DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
1.2. Perumusan
Masalah
1.3. Tujuan
Penulisan
1.4. Identifikasi
Masalah
1.5. Alasan
Memilih Judul
1.6. Metode
dan Teknik Penelitian
1.7. Pembatasan
Masalah
BAB II BURUNG
RANGKONG
2.1. Burung
Rangkong
2.2. Cara Hidup
Burung Rangkong
2.3. Cara
Berkembang Biak Burung Rangkong
2.4. Jenis –
Jenis Burung Rangkong
2.5. Penyebaran
Burung Rangkong
2.5.1. Penyebaran Burung Rangkong Di Indonesia
2.6.
Keistimewaan – Keistimewaan Burung Rangkong
BAB
III PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
3.2.
Saran
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Burung Rangkong merupakan salah satu
hewan yang termasuk kedalam kelas aves (Burung). Untuk mengkaji bahwa suatu
hewan merupakan anggota aves adalah dari bulu yang dimilikinya. Tidak ada
makhluk lain yang berbulu kecuali unggas, yakni kelas aves ini. Semua burung
mempunyai bulu dan semua vertebrata berbulu adalah burung. Ciri lain dari hewan
termasuk ke dalam kelas aves adalah dapat terbang. Meskipun demikian, Kasuari
dan Pinguin tetap memiliki sayap seperti rekan – rekannya yang dapat terbang.
Semua jenis aves struktur tubuhnya
sama, sehingga kita membedakan jenis aves dari warna bulu, bentuk paruh dan
kaki. Tubuh aves rata – rata langsing supaya tidak berat saat terbang. Tulang –
tulangnya berongga untuk mengurangi tubuh ini, seperti tidak adanya gigi
diganti dengan empedal di rongga perit. Gigi di hilangkan untuk mengurangi
berat dikepala. Kelenjar kelamin betina juga hanya satu dan baru akan membesar
jika akan menghasilkan telur. Penutup tubuh berupa bulu juga untuk memperingan
berat dan meghangatkan tubuh yang relatif kecil.
Jantung aves memiliki empat kamar,
dua serambi dan dua bilik dengan sekat antar kamar sudah sempurna. Karena itu
burung berdarah panas, artinya suhu tidak terpengaruh oleh perubahan suhu
lingkungan. Jadi aves ini memiliki suhu tubuh yang tetap. Dengan demikian
burung dapat aktif dalam segala cuaca.
Berdasarkan hal tersebut maka penulis
tertarik untuk melaksanakan penelitian yang dituangkan dalam bentuk karya tulis
yang berjudul “Analisis Burung Rangkong (Bucerotidae) Pada Museum Biologi UGM
Yogyakarta”.
1.2. Perumusan
Masalah
Agar penelitian yang dilaksanakan
penulis jelas, bertitik tolak dari latar belakang yang dikemukakan diatas,
permasalahan yang dihadapi dalam penelitian ini dapat dirumuskan ke dalam dua
pertanyaan sebagai berikut :
1.
Apakah burung Rangkong itu ?
2.
Bagaimanakah cara hidup Burung Rangkong ?
1.3. Tujuan Penelitian
1.
Ingin mengetahui cara hidup Burung Rangkong
2.
Untuk mengetahui jenis – jenis Burung Rangkong
3.
Untuk mengetahui penyebaran Burung Rangkong
4.
Untuk mengetahui perkembangbiakan Burung Rangkong
1.4. Identifikasi Masalah
1.
Bagaimanakah cara hidup Burung Rangkong
2.
Bagaimanakah cara berkembang biak Burung Rangkong
3.
Apa sajakah jenis – jenis burung rangkong
4.
Dimana saja penyebaran burung Rangkong
1.5. Alasan Pemilihan Judul
Dalam pemilihan judul, penyusun mempunyai beberapa
alasan yaitu sebagai beikut :
1.
Agar penyusun mempunyai pengetahuan yang lebih banyak
mengenai cara hidup dan berkembang biaknya burung rangkong
2.
Agar mempermudah mencari informasi tentang burung rangkong
3.
agar masyarakat dapat mengenal baik burung rangkong,
baik cara hidup, berkembang biak, penyebaran dan klasifikasi.
Itulah beberapa alasan pemilihan judul mengenai burung
rangkong
1.6. Metode dan Teknik Penelitian
Metode yang digunakan penulis adalah menggunakan metode
:
1.6.1.
Literatur
Dengan cara mencari buku – buku sumber yang sesuai
dengan masalah yang akan dibahas oleh penulis dan mencari dari media
elektronik.
1.6.2. Observasi
Dengan cara mengamati langsung terhadap burung rangkong.
Observasi dilaksanakan pada saat study lapangan berlokasi di Museum Biologi UGM
Yogyakarta.
1.7. Pembatasan Masalah
Sesuai dengan judul mengenai burung rangkong, maka
pembatasan masalah ini akan berkisar pada pengkajian perkembangbiakan,
penyebaran dan jenis – jenis burung rangkong
BAB II
BURUNG RANGKONG
2.1. Burung Rangkong
Burung dari dunia lama dari famili
Bucerotidae yang masih kerabat dekat dengan hupo. Ada 2 subfamili, yakni :
Bucoracinae, yang terutama mencakup 2 spesies rangkong darat Afrika (Bocorus)
yang hidup di tanah, dan rangkong pohon (Bucerotinae) yang terdiri lebih dariu
40 spesies yang hidup terutama di pepohonan.
Rangkong memiliki ciri khas berupa
paruh yang besar dan melengkung ke bawah dengan ketopong tanduk besar diatasnya
yang menyebabkan mereka bisa dinamakan burung paruh tanduk. Baik paruh maupun
ketopongnya dapat besar sekali dan mencapai ukuran yang terbesar pada yang
jantan dari rangkong helm hitam (ceratogymna atrata) dari Afrika Barat,
rangkong besar (buceros bicornis) dari semenanjung malaya, Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Burung ini tampak seperti berbeban berat dan
limbun, meskipun ketopongnya sangat ringan karena terdiri dari kelopak rangkap
dari tanduk tipis. Kekecualian terhadap hal ini adalah rangkong gading
(rinhoplax vigil) dari semenanjung Malaya, Sumatera dan Kalimantan.
Ia memiliki ketopong kokoh seperti gading, yang dari luar berwarna merah dan
dari dalam berwarna keemasan. Setelah ketopong ini diolah dan dikerjakan orang,
maka sebutannya menjadi “gading rangkong”. Di zaman dahulu orang China
memberikan nilai lebih tinggi terhadap “gading” itu, ketimbang batu giok atau
gading gajah.
Banyak diantara burung yang memiliki
bercak-bercak sulah pada leher dan disekitar matanya. Warna yang paling banyak
terdapat ialah biru, merah. Kuning dan warna – warna itupun bisa berbeda antara
yang jantan dan betina. Rangkong helm hitam dan rangkong helm kuning
(ceratogymna elata), keduanya dari Afrika Barat, memiliki gelambir leher
berwarna biru abu – abu cerah.
Satu lagi keistimewaan pada burung
ini ialah bulu matanya yang keiting, panjang, tebal dan hitam, yang sangat
serupa dengan bulu mata palsu wanita. Kebanyakan spesies juga memiliki mahkota
bulu rambut yang sangat menonjol. Bulunya berlopa mencolok dalam warna hitam
atau cokelat dengan putih. Pada umumnya yang jantan dan betina serupa, meskipun
seringkali ketopong pada yang jantan lebih besar dan berwarna lebih cemerlang.
Ukuran tubuh rangkong sangat berbeda
besarnya yaitu antara 38 – 130 cm. Kebanyakan spesies memiliki tulang kering
agak besar, dan telapak kaki lebar dengan 3 jari mengarah kedepan dan yang
sebagian tumbuh bersambungan.
Kedua rangkong darat Afrika memiliki
tungkai yang terpanjang dan tergemuk, tampaknya suatu penyesuaian terhadap
kebiasaan mereka hidup di tanah. Spesies yang besar terbangnya lamban dan
sulit, yang terdiri berupa kepakan sayap disusul terbang meluncur. Spesies yang
besar mencolok karena suara berisik keras yang ditimbulkan sayapnya. Bunyi itu
disebabkan atau setidaknya diperkuat, oleh ketunaan akan bulu yang menutupi.
2.2. Cara Hidup Burung Rangkong
Barangkali burung rangkong jantan
tidak mampu untuk mencari pangan yang cukup baik bagi betina maupun bagi
anaknya, jika anak itu sudah separuh usia tumbuh. Pada banyak spesies lainnya
misalnya pada rangkong – pipi – perak (Bycanistes brevis) , si betina
tetap tinggal di sarang sampai anaknya memiliki bulu. Spesies ini memberi makan
anak-anaknya dengan buah-buahan dan yang jantan tampaknya mampu memberi cukup
pangan bagi betina dan anak-anaknya sekaligus. Masa beroleh bulu pada spesies Bycanistes
berlangsung lebih lama dibanding pada spesies Tocker. Hal ini ada
kaitannya dengan kenyataan bahwa buah-buahan bagi anak yang sedang tumbuh
merupakan jenis pangan yang kurang gizinya dibanding dengan serangga.
Kehadiran si betina yang cukup lama dalam
sarang bukan tidak membawa persoalan bagi kebersihan isi sarang. Masalah ini
dipecahkan si betina dengan menyemburkan kotorannya keluar sarang melaui celah
dinding sekuat tenaga. Biji buah-buahan pun dibuangnya keluar. Sementara
mengerami telur, sibetina berganti bulu. Lazimnya, tetapi tidak selalu, secara
menyeluruh, hingga kehilangan kemampuannya untuk terbang. Hanya rangkong –
darat – Afrika saja yang mengikuti kebiasaan normal untuk berganti bulu sesudah
mengeram.
Makanan rangkong beraneka ragam, kebanyakan
spesies makan buah-buahan, dan juga setiap hewan yang dapat ditangkapnya.
Bahkan burung kecil dan kelelawar merupakan pangan yang digemarinya dan hewan
berbisa merupakan sebagian pangan utama dari sejumlah rangkong Asia.
Saat tidak berproduksi, rangkong
dapat berkelana mencari makanan rata-rata 10.5 km perhari, bahkan ada yang
mencapai jarak 30 km. daerah jelajahnya juga bervariasi antara 39.8 sampai 55.8
km. saat itu pula, rangkong ‘melaksanakan’ tugasnyasebagai penyebar benih.
Biji dari buah yang dimakan rangkong
tidak hancur. Hal itu memungkinkan biji dapat disebarkan cukup jauh dari
induknya. Jika rangkong sudah mulai mengepakan sayapnya, lalu meluncur
menyusuri hutan, maka biji dari buah yang dimakannya akan disebarkan cukup jauh
dari induknya, sehingga regenerasi dan reforestasi hutan dapat berjalan secara
alamiah. Jadi, tentunya sudah kewajiban kita untuk menjaga kelestariannya dan
fungsinya di alam.
2.3. Perkembang biakan Burung Rangkong
Perkembang biakan burung rangkong
bisa dilihat dari perilaku mengeram rangkong bahkan lebih janggal dibandingkan
dengan bentuk lahiriahnya. Sebab pada semua spesies , kecuali yang hidup di
tanah yang betina di kurung dalam ruang selama masa mengeram, dengan dinding
dari bahan liat dan disuapi yang jantan, mungkin sebagai pengamanan terhadap
hewan pemangsa.
Dinding yang menutupi lubang liang
yang menuju ke ruang sarang, biasanya ditutup oleh si betina dengan kotorannya
sendiri, yang pertama kali mirip zat pelekat, kemudian menjadi keras setelah
terkena angin. Pada beberapa spesies , yang jantan ikut membantu menyediakan
bahan bangunan berupa bulatan tanah liat bercampur ludahnya sendiri. Apabila
dinding itu telah rampung, maka tertinggalah sedikit celah tersisa, yang cukup
lebar untuk memberikan pangan yang diperlukan betina.
Pada rangkong van der decken (Tockus
Deckeni) dan barang kali juga pada spesies tockus lainnya, si induk meloloskan
diri dari sarang kurungnya apabila anaknya telah berumur 2-3 minggu dan sudah
setengah usai pertumbuhannya, untuk membantu yang jantan menyuapi anaknya.
Sangat ajaib, bahwa anak burung itu lalu menambal kembali dinding yang
berlubang perginya induk anak burung yang jumlahnya 2-4 ekor itu, diberi
makanan serangga, yang dibawakan orangtuanya, satu atau dua sekaligus.
2.5. Penyebaran Burung Rangkong
Rangkong tersebar hampir diseluruh
kawasan tropis lama dunia lama; 25 spesies terdapat di Afrika meskipun tidak
satupun terdapat di Madagaskar, 20 spesies selebihnya terdapat diseluruh Asia
Tenggara ,ulai dari India melalui Burma, Thailand, Indocina, semenanjung
malaya, Indonesia sampai Filipina, dan Papua Nugini, tetapi tidak melalui hutan
hujan sampai padang rumput dengan pepohonan yang tersebar.
Kehadiran beberapa batang pohon
mutlak diperlukan, karena meskipun ada kalanya mereka juga menggunakan
liang-liang dalam batu karang untuk bersarang.
2.5.1. Penyebaran Burung Rangkong
No
|
Nama Ilmiah
|
Nama Inggris
|
Nama Indonesia
|
Daerah Penyebaran
|
Status
|
1
|
Rhinoplax vigil = Buceros vigil
|
Hemeted
hornbill
|
Enggang
raja
|
S.K
|
I
|
2
|
Anthracoceros
albirostis
|
Asian
piet hornbill
|
Kengkareng
perut putih
|
J.S
|
II
|
3
|
Rhyticeros
cassidix
|
Knobbed
hornbill
|
Julang
sulawesi
|
Sul
|
II
|
4
|
Rhityceros
undultus
|
Wreathed
hornbill
|
Julang
jambul cokelat
|
J.K.S
|
II
|
5
|
Rhyticeros
corrugatus
|
Wrinkled
hornbill
|
Julang
jambul hitam
|
S.K
|
II
|
6
|
R. everitii
|
Sumba hornbill
|
Julang
sumba
|
NT (Sumba)
|
II
|
7
|
R. plicatus
|
Blytis
hornbill
|
Julang
irian
|
Maluku, Irian
|
II
|
8
|
Annorhinus
galeritus
|
Bush
created hornbill
|
Kengkareng
ekor abu
|
S.K
|
II
|
9
|
Penelopides
exharalus
|
Sulawesi hornbill
|
Julang
kecil sulawesi
|
Sul
|
II
|
10
|
Berericornis
cornatus
|
White
croowned hornbill
|
Enggang
jambul putih
|
S.K
|
II
|
11
|
R.
subruficolis
|
Plain
pouched hornbill
|
Enggang
sumatera
|
S
|
I
|
12
|
Anthracoceros
malayanus
|
Black
hornbill
|
Kengkareng
hitam
|
S.K
|
II
|
13
|
Buceros
rhinoceros
|
Rhinoceros
hornbill
|
Rangkong
badak
|
J.S.K
|
II
|
14
|
B. bicornis
|
Great
hornbill
|
Rangkong
papan
|
S
|
I
|
Keterangan
:
I : Spesies mendekati kepunahan, pemanfaatan
spesies perlu perlakuan internasional yang ketat : spesies langka, pemanfataan
spesies perlu perlakuan internasional ketatnya.
S :
Sumatera
K : Kalimantan
J :
Jambi
Sul : Sulawesi
2.6. Keistimewaan Burung Rangkong
Rangkong bukan main terampilnya dalam
menangani benda-benda dengan pertolongan paruhnya. Dikombinasi dengan panjang
paruhnya keterampilan itu sangat penting untuk membuat hewan berbisa kecil
tidak berdaya. Uar, lipan dan ketonggeng ditangkap dengan ujung paruhnya, lalu
seluruh panjang tubuh mangsanya di cengkram dan diremas-remas bagian demi
bagian. Apabila remasan paruhnya itu sampai kebagian ujung akhir, apakah itu
kepala ataukah ekor, maka suatu gigitan keras diberikan sebagai hadiah
tambahan. Proses ini diulangi berkali-kali tergantung besar tidaknya atau keras
tidaknya mangsa itu. Perilaku itu bertujuan agar bagian yang berbahaya pada
mangsa itu kepala ular atau ujung ekor ketonggeng hancur luluh sama sekali.
Rangkong badak jinak, yang beterbangan lepas, rangkong emas (aceros undulatus)
dan rangkong hitam (Anthracoceros malayanus) memperlakukan benda panjang yang
lenur seperti misalnya seutas tali, dengan cara yang sama, dan menghabiskan
banyak waktu dengan bermain – main dengan ranting., kayu dan daun – daunan.
Mereka melempar-lemparkan bendas-benda itu ke udara. Menangkapnya lagi, lalu
mengulanginya lagi. ‘permainan’ semacam ini seringkali terlihat pada spesies
yang hidup di alam liar dan mungkin dapat dianggap sebagai latihan.
Rangkong adalah burung yang hiruk
pikuk dan mencolok karena mereka mendengarkan segala bunyi siulan, kotekan,
eraman dan auman. Sering pula burung ini membentuk kelompok dan pada sejumlah
spesies diketahui pula luar musim mengeram, mereka menempati tempat
peristirahatan yang dapat digunakan untuk tidur. Tampaknya hanya terbatas pada
spesies pemakan buah saja. Dari lingkungan yang sangat luas, burung ini
berdatangan ke tempat peristirahatan untuk tidur semalam,lalu esok terbang
kembali menuju ke tempat – tempat buah – buahan.
Rangkong dimanapun beradanya,
memainkan peranan besar dalam mitologi dan takhayul. Dua spesies yang dalam
ihwal seperti tersebut agak penting adalah rangkong paha putih (bycanistes
albotibialis) dari Afrika Barat dan rangkong badak dari Kalimantan.
Di kawasan ini, daging burung tersebut sering dimakan, dan bulunya dinilai
berharga sebagai hiasan rambut dan hiasan lain. Di Sudan, para pemburu
menempatkan kepala Rangkong di atas kepala mereka apabila mereka sedang merayap
untuk menyergap hewan liar, dengan keyakinan bahwa burung yang begitu tinggi
kewaspadaannya akan membuat buruan itu merasa tenang.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Burung Rangkong , tidak semua orang
pernah melihat secara langsung baik di alam maupun di kebun binatang. Jenis
burung ini sangat unik dan memiliki keindahan yang tidak dapat dijelaskan
dengan hanya melihat gambar. Burung Rangkong termasuk hewan yang dilindungi
berdasarkan Peraturan Perlindungan Binatang Liar No.226 tahun 1931, UU No.5
Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya yang
dipertegas dengan SK Menteri Kehutanan No.301/kpts-II/1991 tentang
Inventarisasi Satwa yang dilindungi UU dan No.882/kpts-II/1992 tentang
penetapan Tambahan Beberapa jenis satwa yang dilindungi UU.
Sebenarnya burung rangkong adalah
burung yang pasif dan suka sembunyi. Bagi orang-orang yang tidak pernah
melihatnya, burung ini dicirikan oleh ukuran tubuh yang besar, kurang kebih dua
kali ayam kampung dan memiliki paruh yang sangat besar. Dari kejauhan , burung
ini dapat dikenali melalui suara yang keras serta beberapa jenis memiliki warna
tubuh yang mencolok, merupakan burung yang sangat jarang dijumpai. Kelompok
burung Rangkong (Bucerotidae)
mempunyai paruh besar dab kokoh tetapi ringan serta bersifar arboreal. Umumnya
burung jantan memiliki ukuran tubuh lebih besar dari burung betina. Jenis
kelamin rangkong yang telah dewasa dapat diketahui berdasarkan perbedaan warna
balung atau cula, warna sayap, paruh dan mata.
Kelompok burung rangkong mempunyai
ukuran panjang total antara 381-1600 mm. bulu berwarna coklat, hitam, putih
atau hitam dan putih. Paruh berwarna merah atau kuning, sangat besar dan
melengkung dan sebagian besar burung ini mempunyai cula. Kulit dan bulu
disekitar tenggorokan berwarna terang. Sayap kuat, ekor panjang, kaki endek,
jari – jari kai besar dan S indaktil (Departemen Kehutanan, 1993)
Tentunya akan menjadi pertanyaan bagi
kita, apa peranan burung ini bagi ekosistem ? hasil penelitian menunjukan bahwa
satwa ini merupakan pemakan buah dan sangat menggemari buah Ara (Fiqus sp.)
dimana buah ini merupakan pohon kunci bagi kelestarian satwa liar. Kelompok
burung rangkong (Bucerotidae) yang
tergolong satwa pemakan buah, berperan dalam penyebaran biji di hutan.
Biji-biji tersebar melalui kotorannya karena sistem pencernaan rangkong tidak
merusak biji buah. Selain itu, pergerakan rangkong keluar dari pohon penghasil
buah membantu menyebarkan biji da meregenerassi hutan secara ilmiah.
3.2. Saran
Sehubungan dengan kelemahan teori
yang dikemukakan, maka penulis meyarankan supaya pembaca dapat mempelajari
lebih dalam tentang Burung Rangkong ini, sehingga dapat lebih dimengerti dan
dipahami maksud dari teori tersebut.