
B.
Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam
Menurut Yusuf Qardhawi, ilmu ekonomi
Islam memiliki tiga prinsip dasar yaitu
tauhid, akhlak, dan keseimbangan. Dua prinsip yang pertama yaitu tauhid
dan akhlak, itu tidak ada dalam landasan dasar ekonomi konvensional. Prinsip
keseimbanganpun dalam praktiknya justru yang membuat ekonomi konvensional
semakin dikritik dan ditinggalkan orang. Ekonomi Islam bisa bisa dikatakan
memiliki dasar sebagai ekonomi insane karena system ekonomi ini dilaksanakan
dan ditujukan untuk kemakmuran manusia. Sedangkan menerut Chaptra disebut
sebagai ekonomi tauhid. Keimanan memiliki peran penting dalam dalam ekonomi
Islam, karena secara langsung akan mempangaruhi cara pandang dalam membentuk
kepribadian, perilaku, gaya hidup, selera, dan sikap-sikap terhadap manusia,
sumberdaya serta lingkungannya.[2][2]
Disisi lain, ada yang menjelaskan
bahwa rinsip ekonomi Islam ada dua, yaitu; pertama ialah prinsip umum, yaitu Aqidah Islamiyah yang menjadi landasan
pemikiran bagi segala pemikiran Islam, seperti system ekonomi Islam, system
politik Islam, system pendidikan Islam, dan sebagainya. Aqidah Islamiyah disini
dipahami bukan sekedar sebagai aqidah Ruhiyah, yakni aqidah yang menjadi
landasan aktivitas-aktivitas spiritual murni seperti ibadah, namun juga sebagai
aqidah siyasah, yakni aqidah yang menjadi landasan untuk mengelola segala aspek
kehidupan manusia tanpa kecuali termasuk ekonomi.
Kedua, prinsip khusus (cabang),
yaitu sejumlah kaidah umum dan mendasar dalam syariah Islam yang lahir dari
aqidah Islam, yang secara khusus menjadi landasan bangunan system ekonomi
Islam. Prinsip khusus ini terdiri dari tiga asas, yaitu: kepemilikan sesuai
syariah, pemanfaatan kepemilikan sesuai syariah dan pendistribusian kekayaan kepada
masyarakat.Dalam system ekonomi Islam, tiga asas tersebut tidak boleh tidak
terikat dengan syariat Islam, sebab segala aktivitas manusia wajib terikat atau
tunduk kepada syariat Islam.
Prinsip ekonmi Islam tersebut
bertentangan secara kontras dengan prinsip system ekonomi kapitalis saat ini.
Aqidah Islamiyah sebagai prinsip umum ekonomi Islam menerangkan bahwa Islam
adalah agama dan sekaligus ideology sempurna yang mengatur segala aspek
kehidupan tanpa kecuali.
Prinsip islam ini berbeda dengan
prinsip ekonomi kapitalis,dimana prinsip yang berkaitan dengan kepemilikan,
pemanfaatan kepemilikan, dan distribusi kekayaan kepada masyarakat, semuanya
dianggap lepas atau tidak boleh disangkutpautkan dengan agama.[3][3]
Dalam masalah kepemilikan, kapitalis
mamandang bahwa asal usul adanya kepemilikan suatu barang adalah terletak pada
nilai manfaat yang melekat pada barang itu, yaitu sejauh mana ia dapat
memuaskan kebutuhan manusia. Jika suatu barang mempunyai potensi dapat
memuaskan kebutuhan manusia, maka barang itu sudah sah untuk dimiliki, walaupun
haram menurut agama. Ini bebeda dengan ekonomi Islam yang memandang asal usul
kepemilikan adalah adanya izin Allah SWT kepada manusia untuk memanfaatkan
suatu benda. Jika Allah mengijinkan berarti boleh dimiliki. Tapi jika tidak
mengijinkan (mengharamkan sesuatu) berarti barang itu tidak boleh dimilki.
Dalam masalah pemanfaatan
kepemilikan, kapitalisme tidak membuat batasan tatacaranya dan tidak ada pula
batasan jumlahnya. Sebab pada dasarnya system ekonomi kapitalisme adalah cermin
dari paham kebebasan dibidang pemanfaatan hak milik. Maka seseorang boleh
memilki harta dalam jumlah beberapa saja dan diperoleh dengan cara apa saja .
sedangkan dalam ekonomi Islam menetapkan adanya batasan tatacara, tapi tidak
membatasi jumlahnya. Tatacara itu berupa hokum-hukum syariah yang berkaitan
dengan cara pemanfaatan harta, baik pemanfaatan yang berupa pembelanjaan,
maupun berupa pengembangan harta. Seorang muslim boleh memiliki harta barapa
saja sepanjang diperoleh dan dimanfaatkan sesuai syariah Islam.
Dalam masalah distribusi kekayaan,
kapitalisme menyerahkannya kepada mekanisme pasar, yaitu melalui mekanisme
harga keseimbangan yang terbentuk akibat interaksi penawaran dan permintaan.
Harga berfungsi secara informasional yaitu memberikan informasi kepada konsumen
mengenai siapa yanh mampu memperoleh atau tidak memperoleh suatu barangn atau
jasa. Dalam ekonomi Islam, distribusi kekayaan terwujud melalui mekanisme
syariah, yaitu mekanisme yang terdiri dari sekumpulan hokum syariah yang
menjamin pemenuhan barang dan jasa bagi setiap individu rakyat. Mekanismenya
melaui aktivitas ekonomi yang bersifat produktif, berupa berbagai kegiatan
pengembangan harta dalam akad-akad muamalah. Mekanisme ini misalnya, ketentuan
syariah yang membolehkan manusia bekerja disektor pertanian, industry dan
perdagangan, memberikan kesempatan berlangsungnya pengembangan harta melalui
kegiatan investasi, dan memberikan kepada rakyat hak pemanfaatan SDA milik umum
yang dikelola nagara seperti hasil hutan, barang tambang dan sebagainya demi
kesejahteraan rakyat,
Mekanisme lain yaitu bisa dengan
melalui aktivitas ekonomi non-produktif. Misalnya dengan pemberian shadakah,
zakat, wakaf, hibah, dan lain-lain. Ini dimaksudkan untuk mengatasi
pendistribusian kekayaan yang tidak berjalan sempurna jika hanya mengandalkan
mekanisme ekonomi produktif semata. Selain itu juga demi terwujudnya
keseimbangan ekonomi dan memperkecil jurang perbedaan antara kaya dengan
miskin.
Secara garis besar ekonomi Islam
memiliki beberapa prinsip dasar, antara lain:[4][4]
1. Seorang muslim dalam kehidupan
berekonomi tidak berhubungan dengan bunga. Allah SWT berfirman, “Allah Telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…. Allah memusnahkan riba dan
menyuburkan sedekah”. (QS. Al Baqoroh:256-257). “Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu
kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”. (QS. Ali Immron: 130).
Larangan yang terdapat dalam ayat di atas tertuju pada transaksi yang berbasis
riba, baik memberi maupun menerima, baik berhubungan dengan sesama muslim
maupun non muslim. Dan diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW mengutuk orang yang
membayar bunga, mereka yang menerima, orang yang menuliskan kontrak
perjanjiannya dan orang yang menjadi saksi transaksi tersebut.
2. Seorang muslim tidak boleh
mendapatkan harta atau kekayaan dengan jalan penipuan, pemalsuan, pencurian dan
tindakan kriminal lainnya. “Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan
janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya,
dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya.
yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang yang beriman.” (Qs.Al-A’raf: 85)
3. Seorang muslim tidak boleh mengambil harta
anak yatim yang berada di bawah perwaliannya. “Dan berikanlah kepada
anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik
dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu.
Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang
besar”. (QS. An Nisa’: 2)
4. Seorang muslim dilarang untuk
mendapatkan penghasilan dari hasil perjudian, lotre, dari hasil produksi,
penjualan dan distribusi alkohol. “Hai orang-orang yang beriman,
Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi
nasib dengan panah[434], adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan”. (QS. Al Maidah:
90).
5. Seorang muslim hendaknya mengambil
barang sesuai dengan kebutuhan. Karena menimbun makanan dan kebutuhan dasar
lainnya merupakan bentuk pelanggaran hukum dalam islam yang sangat merugikan
orang banyak. “Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta
yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan
itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. harta
yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat.
dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. dan
Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”.(QS. Ali Imron: 180).
6. Zakat merupakan kewajiban yang
berkaitan dengan harta seorang muslim. Bila telah sampai nisabnya atau kadar
tertentu dari harta yang wajib untuk dizakatkan, seorang muslim harus
mengeluarkannya. Allah SWT berfirman, "Padahal mereka tidak disuruh
kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam
(menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan
menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus".(QS. Al
Bayyinah: 5). Setiap muslim yang memiliki kekayaan yang lebih dari jumlah
tertentu untuk memenuhi kebutuhannya harus membayar zakat kepada orang yang
membutuhkannya. Zakat adalah sarana untuk mempersempit kesenjangan antara si
kaya dan si miskin, dan untuk menjamin kebutuhan semua orang terpenuhi.
7. Setiap muslim dianjurkan untuk
memberi sedekah. “Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan
(bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar. Maka bertakwalah kamu kepada
Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah dan nafkahkanlah nafkah
yang baik untuk dirimu. dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya,
Maka mereka Itulah orang-orang yang beruntung”. (QS. At Taghobun:
15-16).
C.
Karakteristik Ekonomi Islam
Karakteristik dalam ekonomi Islam
bersumber pada Islam itu sendiri yang meliputi tiga asas pokok. Ketiganya
secara asasi dan bersama mengatur teori ekonomi dalam Islam, yaitu asas akidah,
akhlak, dan asas hukum (muamalah).
Ada beberapa karakteristik ekonomi Islam,
antara lain;[5][5]
a. Harta Merupakan Kepunyaan Allah dan
Manusia Khalifah atas Harta
Semua harta yang ada didunia ini termasuk yang berada
ditangan manusia pada dasarnya adalah milik Allah SWT semata. Allah memberikan
hak kepada manusia untuk mengatur dan memanfaatkan hartanya sesuai dengan
syariat Islam. Sesungguhnya Islam sangat menghormati milik pribadi, baik itu
barang-barang milik konsumsi ataupun barang-barang modal. Namun pemanfaatannya
tidak boleh bertentangan dengan dengan kepentingan orang lain. Jadi kepemilikan
dalam Islam tidak mutlak, karena pemilik sesungguhnya adalah Allah SWT.
b. Ekonomi Terikat dengan Akhidah,
Syariah, dan Moral
Diantara bukti hubungan ekonomi dan moral dalam Islam
adalah: larangan terhadap pemilik dalam penggunaan hartanya yang dapat
menimbulkan kerugian atas orang lain atau kepentingan masyarakat, larangan
melakukan penipuan dalam transaksi, larangan menimbun emas dan perak atau
sarana-sarana moneter lainnya, sehingga mencegah peredaran uang, serta larangan
melakukan pemborosan.
c. Ekonomi Islam Menciptakan
Keseimbangan antara Kepentingan Individu dengan Kepentingan Umum
Arti keseimbangan dalam system social Islam adalah, Islam
tidak mengakui hak mutlak dan kebebasan mutlak, tetapi mempunyai
batasan-batasan tertentu termasuk dalam bidang hak milik. Hanya keadilan yang
dapat melindungi keseimbangan antara batasan-batasan yang ditetapkan dalam
system Islam untuk kepemilikan individu dan umum. Kegiatan ekonomi yang
dilakukan oleh seseorang untuk menyejahterakan dirinya, tidak boleh dilakukan
dengan mengabaikan dan mengorbankan kepentingan orang lain dan masyarakat
secara umum.
d. Kebebasan Individu dijamin dalam Islam
Individu-individu dalam perekonomian Islam diberikan
kebebasan untuk beraktivitas baik secara perorangan maupun kolektif untuk
mencapai tujuan. Namun kebebasan tersebut tidak boleh melanggar aturan-aturan
yang telah digariskan Allah SWT. Dengan demikian kebebasab tersbut sifatnya
tidak mutlak. Prinsip kebebasan ini sangat berbeda dengan system ekonomi
kapitalis maupun sosialis. Dalam kapitalis, kebebasan individu tidak dibatasi
norma-norma ukhrawi, sehingga tidak ada halal atau haram. Sementara dalam sosialis
justru tidak ada kebebasan sama sekali, karena seluruh aktivitas ekonomi
masyarakat diatur oleh Negara.
e. Negara Diberi Wewenang Turut Campur
dalam Perekonomian
Islam memperkenankan Negara untuk mengatur masalah
perekonomian agar kebutuhan masyarakat baik secara individu maupun social dapat
terpenuhi secara proporsional. Dalam Islam Negara berkewajiban melindungi
kepentingan masyarkat dari ketidakadilan yang dilakukan oleh seseorang atau
sekelompok orang, ataupun dari Negara lain. Negara juga berkewajiban memberikan
jaminan social agar seluruh masyarakat dapat hidup secara layak.
f. Zakat
Zakat merupakan salah satu karakteristik ekonomi Islam
mengenai harta yang tidak terdapat dalam perekonomian lain. System perekonomian
diluar Islam tidak mengenal tuntutan Allah kepada pemilik harta, agar
menyisihkan sebagian harta tertentu sebagai pembersih jiwa dari sifat kikir,
dengki, dan dendam
g. Larangan Riba
Islam menekankan pentingnya memfungsikan uang pada bidangnya
yang normal yaitu sebagai fasilitas transaksi dan alat penilaian barang. Islam
melarang manusia mengambil keuntungan lebih dari usahanya, karena itu termasuk
riba.
BAB III
KESIMPULAN
·
Ekonomi Islam merupakan ilmu yang
mempelajari perilaku ekonomi manusia yang perilakunya diatur berdasarkan aturan
agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalam rukun iman
dan rukun Islam.
·
Adapun prinsip dasar dari ekonomi
Islam yaitu tauhid, akhlak dan keseimbangan.
·
Karakteristik dari ekonomi Islam
antara lain;
- Harta yang ada di dunia ini adalah
milik Allah
- Ekonomi terikat dengan Akidah,
Syariah dan Moral
- Ekonomi Islam menciptakan
keseimbangan antara kepentingan individu dengan kepentingan umum
- Kebebasan individu dijamin dalam
Islam
- Negara diberi wewenang turut campur
dalam perekonomian
- Adanya zakat
- Larangan riba
DAFTAR PUSTAKA