BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Politik adalah kajian ilmu sosial,
yang tidak bisa lepas dari aktivitas kehidupan manusia. Mengapa demikian?
Karena manusia adalah makhluk sosial. Sehingga bagaimanapun orang memandang
politik, selama manusia ada dan berupaya untuk melanjutkan peradabannya, maka
selama itu pula politik aka nada bersama berdampingan dengan manusia. Sekalipun
saat ini politik telah mengalami berbagai pergeseran, namun rasanya kita tidak
harus dan tidak bisa begitu saja dalam menilai baik tidak politik, karena pada
dasarnya poltik tu dikendalikan oleh manusia, maka wajar kalu suatu ketika
politik mengalami sedikit perubahan makna Karena manusia sendiri pada dasarnya
selalu berupaya untuk berubah. Hanya tingal kita bisa tidak melihat sisi baik
dari politik itu.
Memasuki awal tahun 2009, lebih
terlihat kesibukan diantara Parpol peserta Pemilu, rencana koalisi, kebimbangan
caleg dengan diterapkannya sistem suara terbanyak, perebutan capres alternatif
ketiga serta pemilihan cawapres pendamping. Dalam kondisi krisis ekonomi yang
memukul negara, krisis keuangan langsung maupun tidak langsung juga memukul
kekuatan parpol-parpol dalam pelaksanaan kampanye, dimana kebutuhan dana
pendukung yang sangat besar dibutuhkan pada periode kampanye.
Dengan demikian, terdapat berbagai
permasalahan yang timbul selain perkembangan politik yang terjadi pada saat
itu.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Mengetahui perkembangan politik di Indonesia
2.
Mengkaji permasalahan yang dihadapi pada pemilu
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun
yang menjadi tujuan kami dalam penulisan ini adalah:
- Penanaman nilai tentang politik beserta hakikatnya.
- Transper pemahaman tentang arti, sejarah, konsep, bentuk dan pola perpolitikan.
- Mengkaji perpolitikan Indonesia dan memahami perkembangannya
- Mencermati dinamika perpolitikan di Tahun 2009
- Mencari tahu permasalahan yang dihadapi pada pemilu 2009
- Memberikan petunjuk bahwa politik bukan hal yang kotor ataupun tabu bagi masyarakat.
1.4 Manfaat Penulisan
- Mengetahui arti, sejarah perkembangan politik dunia dan di indoneia.
- Mengeahui konsep, pola, dan bentuk politik serta demokrasi.
- Memahami sikap seharusnya yang harus ditumbuhkan oleh individu dalam memandang dan menilai politik secara benar.
- Mendapatkan pemahaman tentang politik yang sebenarnya yang harus terus dikembangakan
- Mengetahui perkembangan politik di era tahun 2009
- Meninjau permasalahan yang dihadapi pada pemilu
- Mengetahui praktek politik seperti apa tidak boleh diikuti karena penyimpangan-penyimpangannya, guna menciptakan dan menghasilkan serta mencapai cita-cita mulia dari politik itu sendiri seperti yang etrtuang dalam UU No 2 tahun 2008 tentang partai politik.
BAB II
Perkembangan
politik di Indonesia
2.1
Pengertian Politik
Secara etimologi politik berasal dari bahasa Yunani
yaitu dari kata polistaia. Polis diartikan negara, kota
yakni suatu masyarakat yang mampu mengurus diri sendiri atau mandiri, sementara
taia berarti urusan. Secara sederhana dari tata bahasanya politik
dapat diartikan urusan yang mengurusi masalah negara kota.
Menurut para
pakar dan ahli politik.
1. Thomas M.
Magstadt dan Peter M. Schotten (1988:7), politik adalah segala sesuatu mengenai
bagaimana manusia diperintah, yang berkaitan dengan tatanan, kekuasaan, dan
keadilan.
2. Cecep
Darmawan (2009), politik ialah segala sesuatu yang berkenaan dengan negara,
termasuk didalamnya kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijakan, maupun
pembagian dan pengalokasian nilai-nilai didalam masyarakat yang bersangkutan.
Pengertian
politik dapat dilihat dan diklasifikasikan juga dalam ranah-ranah sebagai
berikut:
1. Politik
dalam arti kepentingan,
Politik adalah
ilmu yang menjelaskan tentang kepentingan, baik dalam kontek individu,
kelompok, cara meraih, merebut, atau memperhatikan kepentingan perorangan
maupun kelompok.
2. Politik dalam
arti kebijakan
Politik adalah
aturan main dalam mengurusi masalah kebijakan-kebijakan dalam mempertahankan
kepentingan yang dapat diterima oleh berbagai kalangan. Dengan karakteristik
terjadinya sebuah pengembangan makna politik, luas dan berkembangnya kajian
atau objek ilmu politik.
3. Politik
secara institusional
Politik adalah
ilmu yang mempelajari lembaga-lembaga politik seperti negara, pemerintah, DPR
dsb semuanya terkait dengan kajian ilmu politik.
4. Menurut
hakikat politik itu sendiri
Politik adalah
ilmu yang meneliti manusia dalam usahanya memperoleh kekuasaan (postulation
approach), tentang kehausan kekuasaan, motivasi memperoleh dan menggunakan
kekuasaan (psocologys approach) juga sebagai kajian kekuasaan sebagai
gejal sosial, dimana kekuasaan itu berlaku atau digunakan sebagai alat untuk
menjelaskan keadaan masyarakat (sociologis approach).
2.2 Sejarah
Perkembangan Ilmu Politik
Asal muasal kemunculan ilmu politik
Jika
hanya dilihat dari rumpun ilmu social maka politik masih dikatakan sangat muda
karena politik baru lahir apda abad ke-19. Namun jika kita pandang dari objek
kajian politiknya itu sendiri secara orisinil maka ilmu politik usiannya sudah
sangat tua, bahkan sampai disebut sebagai ilmu social tertua. Untuk lebih
jelasnya kita bisa mengkajinya dari sudut pandang kajian orisinalnya, menurut
sejarah ilmu politik telah ada sejak tahun 450 S.M. (Budihardjo, 2008:5).
Buktinya pada saat itu pemikiran mengenai negara telah ada di Yunani kuno, hal
ini diperjelas oleh karya-karya Herodicus (ahli sejarah), Plato(Bapak filsafat
politik), Aristoteles (Bapak ilmu politik) yang telah meletakan dasar-dasar
ilmu politik.
Perkembangan politik di Indonesia
Jika kita mengkajinya lebih dalam, disesuaikan dengan
pengertian politik secara umum, maka kita bisa menyebutkan bahwa politik di
Indonesia juga telah lahir jauh-jauh hari tepatnya sejak masyarakat ada, lalu
mengkaji konsep mengenai masyarakatnya, dan terlebih pada upaya-upaya pemilihan
para pemimpin mereka. Perkembangannya dilanjutkan juga oleh masyarakat yang
membentuk suatu kerajaan. Maka mereka telah menggauli ilmu dan kajian politik.
Hanya saja yang perlu kita garis bawahi adalah perbedaan khususnya saja, antara
politik jaman dahulu dengan politik masa kini. Dan juga mungkin mereka tidak
mengetahui kalau-kalau yang mereka lakukan itu aalah proses politik.
Memang sangat jauh berbeda sesuai
dengan tahap perkembangan. Perkembangan yang kami maksudkan yaitu perkembangan
kebudayaan, peradaban, latar belakag pendidikan dan yang tidak kalah penting
dilihat dari perkembangan penmgaruh bagsa luar yang masuk kedalah bangsa atau
peradaban suatu bangsa atau negara. Ditambah lagi dengan perkembangan Ilmu
Pengetauhan dan Teknologi yang saat ini sedang kita rasakan bersama. Tentulah
politik abad lalu dengan abad sekarang jauh berbeda.
Kendati demikian jika melihat dari
perkembangan pola, bentuk dan konsep mengenai politiknya itu sendiri maka kami
sangat optimis meramalkan bahwa politik dinegara kita akan teurs mengalami
perkembangan dan gejolak yang lebih besar dari pada yang sekarang kita alami
dan rasakan ini. Mungkin itu lebih baik ataupun sebaliknya malah lebih buruk
(dilihat dari banyak sedikitnya memberikan maslahat bagi masyarakat).
2.3 Konsep Dasar Ilmu Politik
Jika kita kaji lebih dalam mengenai
objek kajian ilmu politik maka jawabannya akan sangat banyak dan beragam, namun
agar kajiannya menjadi lebih sederhana dan lebih mudah dipahami maka kami akan
menguraikan dalam kajian-kajian sebagai berikut:
1. Negara
Negara adalah organisasi masyarakat
yang memiliki wilayah, memiliki kekuasaan dan diaukui secara de yure dan de
facto oleh angotanya (rakyat) juga oleh beberapa negara lain secara sah dan
ditaati oleh raakyatnya. Dalam hal ini Negara berfungsi sebagai agen bagi
proses pelaksanaan kepentingan politik atau aspirasi masyarakat. Adapun yang
menjadi tugas negara dalam hal ini ialah:
a.
mengendalikan dan mengatur gejala-gejala kekuasaan pada masyarakat
b. mengorganisir dan
mengintegrasikan kegiatan manusia dan golongan-golongan kearah tercapainya
tujuan-tujuan dari masyarakat umum.
2.
Kekuasaan
Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau kelompok manusia
untuk memengaruhi tingkah laku seseorang atau kelompok lain dengan sedemikian
rupa sehingga tingkah lakunya sesusi dengan yang dinginkan oleh orang atau
kelompok yang memepengaruhinya (Miriam Budiardjo,1992:35). Dalam hal ini
kekuasaan juga jelas sangat terkait erat dengan politik. Kekuasaan menjadi
objek yang cukup vital dalam kajian politik. Dan selama kekuasaan itu diingikan
untuk ada maka selama itu pula politik akan tetap ada dalam kehidupan umat
manusia.
3. Kebijakan dan Pengambilan Keputusan
Berpolitik adalah bertindak sesuai
dengan kondisi dan situasi tertentu dalam mengarahkan tindakan pada sebuah
tujuan. Dalam hal ini perlu diketahui bahwa politik merupakan alternatif yang
diterapkan untuk mencapai suatu tujuan, salah satunya tujuan untuk mengangkat
seorang pemimpin, maka politiklah alternatifnya.
4. Konflik dan Kerjasama
Hal ini pula yang cukup menjadi sorotan
penting dalam kajian ilmu politik. Karena manusia itu pada dasarnya memiliki
keinginan dan harapan masing-masing serta diberkahi cara pandang yang berbeda
maka hal ini akan mengakibatkan kemungkinan munculnya kerjasama atau sebaliknya
konflik. Dalam dunia perpolitikan hal ini sangat mungkin terjadi. Namun itu
adalah hal yang wajar dan alamiah.
2.4 Partai Politik
Definisi partai politik.
- Menurut Carl J. Friedrich, partai politik adalah sekelompok manusia yang teroragisir secara stabil dengan tujuan untuk merebut atau mempertahankan kekuasaan terhadap pemerintahan (bagi pimpinan partainya), dimana kekuasaan ini akan memberikan manfaat yang bersifat idiil dan materil kepada anggota partainya.
- R.H Soltau, partai politik adalah sekelompok warga negara yang sedikit banyak terorganisir, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan yang memanfaatkan kekuasaannya dengan tujuan untuk menguiasai pemerintah dan melaksanakan kebijakan umum mereka.
- Sigmun Meuman mengartikan partai politik sebagi organisasi dari aktivis-aktivis politik yang berusaha untuk mengusai kekuasaan didalam pemerintahan serta merebut dukungan rakyat, yang didasari oleh persaingan dengan suatu golongan atau golongan-golongan lain yang mempunyai pandangan yang berbeda.
Tujuan dan fungsi partai poltik
Tujuan partai politik sesuai dengan yang
tertuang dalam Undang-Undang No. 2 tahun 2008,
1. Tujuan umum:
a. Mewujudkan
cita-cita nasional bangsa
b. Menjaga dan
memelihara keutuhan NKRI
c.
Mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan pancasila
d. Mewujudkan
kesejahteraan bagi seluruh rakyat indonesia
2. Tujuan khusus:
a. Meningkatkan
partisipasi politik anggota dan masyarakat dalam rangka penyelenggaraan
kegiatan politik dan pemerintaan
b.
Memperjuangkan cita-cita partai politik dalam kehidupam bermasyarakat,berbangsa
dan bernegara
c. Membangun
etika dan budaya politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
Fungsi Partai politik:
1. Sebagai sarana komunikasi politik
2. Sebagai sarana sosialisasi politik
3. Sebagai sarana rekrutmen politik
4. Sebagai sarana pengatur konplik
2.5 Demokrasi
Demokrasi
berasal dari bahasa yunani dari kata demos yang berarti rakyat
dan kratos atau kratein yang berarti kekuasaan atau
berkuasa.
Secara istilah
demokrasi diartikan pemerintahan yang dijalankan oleh rakyat , baik secara
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Unsur pokok demokrasi:
1. Dukungan yang luas kepada
pemerintahan
2. Kompetisi kekuasaan
3. Pergantian kekuasaan
4. Perwakilan umum
5. Kekuasaan mayoritas
6. Hak dan perbedaan pendapat dan
pengabaian perintah
7. Persamaan hak politik
8. Konsultasi umum
9. Kebebasan pers.
Model-model demokrasi
1. Sistem presidesial (Amerika)
2. Sistem parlementer (Inggris)
2.6 Integrasi, Demokrasi dan Pembaharuan Politik
Pada waktu
anggota DPR/MPR periode 1987-1992 dilantik 1 oktober 1987, para anggota
mengangkat sumpah/janji, bahwa mereka akan membela pancasila sebagai dasar
negara, sebagai pandangan hidup dan sebagai ideologi nasional. Upacara
pelantikan tersebut merupakan puncak penggalangan politik, yang dirintis sejak
Seminar II Angkatan Darat bulan Agustus 1966 dan disempurnakan dalam Seminar
Hankam bulan November 1967, yang akan dibangun selesai runtuhnya Orde Lama..
Dasar
rumusan ideologi pancasila sebagai dasar negara resmi dimulai setelah Sidang
MPR 1978. Akan tetapi usaha pertama ke arah itu Dasar pemikiran waktu itu
adalah bahwa kekacauan ideology menimbulkan kekacauan kehidupan politik.
“terlalu banyak peta, terlalu banyak petunjuk”, begitulah almarhum Mayjen
Soewarto, Komandan Seskoad waktu itu, dalam membahas tantanan dan proses politik
setelah 1966-1967.
Pokok
pemikiran Seminar II Angkatan Darat dan Seminar Hankam itu berkisar pada dua
masalah.
1. Kesatuan
dan persatuan harus dijaga, berapapun biayanya,
2.
Stabilitas politik merupakan prasyarat usaha-usaha lain, seperti pembangunan ekonomi,
akan tetapi kepanglimaan politik diubah dalam artian, syarat-syarat kehidupan
politik tidak lagi didasarkan pada kepanglimaan partai, melainkan kepanglimaan
peran unggul ABRI. Karena itu, meskipun prioritas pembangunan adalah ideology
“pembangunan”; kepanglimaan politik berangsur ditangani oleh tritunggal
ABRI-Golkar-Kopri, terutama setelah Pemilu 1971.
Dengan
segala kelemahan dan kekurangan yang masih ada, ABRI adalah satu-satunya
kelembagaan sosial d-politik yang mempertahankan Indonesia secara rasional
menyeluruh. Langkah-langkah perluasan kehidupan demokrasi di Indonesia serta
pemikiran-pemikiran pembaharuan hanya dapat dilakukan, sejauh persepsi tentang
persatuan dan kesatuan tidak terancam. Batasan ini perlu dikemukakan, arena
perdebatan tentang “demokratisasi kehidupan politik”dan”pembaharuan
politik”hanyalah dapat dilakukan dengan realistis, apabila kedudukan unggul
atau keporosan ABRI diakui sebagai premis dasar.
Oleh karena
itu, salah satu faktor politik yang harus diakui ialah, bahwa untuk jangka
waktu 5-10 tahun mendatang, bobot dari keperosotan peran ABRI akan tetap
memainkan peran yang paling menentukan, meski bukan peran satu-satunya.
Sebabnya
sederhana saja. ABRI adalah satu-satunya kelembagaan sosial-politik, yang mampu
menyelaraskan satunya ideology dengan organisasi. Tanpa organisasi ideology
akan terbang layang sebagai gagasan lepas. Dengan melalui organisasi, ideology
menjadi peta bumi politik, pegangan yang yang dipakai sebagai dasar berbuat,
bertindak, dan berkarya. Dalam masyarakat Indonesia yang majemuk dan dalam
geografi tanah air kita yang terbentang luas, ABRI adalah ABRI adalah
kelembagaan yang paling tidak acak di antara kelembagaan sosial-politik lainnya
yang amat acak.
Sekarang
sudah lebih 20 tahun kita bergumul dengan masalah-masalah persatuan dan
kesatuan. Sudah tiba saatnya untuk memikirkan bagaimana mengisi integrasi
nasional tadi dengan demokrasi dan pembaharuan.
Generasi
yang lahir mereka sepenuhnya mekar dan dewasa dalam alam serba pembangunan.
Spontan, berani dan kreatif, mereka tidak ada cacat mental “pernah merasakan
masa penjajahan” yang dialami kakek-kakek mereka. Jiwa pembaru-ditambah dengan
kesadaran, bahwa bangsanya terlibat dalam persaingan ketat dengan kesadaran,
bahwa bangsanyaterlibat dlam persaingan ketat dengan bangsa lain didunia
membuat mereka hampir-hampir menerima sebagai wajar persoalan mendasar, seperti
kesatuan-kesatuan.
Dalam pada
itu, kita harus sadar, bahwa perubahan cepat yang telah kita alami selama 20
tahun lebih, mau tidak mau memaksa kita untuk memikirkan perlunya pemikiran kea
rah partisipasi yang lebih luas daripada yang telah dikerjakan selama ini.
Tahap sentralisasi dan integrasi sebagai sasaran pokok, perlu dilengkapi dengan
tahap persiapan demokratis melalui keikutsertaan yang lebih tersebar. Kunci
persoalannya adalah bagaimana kita mengelolanya sedemikian rupa, sehingga
proses demokratisasi tidak diarikan sebagai tahap menuju anarki, apalagi
disentegrasi. Sebaliknya setiap tahap harus dapat mencari bentuk-bentuk
kelembagaan sosial, ekonomi, dan politik yang makin membuahkan rasa yang
memiliki yang lebih luas di kalangan pimpinan masyarakat dari berbagai kalangan
dan golongan.
Gagasan
pembaharuan perlu dikaji secara konseptual dan dicooba secara operasional
secara bertahap, agar tiap-tiap kesalahan atau kemelesetan operasional dapat
dikoreksi dalam batas-batas kemampuan kendali. Dengan demikian fungsi integrasi
diperkuat oleh demokratisasi dan dihidupkan oleh pembaharuan-pembaharuan yang
selektif. Setiap keberhasilan dalam mata rantai integrasi, demokratisasi dan
pembaharuan, pada gilirannya memperkuat tiap satuan dalam mata rantai. Tapi
karena dapat menyalurkan aspirasi yang berbeda-beda setiap lingkungan
masyarakat, daerah, adat, bahasa dan keagamaan yang beraneka ragam, tanpa
kehilangan kerangka dasar persatuan dan kesatuan.
2.7 Pembangunan Politik Masyarakat
Pada kenyataannya masyarakat kita belum
semuanya paham dan mengerti mengenai politik baik secara khusus ataupun secara
keseluruhan. Maka dari itu dengan tujuan untuk memberikan pengertian dan
pemahaman kepada masayrakat perlu kiranya dilakukan yang namanya pendidikan
politik. Hal ini bisa dilakukan dalam pendidikan formal, informal ataupun non
formal. Hal perlu mengingat seperti yang kita tau saat ini paradigma masyarakat
tentang politik sangat kurang baik, mereka memandang dan berkata bahwa politik
itu kotor. Benarkah? Karena hal itu sehingga angka golput dalam beberapa
pemilihan umum begitu meningkat signifikan.
Selain itu tujuan dari pendidikan
politik itu ditujukan untuk membangun dan meningkatkan partisipasi politik,
guna mewujudkan tujuan dari politik itu sendiri seutuhnya sesuai dengan yang
tertuang dalam Undang-undang No.2 Tahun 2008 tentang partai politik.
Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan
dalam masyarakat
yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan,
khususnya dalam negara.
Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang
berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam
ilmu
politik.
Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan
secara konstitusional maupun nonkonstitusional.
Di samping itu politik juga dapat ditilik dari
sudut pandang berbeda, yaitu antara lain:
- politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles)
- politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara
- politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat
- politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.
Dalam konteks memahami politik perlu dipahami
beberapa kunci, antara lain: kekuasaan
politik, legitimasi, sistem
politik, perilaku politik, partisipasi politik, proses politik, dan juga
tidak kalah pentingnya untuk mengetahui seluk beluk tentang partai
politik.
2.8 Politik
Modernisasi
Beberapa
konsekuensi modernisasi harus diperhatikan seiring dengan pembicaraan yang
dibahas. Orang-orang mungkin merasa kehilangan kepribadian moral mereka.
Komunitas-komunitas yang mungkin kita kenal telah berubah bentuk. Masyarakat
yang sedang dalam proses modernisasi diri mencari bentuk baru bagi
kesempurnaan, kepastian baru untuk menggantikan sesuatu yang telah hilang
melalui perubahan. Semua masyarakat yang memodernisasikan diri berada dalam
proses transisi.
Efek
kondisi-kondisi selama modernisasi adalah tekanan yang yang berlebihan pada
kekuasaan. Kekuasaan adalah kompensasi bagi kelemahan dan disintegrasi serta
yang paling potensial untuk dipenuhi. Proses modernisasi menghasilkan suatu
dorongan kuat pada individu, kepemimpinan, serta kebengisan pada suatu waktu di
saat masyarakat industri yang kompleks bergelut dengan masalah hilangnya
individualitas, dengan alienasi dan perasaan individu yang berlebihan.
Modernisasi
merupakan suatu tujuan yang tidak dibatasi pada sebuah tempat atau wilayah
tunggal, pada sebuah Negara atau kelas tertentu atau pada sekelompok rakyat
dengan hak-hak istimewa. Modernisasi dan keinginan untuk itu, menjangkau
seluruh dunia. Jadi, modernisasi adalah sejenis harapan yang khusus. Melekat di
dalamnya adalah seluruh revolusi sejarah masa lampau serta seluruh keinginan
manusia yang paling tinggi. Apa pun arah yang diambilnya perjuangan untuk
menjadi modern memberi arti tertentu bagi generasi kita. Ia menguji pranata dan
kepercayaan lama kita.. ia meletakkan Negara kita di bursa gagasan dan
ideologi. Begitu kerasnya kekuatan yang terjadi sehingga kita terpaksa untuk
mengajukan pertanyaan-pertanyaan baru terhadap pranata kita sendiri. Setiap
Negara, apakah sudah modern, atau sedang menjadi modern, sama-sama mengharap
dan takut akan hasilnya. Contohnya masalah politik kembar yang dihadapi semua
pemerinyah yaitu perubahan yang tertata serta suksesi damai di dalam
pemerintahan.
Pranata
demokratis seperti yang kita ketahui telah mengalami transformasi yang begitu
radikal di kebanyakan Negara yang sedang menjadi modern sehingga merupakan
penyimpangan yang membuta bagi kita kalau tidak mengakui bahwa pranata-pranata
tersebut telah berubah menjadi sesuatu yang lain. Pendekatan untuk melihat
masyarakat seperti itu sebagai masyarakat yang prademokratis membawa kita pada
pandangan bahwa pranata-pranata paksaan tertentu mungkin diperlukan bagi
pengaturan dan integrasi dari suatu komunitas yang sedang menjadi modern.
Aspek
dinamis dari modernisasi bagi studi politik dapat dinyatakan dalam proposisi
umum, bahwa modernisasi adalah suatu proses meningkatnya kompleksitas
masalah-masalah manusia di dalam mana kepolitikan harus bertindak. Inilah
sebabnya mengapa ia menciptakan sejumlah masalah politik. Di dalam ukuran
besar, politik menjadi urusan melingkupi deferensiasi peran sekaligus mengintegrasi
stuktur organisasional. Namun tindakan-tindakan politik yang muncul dari
meningkatnya kompleksitas semacam itu bukanlah tanggapan murni dari para
pemimpin politik diluar konteks politik. Yang dimaksud konteks politik tersebut
adalah dimana pemerintah melangsungan kewenangan karena struktur-strukturnya
berubah begitu pula tanggapan politiknya.
Bagi para
pengamat yang belajar di dalam tradisi Barat dan menaruh perhatian pada
masalah-masalah masyarakat industry modern, suatu cara yang bermanfaat untuk
menata hubungan –hubungan sosial dan politik bagi tujuan-tujuan perbandingan
adalah melalui studi tentang stratifikasi social.
Modernisasi
mungkin bisa digambarkan didalam masyarakat nonindustri sebagai suatu
penggantian (transposisi) peran-peran tertentu secara profesional, teknis,
administrative serta penggantian institusi-institusi yang mendukung peran-peran
ini seperi rumah sakit, sekolah, universitas,. Meskipun demikian, masyarakt
nonindustri yang sedang menjadi modern kekurangan daya dorongan pemersatu
seperti masyarakat industry.
Beberapa
ciri modernisasi yang terdapat dalam masyarakat industri modern oleh F.X
Sutton:
1. Keunggulan norma-norma universal, spesifik dan
pencapaian.
2. Tingginya derajat mobilitas social (secara umum, dan
tidak harus dalam pengertian mobilitas vertical).
3. System pembagian kerja yang berkembang baik, terpisah
dari struktur social lainnya.
4. System kelas “egaliter” didasarkan atas pola-pola umum
dari pencapaian kerja.
5. Adanya ‘asosiasi’ yang secara fungsional memiliki
struktur khusus dan non-askriptif.
2.9 Geliat Politik Indonesia di Tahun
2009
Indonesia di tahun 2009 mengangkat masalah politiknya
melalui pemilu yang diselenggarakan dari 5 tahun sebelumnya. Perkembangan pasca
pemilu dan setelah pemilu membuat masyarakat sekarang ini sudah mulai selektif
memilih calon wakilnya dan partainya. Berdasarkan undang-undang (katanya),
Pemilu 2009 yang akan diselenggarakan 9 April 2009 kelak, menggunakan tata cara
yang berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya. Dan perbedaan ini nampaknya cukup
signifikan.
Dari sini saja sudah terlihat, potensi golput saja sudah
sedemikian besar, ditambahi dengan kemungkinan terjadinya kesalahan “gaya”
voting, dari yang seharusnya nyentang pake pena, malah keliru mencoblos.
Sehingga kalau menurut saya, bakalan menyebabkan banyak sekali suara yang tidak
sah. Tidak mudah memberi pendidikan kepada masyarakat kita yang sudah terbiasa
puluhan tahun nyoblos, ganti nyentang, kecuali mungkin kepada pemilih
pemula/muda. Itu sebabnya pihak KPU menyelenggarakan penyuluhan-penyuluhan baik
secara lisan maupun tulisan. Agar kecendurungan masyarakat kita lebih cepat
mengerti cara pemilihan tahun ini.
Kecenderungan Partai yang Berkoalisi
Partai
dan wakilnya kali ini memang cukup banyak. Adapun kecenderungan Para Partai
untuk mendapatkan hasil yang maksimal partai-partai menengah akan berkoalisi
dengan partai-partai besar untuk dapat maju di pemilihan presiden nantinya.
Jika kita mengkajinya lebih dalam, disesuaikan dengan
pengertian politik secara umum, maka kita bisa menyebutkan bahwa politik di
Indonesia juga telah lahir jauh-jauh hari tepatnya sejak masyarakat ada, lalu
mengkaji konsep mengenai masyarakatnya, dan terlebih pada upaya-upaya pemilihan
para pemimpin mereka. Perkembangannya dilanjutkan juga oleh masyarakat yang
membentuk suatu kerajaan. Maka mereka telah menggauli ilmu dan kajian politik.
Hanya saja yang perlu kita garis bawahi adalah perbedaan khususnya saja, antara
politik jaman dahulu dengan politik masa kini. Dan juga mungkin mereka tidak mengetahui
kalau-kalau yang mereka lakukan itu aalah proses politik.
Memang sangat
jauh berbeda sesuai dengan tahap perkembangan. Perkembangan yang kami maksudkan
yaitu perkembangan kebudayaan, peradaban, latar belakag pendidikan dan yang
tidak kalah penting dilihat dari perkembangan penmgaruh bagsa luar yang masuk
kedalah bangsa atau peradaban suatu bangsa atau negara. Ditambah lagi dengan
perkembangan Ilmu Pengetauhan dan Teknologi yang saat ini sedang kita rasakan
bersama. Tentulah politik abad lalu dengan abad sekarang jauh berbeda.
Tahun 2009 menandai banyak hal dalam
dunia politik Indonesia. Tahun ini adalah tahun untuk ketiga kalinya pemilu
yang bebas dan berasaskan one-man-one-vote diadopsi setelah keruntuhan
Rezim Orde Baru pada 1998. Sistem politik Indonesia mengalami transformasi yang
cepat dan berlangsung damai. Pada 1999, sistem monolitik “tiga partai” yang
dibangun Orde Baru ditinggalkan. Sebagai gantinya, sistem politik multipartai
diterapkan, memungkinkan 48 partai politik berkompetisi. Pada 2004, karena
aturan electoral threshold, jumlah partai menjadi 24 dan bertambah lagi
menjadi 38 dalam pemilu 2009. Sejak 2004 kita memilih presiden dan wakil
presiden secara langsung, dan sejak 2005 kepala daerah seperti gubernur dan
bupati pun dipilih dengan cara yang sama. Puncaknya, pada pemilihan 2009 lalu,
pemilihan anggota dewan perwakilan ditentukan oleh perolehan suara terbanyak.
Cukup beralasan untuk mengatakan
bahwa sampai 2009, sistem politik Indonesia telah melalui sebagian besar proses
pembentukan institusi-institusi sesuai kaidah demokrasi yang umum. Intinya,
kekuasaan untuk menentukan siapa yang akan menjalankan pemerintahan semakin
berada dalam genggaman para pemilih. Para pemilih akan menghukum politisi yang
gagal menunjukkan performa prima. Sebaliknya, para pemilih juga yang akan
memberi penghargaan kepada politisi yang berhasil, dengan memilihnya kembali
dalam pemilu periodik lima tahunan.
Di Indonesia, karakter-karakter
buruk tersebut terlihat cukup terang selama 2009. Catatan lain, seperti di
banyak negara, muncul apa yang disebut dengan “presidensialisasi” sistem
politik. Sistem politik yang semakin berpusat pada presiden dalam pengertiannya
yang lain. Yaitu, sistem politik yang berpusat pada persona, bukan kelembagaan
dari sebuah sistem presidensial yang sehat. Politik yang bertumpu pada persona
merupakan konsekuensi logis dari perkembangan teknologi dan media yang
menyediakan jalur cepat untuk popularitas politik. Bukan hal mengejutkan ketika
dalam pemilu 2009 kita menyaksikan kandidat dan parpol berlomba menggunakan
media untuk menciptakan citra sebagai (calon) pemimpin yang baik demi membuat
pemilih jatuh hati.
Masyarakat sipil menemukan cara baru
untuk mengorganisasi diri dan perlahan menjadi pengimbang proses-proses politik
formal. Cukup beralasan untuk mengatakan bahwa 2009 adalah tahun ketika
masyarakat sipil, berkat kemajuan teknologi informasi, menjadi semakin kreatif
dan semakin memahami bahwa politik bukan cuma urusan para elit dan politisi.
Dan Slater benar ketika mengatakan dalam jurnal Inside Indonesia (2009)
bahwa, “voters have done everything they can for democracy. The same
cannot be said for elites.”
BAB III
PERMASALAHAN YANG DIHADAPI PADA
PEMILU
Ukuran konkrit dari konsep demokrasi adalah yakni suatu
kondisi politik yang merujuk pada kuantitas keanekaragaman pilihan
politik yang tersedia bagi publik di samping terbukanya kesempatan
melakukan partisipasi ataupun oposisi politik. pilihan alternatif sangat
berbeda di bandingkan dengan jaman sekarang. pada era orde baru,reformasi dan
era sekarang masing-masing mempunyai opsi yang berbeda-beda mengenai
kuantitas presiden. era demokrasi sekarang ini justru lebih banyak pilihan
calonnya di banding masa terdahulu.
Khususnya kuantitas alternatif yang tersedia bagi publik di
Tanah Air, untuk menentukan pilihan partai politik, calon perwakilan di lembaga
legislatif dan eksekutif, serta sumber-sumber informasi yang diperlukan untuk
melakukan pilihan dari media massa, media elektronik, hingga media konvensional
seperti spanduk kesemuanya memang bisa langsung ditafsirkan sebagai kualitas
pelaksanaan demokrasi.
Indikasi tersebut dalam era demokrasi sekarang ini dengan
adanya berbagai pilihan alternatif demokrasi itu sebagai panel instrumen yang
dapat menentukan bagaimana kita rakyat indonesia bisa memilih seorang pemimpin
ayang benar-benar mampu memberikan kesejateraan adil dan bijaksana serta berani
menghadapai badai krisis global dengan mengatakan tidak pada utang luar negeri.
Pemilihan Umum (Pemilu) telah dilaksanakan di Indonesia pada
Bulan April dan Juli 2009, pesta demokrasi lima tahun sekali ini begitu
antusiasnya dirayakan oleh masyrakat. Para elit politik melakukan berbagai cara
dalam menarik simpatik rakyat. Ada yang melakukan deklarasi di tempat
pembuangan sampah ahir (TPA) yang sebelumnya mereka tidak pernah kesana tapi
ini demi mendapatkan suatu kedudukan agar dapat dipilih oleh rakyat mereka
lakukan meskipun itu bukan kemauan mereka (terpaksa), kemudian ada yang
mendeklarasikan di tempat/monument perjuangan yang mana selama ini mereka
sendiri tidak pernah datang kesana memperingati hari perjuangan namun pada hari
deklarasi itu mereka dengan pendukungnya melakukan sumpah janji, dan menyatakan
perjuangannya untuk rakyat Indonesia seperti pehlawan perjuangan Indonesia 1945,
dan pasangan yang terakhir melakukan deklarasi di gedung yang megah dan tamu
yang hadir adalah orang yang memiliki jabatan dan uang, sedangkan rakyat hanya
dapat melihat di media Televisi, dengan penuh kemeriahan dan penuh dengan
dukungan ucapan deklarasi pun di ucapkan.
Pasca deklarasi di kenal lah masa kampanye yang mana
kampanye ini begitu menarik dan begitu poya-poya, yang satu menggunakan uang,
yang satu menggunakan jabatan, yang satu menggunakan tipuan muslihat dan
kampanye hitam, semua ini dilakukan agar mendapat dukungan dari rakyat
Indonesia. Inilah yang menjadi benang hitam kita bahwa demokrasi digunakan
dengan cara yang menyimpang dan ahirnya berakibat pada tercemarnya system
demokrasi Indonesia pada saat ini. Setelah masa kampanye di kenal dengan masa
bebas kampanye satu hari sebelum pemilihan, pada hari min satu ini ada berbagai
partai dengan sengaja mencari-cari masalah yaitu melakukan kritik kepada Komisi
Pemilihan Umum (KPU) dengan mengukit masalah Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang
menjadi suatu permasalahan yang di gembor-gemborkan. Bila kita benar-benar
ingin melakukan kenapa tidak dilakukan jauh-jauh hari? Kenapa mesti hari yang
begitu sempit lalu di persoalkan? Ini lah kejamnya politik. Alasan demi alasan,
kritikan demi kritikan dan bahkan ancaman demi ancaman terus di koarkan.
Pemilihan Umum (PEMILU) itu bukan hal yang gampang dan mudah
dilakukan, hal ini disebabkan bahwa bangsa kita terdiri dari berbagai ras,
budaya, agama, dan bahkan kepentingan. Apabila ada yang menyatakan bahwa pemilu
yang dilakukan tidak akan ada masalah apabila Indenpenden, hal itu mustahil dan
ada juga yang mengklim bahwa pada masa jabatannya pemilu tidak ada masalah, itu
merupakan kebohongan besar. Pemilu yang kita lakukan pada tahun 2004
permasalahannya memang tidak tampak hal ini disebabkan permasalahan tersebut
dimaklumi karena adanya sikap toleransi peserta pemilu. Namun yang terjadi pada
pemilu 2009 bahwa masalah kecil dibesar-besarkan hal ini dilakukan untuk
mendapat simpati bahwa mereka bersih. Seperti hal nya permasalahan DPT yang
seolah-olah yang ada dalam DPT tersebut akan memilih mereka hal ini belum tentu
ini dilakukan hanya ingin membuat opini dalam masyarakat.
Pasca Pemilu apa yang terjadi? Dengan adanya berbagai
lembaga Survei yang ada yang melakukan hitungan cepat mayoritas lembaga survey
tersebut menyatakan salah satu kubu SBY yang menang dengan kemenangan rata-rata
60% dari pasangan yang lain. Hal ini memicu berbagai pro dan kontra dan bahkan
menariknya ada satu lembaga survey yang sebaliknya melakukan survey bertolak
belakang dengan survey yang lain yaitu mengatakan kubu Mega yang menang hal ini
memicu berbagai perdebatan hangat di public. Bagi kubu yang kalah dalam
hitungan cepat menyatkan kekecewaan pada hitungan cepat dan menyatakan bahwa
hitungan cepat itu adalah kejahatan public (criminal) dan mereka masih berharap
hitungan manual yang dilakukan oleh KPU berbeda dengan hasil survey. Kini
hitungan manual yang dilakukan KPU pun berlangsung namun hitungan tersebut kini
tidak jauh berbeda dengan hitungan cepat yang memposisikan bahwa kubu SBY masih
unggul. Dan kubu yang lain tetap tidak mau menerimanya dan bahkan tidak hadir
sebagai saksi dalam hitungan KPU dan bahkan memilih keluar sebelum hitungan
selesai. Inilah contoh system yang kita yang mana yang kalah tidak siap
menerima kekalahannya mereka mencari berbagai upaya untuk menggagalkan yang
menang. Harapan kita bersama marilah kita belajar bersama yang menang
berjuanglah untuk rakyat dan yang kalah ikutlah berpartisipasi dalam membangun
bangsa dan Negara jangan hanya mengkritik tapi tanpa ada solusi.
Pemilu 2009 tahap pertama, yakni pemilihan wakil rakyat di
tingkat DPRD dan DPR, sudah terlaksana. Dan seperti biasa, Pemilu kali ini juga
masih meninggalkan berbagai kontroversi dan permasalahan klasik. Mulai dari
daftar pemilih tetap (DPT) yang tidak valid, semakin banyaknya calon wakil
rakyat yang membuat kertas untuk Pemilu contreng semakin besar sehingga membuat
rakyat semakin kesulitan dan bingung untuk memilih, sampai proses penghitungan
suara rakyat hasil Pemilu yang tak kunjung selesai hingga detik ini. Padahal
jika dilihat berbagai proses yang dilakukan dalam menyambut Pemilu kali ini dan
semakin berkembangnya teknologi informasi yang seharusnya bisa digunakan untuk
menyukseskan Pemilu, sungguh sangat ironis melihat keadaan pesta demokrasi di
Indonesia saat ini yang tak kunjung membaik dibandingkan tahun - tahun
sebelumnya. Pesta yang selalu membutuhkan anggaran dana sangat besar, jika
dihitung digitnya bisa sampai 14 digit, tetapi hasil yang diperoleh tidak
sebesar digit - digit anggaran dana tersebut. Yang berhasil didapat oleh KPU
dan pihak - pihak yang terlibat dalam jumlah yang sangat besar malah berbagai
macam kritikan pedas dan komentar - komentar miring mengenai kinerja mereka
dalam menyelenggarakan Pemilu, serta berbagai macam tuntutan dari pihak partai.
Jika
dilihat proses - prosenya ke belakang, secara garis besar kegiatan Pemilu ini
membutuhkan berbagai tahapan, yaitu :
- Pendataan partai peserta Pemilu dan caleg - calegnya yang akan menempati kursi di DPRD maupun DPR.
- Pengumpulan daftar pemilih sementara yang kemudian sering direvisi dan pada akhirnya muncul daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu.
- Pembuatan surat dan kotak suara untuk Pemilu serta pendistribusiannya ke semua Dapil dan TPS yang telah ditentukan.
- Penentuan cara memilih dalam Pemilu.
- Penentuan cara penghitungan dan rekapitulasi suara hasil Pemilu, termasuk teknologi yang digunakan untuk menunjang proses ini.
Dari
6 tahapan di atas (sekali lagi secara garis besar), selalu ada masalah yang
mengikuti. Entah masalah itu muncul disebabkan oleh oknum luar yang memang
ingin menggagalkan Pemilu atau memang akibat keteledoran KPU serta pihak -
pihak yang terlibat dalam Pemilu itu sendiri. Berikut ini akan dibahas berbagai
macam permasalahan yang muncul seiring dengan tahapan berjalannya Pemilu 2009
kemarin.
- Pendataan partai peserta Pemilu dan caleg - calegnya yang akan menempati kursi di DPRD maupun DPR.
Semakin
banyaknya partai yang ikut dalam Pemilu serta caleg - caleg yang masih asing di
mata rakyat, membuat rakyat juga semakin bingung ingin memilih wakil rakyat
yang mana, sebab negara ini akan berada di tangan - tangan mereka selama 5
tahun ke depan. Malah muncul sebuah trend dimana kalangan selebritis mulai
tampil sebagai pemain politik, mereka pada berlomba - lomba untuk menjadi caleg
mewakili partai tempat mereka bernaung. Sehingga muncul anggapan dari
masyarakat bahwa mereka cuma aji mumpung dan ingin meningkatkan popularitas.
Dari penentuan caleg - caleg ini sempat terjadi masalah dengan KPU. Ada caleg
dari salah satu partai di sebuah dapil yang tidak terdaftar di surat suara. Hal
ini tentu saja membuat caleg dan partainya protes ke KPU. Masalahnya hal ini
diketahui pada saat Pemilu dilakukan, sehingga hal ini membuat pelaksanaan Pemilu
di dapil tersebut terhambat.
Memang
semakin banyak orang yang rakus, yang sok peduli terhadap negara padahal mereka
sendiri juga belum paham betul tentang kehidupan politik ini. Sebaiknya mereka
instropeksi diri, apa tidak sebaiknya partai - partai itu (terutama partai
kecil yang kesannya cuma sebagai pelengkap) saling melakukan kerjasama saja
membentuk sebuah kesatuan yang utuh yang benar - benar mampu untuk memegang
amanah mengurusi negara ini. Sehingga pada akhirnya juga tidak membingungkan
rakyat untuk memilih wakil rakyatnya dan juga memudahkan KPU dalam
menyelenggarakan Pemilu sehingga permasalahan - permasalahan semacam ini tidak
muncul lagi atau setidaknya bisa diminimalisasi.
- Pengumpulan daftar pemilih sementara yang kemudian sering direvisi dan pada akhirnya muncul daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu.
Masalah
daftar pemilih untuk Pemilu memang salah satu masalah yang paling rumit. Banyak
terdapat daftar pemilih ganda, orang yang sudah pindah tempat tinggal dan
meninggal dunia juga masih terdaftar sebagai pemilih, orang yang masih hidup
dan sudah berhak untuk memilih malah tidak terdaftar sebagai DPT. Ada beberapa
penyebab masalah ini muncul, pertama kurang seriusnya KPU atau KPUD dalam
membuat daftar pemilih. Ada kesan mereka asal - asalan dalam membuat daftar
pemilih. Sehingga susunan data yang diperoleh dari mereka juga acak - acakan.
Kedua,
kurang perhatiannya masyarakat sendiri dalam mengurus status kepemilihan
mereka. Jika pindah tempat tinggal seharusnya mereka mengurus surat pindahnya
sehingga tidak muncul daftar pemilih ganda. Atau jika ingin memilih di tempat
lain juga seharusnya mengurus surat keterangan dulu, jadi tidak asal minta hak
untuk bisa memilih di tempat tersebut.
Ketiga,
penentuan daftar pemilih dari saat ini yang mungkin hanya ditentukan lewat KTP
sudah sangat tidak menunjang. Banyak warga yang memiliki KTP ganda sehingga
mereka pun tercatat di beberapa tempat. Seharusnya dibuat sebuah sistem
informasi yang terpusat dimana setiap penduduk mempunyai nomor penduduk sendiri
yang unik, satu orang hanya mempunyai satu nomor tidak seperti KTP. Sehingga
jika sistem tersebut dikembangkan bisa mengatasi permasalahan penduduk yang tak
kunjung usai dari dulu yang pada akhirnya bisa meminimalisasi permasalahan DPT.
- Pembuatan surat dan kotak suara untuk Pemilu serta pendistribusiannya ke semua Dapil dan TPS yang telah ditentukan.
Semakin
banyaknya partai yang mendaftar dalam Pemilu dan caleg yang terdaftar berakibat
semakin besarnya surat suara untuk Pemilu yang juga merepotkan warga yang memilih.
Permasalahan lainnya adalah sulitnya melakukan distribusi surat dan kotak suara
ke dapil - dapil yang telah ditentuka terutama untuk daerah - daerah terpencil.
Sehingga tidak jarang banyak sekali protes dari warga daerah tersebut yang
mengatakan bahwa belum mendapatkan surat dan kotak suara, atau surat dan kotak
suaranya kurang. Malah parahnya ada yang surat suaranya hilang sehingga butuh
surat suara baru lagi, yang pada akhirnya menghambat proses Pemilu secara
keseluruhan, baik pemilihan maupun penghitungannya.
- Penentuan cara memilih dalam Pemilu.
Untuk
Pemilu kali ini berbeda dengan Pemilu sebelumnya. Jika Pemilu sebelumnya
menggunakan paku untuk mencoblos partai yang dipilih, Pemilu kali ini
menggunakan spidol atau pulpen untuk mencontreng, sehingga namanya Pemilu
contreng. Dalam pelaksanaan Pemilu contreng ini sering terjadi masalah tidak
tersedianya spidol atau pulpen untuk mencontreng. Pihak TPS sering menyalahkan
KPU yang tidak menyediakannya. Untuk masalah ini memang tidak terlalu penting,
cuma masalah koordinasi yang kurang baik antara pihak - pihak yang terkait.
Tetapi tetap perlu diperhatika, sebab dari masalah kecil bisa menyebabkan
masalah baru. Melihat proses Pemilu contreng ini, sempat ada keinginan dari
masyarakat untuk bisa meniru proses Pemilu yang ada di Amerika. Hari ini
Pemilu, besok sudah muncul siapa pemenangnya. Cepat sekali, tidak berbelit -
belit. Untuk saat ini itu masih sekedar harapan, tidak tahu lagi untuk tahun -
tahun ke depan.
- Penentuan cara penghitungan dan rekapitulasi suara hasil Pemilu, termasuk teknologi yang digunakan untuk menunjang proses ini.
Masalah
proses penghitungan dan rekapitulasi suara inilah yang paling terlihat di
Pemilu 2009 ini.
BAB IV
KESIMPULAN
Politik pada
dasarnya adalah hal yang baik untuk diketahui, dipahami untuk diaktualsasikan
dalam aktivitas dan partisifasi aktiv masyarakat dalam setiap kegiatan
perpolitikan bangsa. Apalagi beberapa hari lagi pesta demokrasi akan segera
dilaksanakan. Kita akan dapat mengidentifikasi permasalahan dunia perpolitikan
negara kita. Dengan melihat langsung nanti pada pelaksanaan pesta demokrasi
tersebut. Jika masyarakat Indonesia partisifasif berarti politik kita baik-baik
saja, sebaliknya jika nantinya banyak yang golput atau bahkan tidak memberikan
suaranya sama sekali, maka perpolitikan kita harus segera mendapat perhatian
yang cepat dan serius. Mengingat saat ini sepertinya telah tertancap dalam
paradigma masyarakat mengenai kotornya politik.
Kita sebagai
manusia yang diberikan pemahaman yang lebih mengenai permasalahan gejolak
politik khususnya karena kita adalah agen perubahan bangsa, maka selayaknya
kita mampu memberikan pemahaman lebih pula kepada masyarakat yang belum
memahami secara gamblang hakikat politik sebenarnya. Berikan pengertian yang
jelas dan jauhkan dari pola pikir dan paradigma yang merusak hakikat dan nilai
politik itu sendiri.
DAFTAR
PUSTAKA
8.
Darmawan,
Cecep.2009. Pengantar Ilmu Politik.Bandung.
Laboratorium PKn UPI Bandung.
9.
Pickles,
Dorothy. 1990. Pengantar Ilmu Politik.
Jakarta. Rineka Cipta.
10. Alfian.1986. Pemikiran dan Perubahan
Politik Indonesia. Jakarta. PT Gramedia