Sabtu, 04 November 2017

MAKALAH SISTEM PEMERINTAHAN UNDANG - UNDANG SEMENTARA (UUDS) 1950



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Pada waktu berlakunya Konstitusi Republik Indonesia Serikat dan Undang-Undang Dasar Sementara penyelenggaraan pemerintahan negara menganut sistem pemerintahan Kabinet Parlementer (Sistem Pertanggungjawaban Menteri).
Sistem Kabinet Parlementer pada masa berlakunya Konstitusi Republik Indonesia Serikat belum berjalan sebagaimana mestinya, sebab belum terbentuk Dewan Perwakilan Rakyat hasil pemilihan umum, sedangkan pada waktu berlakunya Undang-Undang Dasar Sementara, Sistem Kabinet Parlementer baru berjalan sebagaimana mestinya, setelah terbentuk Dewan Perwakilan Rakyat berdasarkan pemilihan umum tahun 1955 tersebut
Badan Konstituante bertugas membentuk UUD yang baru.dalam menjalankan tugas badan konstituante tidak pernah membuahkan hasil, padahal kondisi negara dalam keadaan yang memprihatinkan.
Pada masa UUDS 1950 (17 Agustus 1950-5 Juli 1959) terjadi sebuah dinamika politik dan hukum di Indonesia. Setelah terjadi perubahan UUD di Indonesia dari UUD 1945, kemudian diganti dengan UUD RIS (pada masa pergantian RI menjadi RIS), setelah itu diganti dengan UUDS 1950.
Meninjau lebih dalam tentang lembaga negara yang ada pada masa UUDS 1950 dengan sebuah tinjauan yuridis. Karena kita akan berbicara tentang lembaga negara pada tataran yuridis, bukan dari segi politik. Diakui atau tidak kita tidak bisa memisahkan antara politik dan hukum. Akan tetapi, nampaknya terkadang kita harus sedikit lebih tegas dalam mengambil sebuah benang merah. Saling berkaitan, berhubungan dan saling mendukung tentu saja ada. Meski demikian, konsentrasi kita adalah menilik UUDS 1950 dari segi yuridis, aturan hukumnya.

B.    Tujuan
1.     Mengetahui bentuk negara pada masa UUDS 1950.
2.     Mengetahui bentuk pemerintahan pada masa UUDS 1950
3.     Mengetahui sistem pemerintahan pada masa UUDS 1950
4.     Mengetahui pembagian kekuasaan pada masa UUDS 1950
5.     Mengetahui Pelaksanaan UUDS 1950








BAB II
PEMBAHASAN

A.   Bentuk Negara
Bentuk negara yang dikehendaki oleh UUDS tahun 1950 ialah negara kesatuan. Hal ini sesuai dengan pernyataan dalam mukaddimah alinea IV UUDS 1950 yang berbunyi: …Kemerdekaan kami itu dalam suatu piagam negara yang berbentuk republik kesatuan,… Selain itu, diperkuat dalam Pasal 1 Ayat (1) UUDS 1950 yang menyebutkan:…Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokratis dan berbentuk kesatuan…
Ciri negara kesatuan adalah tidak ada negara dalam negara dan pemerintah pusat mempunyai kedaulatan ke luar dan ke dalam dengan sistem desentralisasi. Hal ini sesuai amanat Pasal 131 Ayat (1) UUDS 1950 yang menyatakan bahwa :…Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan daerah kecil yang berhak mengurus rumah tangganya sendiri (otonomi), dan bentuk susunan pemerintahan ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingat dasae permusyawaratan dan dasar perwakilan dalam sistem pemerintahan negara.

B.  Bentuk Pemerintahan
Bentuk pemerintahan adalah republik sesuai dengan Mukadimah alinea IV dan Pasal 1 Ayat (1) UUDS 1950. Bentuk pemerintahan yang dipraktikkan sebagai berikut :
a.      Presiden sebagai kepala Negara yang dalam melakukan kewajibannya dibantu oleh wakil presiden ( Pasal 45 Ayat 1 dan 2 ).
b.     Proses pemilihan presiden dipilih menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang, sedangkan untuk pertama kali wakil presiden diangkat oleh presiden ( Pasal 45 Ayat 3 dan 4 ).

C.  Sistem Pemerintahan
Sistem pemerintahan yang dianut oleh Undang-Undang Sementara 1950 yang berlaku antara 17 Agustus 1950 sampai dengan 5 Juli 1959 adalah parlementer. Hai ini dijelaskan dalam pasal-pasal berikut.
1.     Pasal 45 ayat1 UUDS 1950 "Presiden adalah kepala negara"
2.     Pasal 83 ayat1 UUDS 1950 "Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat diganggu gugat"
3.     Pasal 83 ayat 2 UUDS 1950 "Menteri-menteri beitanggungjawab atas keseluruhan kebijaksanaan pemerintah baik bersama-sama untuk seluruhnya, maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri"
4.     Pasal 84 UUDS 1950 . "Presiden berhak membubarkan DPR, keputusan presiden yang menyatakan pembubaran itu, memerintahkan pula untuk mengadakan pemilihan DPR dalam 30 hari"
5.     Namun sistem pemerintahan yang dianut UUDS 1950, tidak jauh berbeda dengan yang dianut oleh Konstitusi RIS 1949 yaitu sistem parlementer semu (Quasi parlementer). Ketidakmurnian (semu) parlementer pada masa UUDS 1950 ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a.     perdana menteri diangkat oleh presiden (seharusnya oleh parlemen) (Pasal 51 ayat 2).
b.    kekuasaan perdana menteri sebagai ketua dewan menteri masih dicampurtangani oleh presiden (seharusnya presiden hanya sebagai kepala negara dan kepala pemerintahannya adalah perdana menteri) (Pasal 46 ayat 1).
c.     pembentukan kabinet dilakukan oleh presiden dengan menunjuk seseorang atau beberapa orang pembentuk kabinet (lazimnya oieh parlemen) (Pasal 50 jo 51 ayat 1).
d.    pengangkatan atau penghentian menteri-menteri dan kabinet dilakukan dengan keputusan presiden (lazimnya oleh parlemen) (Pasal 51 ayat 5).
e.     Presiden dan wakil presiden berkedudukan selain sebagai kepala negara juga sebagai kepala pemerintahan (seharusnya terpisah) (Pasal 45 jo 46 ayat 1) .

D. Pembagian Kekuasaan
Pembagian kekuasaan pada masa berlakunya UUDS yaitu pada periode 17 Agustus 1950- 5 Juli 1959 menurut UUDS Pasal 44 yaitu:
1.    Presiden dan Wakil Presiden
2.    Menteri-menteri
3.    Dewan Perwakilan Rakyat
4.    Mahkamah Agung
5.    Dewan Pengawas Keuangan.

E. Pelaksanaan Pemerintahan
Dalam praktik penyelenggaraan sistem pemerintahan sebagaimana tercantum dalam Pasal 44 UUDS 1950 sebagai berikut :
1.      Presiden yang berkedudukan sebagai kepala negara dibantu oleh wakil presiden, sedangkan mentri sebagai eksekutif atau pelaksana pemerintahan.Berdasarkan Pasal 51 UUDS 1950 ”Presiden menunjuk seorang atau beberapa orang pembentuk kabinet setelah itu sesuai dengan anjuran pembentuk kabinet presiden mengangkat seorang menjadi perdana mentri dan mengangkat mentri-mentri yang lain”.
2.      Mentri-mentri beratanggungjawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri. Sebagai kepala negara berdasarkan pasal 84 presiden berhak untuk membubarkan DPR. ”Kekuasaan legeslatif dipegang oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
3.      Dewan Perwakilan Rakyat mewakili seluruh rakyat Indonesia dan terdiri sejumlah anggota yang besarnya ditetapkan berdasarkan atas perhitungan setiap 300.000 jiwa penduduk WNI mempunyai seorang wakil (Pasal 56 UUDS 1950). Dewan Perwakilan Rakyat dipilih untuk masa 4 tahun. Dan keanggotan DPR tidak dapat dirangkap oleh lembaga lainnya, hal ini agar tidak tumpang tindih dalam pembagian kekuasaan. Seorang anggota DPR yang merangkap dalam lembaga lainnya tidak boleh mempergunakan hak dan kewajiban sebagai anggota badan tersebut selama ia memangku jabatan ganda. Dalam wewenangnya DPR berhak untuk mengajukan usul Undang-undang kepada pemerintah dan berhak mengadakan perubahan-perubahan dalam usul Undang-undang yang diajukan oleh pemerintah kepada DPR. Apabila akan mengusulkan Undang-undang maka mengirimkan usul itu untuk disahkan oleh pemerintah kepada presiden.
4.      Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Mahkamah Agung dan Dewan Pengawas Keuangan. Mahkamah Agung adalah pengadilan negara tertinggi (Pasal 105 Ayat 1 UUDS 1950). Sebagai lembaga yudikatif atau pengawas dari pelaksanaan UUDS, pengangkatan Mahkamah Agung adalah untuk seumur hidup.
5.      Mahkamah Agung dapat dipecat atau diberhentikan menurut cara dan ditentukan oleh undang-undang (Pasal 79 Ayat 3 UUDS 1950), selain itu diatur pada pasal yang sama ayat berbeda yaitu ayat 4 disebutkan bahwa ” Mahkamah Agung dapat diberhentikan oleh Presiden atas permintaan sendiri”. Selain sebagai pengawas atas perbuatan pengadilan-pengadilan yang lain, Mahkamah Agung juga memberi nasehat kepada Presiden dalam pemutusan pemberian hak grasi oleh presiden.
6.      Selain Makamah Agung dalam lembaga yudikatif juga ada DPK (Dewan Pengawas Keuangan). Pengangkatan anggota DPK seumur hidup, undang-undang menetapakan ketua, wakil ketua dan anggotanya dapat diberhentikan apabila mencapai usia tertentu. DPK dapat diberhentikan oleh presiden atas permintaan sendiri
















BAB III
KESIMPULAN


UUDS 1950 merupakan undang-undang sementara setelah sebelumnya terdapat UUD RIS, atau UUDS 1950 merupakan undang-undang transisi masa peralihan dari UUD RIS menuju pemberlakuan kembali UUD 1945.
Sistematika UUDS 1950, adalah sebagai berikut: Mukaddimah terdiri dari empat alinea, Batang Tubuh terdiri dari enam bab dan 146 pasal.Dalam UUDS 1950 tidak terdapat bagian penjelasan.
Bentuk negara yang di kehendaki oleh UUDS tahun 1950 ialah negara kesatuan. Hal ini sesuai dengan pernyataan dalam mukaddimah alinea IV UUDS 1950. Bentuk pemerintahan adalah republik sesuai dengan Mukadimah alinea IV dan Pasal 1 Ayat (1) UUDS 1950.
Berdasarkan UUDS 1950, sistem pemerintahan Indonesia adalah sistem pemerintahan parlementer yang semu ( quasi parlementer ), alat-alat kelengkapan negara sebagaimana tercantum dalam Pasal 44 UUDS 1950 sebagai berikut :
1.      Presiden dan wakil presiden.
2.      Menteri-menteri.
3.      Dewan Perwakilan Rakyat.
4.      Mahkamah Agung.
5.      Dewan Pengawas Keuangan



















DAFTAR PUSTAKA




makalah sistem pemerintahan pada masa uuds 1950 (1950-1959)



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Era Undang Undang Dasar Sementara, 1950 – 1959 Pada tahun 1950 sampai dengan tahun 1959, Indonesia menggunakan Undang Undang Dasar Sementara 1950 sebagai dasar negaranya. UUDS tersebut dumulai pada 17 Agustus 1950 sampai dengan lahirnya dekrit Presiden pada 5 Juli 1959 yang dikeluarkan Presiden Soekarno. Pemberlakuan Undang Undang Dasar Sementara 1950 tersebut dimulai pada saat Republik Indonesia Serikat berakhir karena adanya demo besar-besaran dari rakyat yang menuntut kembalinya Indonesia menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia, sehingga akhirnya pemerintah membubarkan Republik Indonesia Serikat dan kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan menggunakan Undang Undang Dasar Sementara sejak 17 Agustus 1950, dengan menganut sistem kabinet parlementer.


B.      Tujuan Pembuatan Makalah
1.      Untuk mengetahui bentuk negara
2.      Untuk mengetahui bentuk pemerintahan
3.      Untuk mengetahui sistem pemerintahan
4.      Untuk mengetahui pembagian kekuasaan pada masa itu









BAB II
PEMBAHASAN

A.      Bentuk Negara
Negara Kesatuan adalah bentuk negara yang dikehendaki UUDS 1950. Pengertian negara kesatuan pada UUDS 1950 sesuai dengan pengertian yang tercantum dalam UUD 1945. Beberapa landasan dalam UUDS 1950 yang menjelaskan bentuk negara dan pemerintahan adalah:
1)      Alinea keempat Mukadimah, yang berbunyi “Maka, demi ini kami menyusun kemerdekaan kami itu dalam suatu piagam negara yang berbentuk republik kesatuan, . . .”
2)      Pasal 1 ayat (1), menyatakan “Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat ialah negara hukum yang demokrasi dan berbentuk kesatuan.”
3)      Pasal 131 ayat (1), menyatakan “Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil yang berhak mengurus rumah tangganya sendiri (otonom) dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dan dasar perwakilan dalam sistem pemerintahan negara.” Pasal ini menunjukkan bentuk republik kesatuan berdasarkan system desentralisasi.
4)      Alinea keempat Mukadimah dan pasal 1 ayat (1) menunjukkan bentuk pemerintahan yang dianut ialah republik.
5)      Pasal 1 ayat (2) menunjukkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak berdasarkan absolutisme. Negara memiliki kekuasaan yang dibatasi undangundang atas kekuasaan yang diserahkan oleh rakyat kepada pemerintah bersamasama dengan DPR.
UUDS 1950 telah mencapai harapan rakyat Indonesia untuk menolak bentuk kerajaan (monarki) dan republik serikat (republik federal). Kehendak bangsa Indonesia adalah “Negara hukum republik (unitaris) Indonesia yang demokratis.


B.      Bentuk Pemerintahan
Bentuk pemerintahan republik sebenarnya masih dapat dibedakan menjadi republik absolut, republik parlementer dan republik konstitusional. Bentuk Pemerintahan Republik Konstitusional yang diterapkan di Indonesia memiliki ciri pemerintahan dipegang oleh Presiden sebagai kepala pemerintahan yang dibatasi oleh konstitusi (UUD). Pasal 4 ayat(1)  UUD 1945 dijelaskan "Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar." Presiden dibantu oleh wakil presiden saat menjalankan tugas dan kewajiban. Di negara yang menggunakan bentuk pemerintahan republik konstitusional, kekuasaan presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan tidak diwariskan.
Terdapat masa jabatan tertentu dan ketika masa jabatan tersebut habis, untuk menentukan presiden selanjutnya dilakukan melalui cara tertentu sesuai konstitusi yang berlaku. Di Indonesia cara memilih presiden adalah secara langsung melalui Pemilihan Umum(PEMILU). Presiden dan wakil presiden dipilih dalam satu pasangan yang diusung partai politik atau koalisi parpol.
Presiden dibatasi oleh UUD1945 sebagai konstitusi yang menjadi ladasan utama menjalankan pemerintahan. UUD adalah sebuah kontrak sosial antara rakyat dan penguasa. UUD mengatur pembagian kekuasaan, menjalankan kekuasaan, hak dan kewajiban, dan aturan lain tentang kehidupan bernegara.

C.      Sistem Pemerintahan
Sistem pemerintahan yang dianut oleh Undang-Undang Sementara 1950 yang berlaku antara 17 Agustus 1950 sampai dengan 5 Juli 1959 adalah parlementer. Hai ini dijelaskan dalam pasal-pasal berikut.
a.       Pasal 45 ayat1 UUDS 1950 "Presiden adalah kepala negara"
b.      Pasal 83 ayat1 UUDS 1950 "Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat diganggu gugat"
c.       Pasal 83 ayat 2 UUDS 1950 "Menteri-menteri beitanggungjawab atas keseluruhan kebijaksanaan pemerintah baik bersama-sama untuk seluruhnya, maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri"
d.      Pasal 84 UUDS 1950 . "Presiden berhak membubarkan DPR, keputusan presiden yang menyatakan pembubaran itu, memerintahkan pula untuk mengadakan pemilihan DPR dalam 30 hari"
Namun sistem pemerintahan yang dianut UUDS 1950, tidak jauh berbeda dengan yang dianut oleh Konstitusi RIS 1949 yaitu sistem parlementer semu (Quasi parlementer). Ketidakmurnian (semu) parlementer pada masa UUDS 1950 ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a.       perdana menteri diangkat oleh presiden (seharusnya oleh parlemen) (Pasal 51 ayat 2).
b.      kekuasaan perdana menteri sebagai ketua dewan menteri masih dicampurtangani oleh presiden (seharusnya presiden hanya sebagai kepala negara dan kepala pemerintahannya adalah perdana menteri) (Pasal 46 ayat 1).
c.       pembentukan kabinet dilakukan oleh presiden dengan menunjuk seseorang atau beberapa orang pembentuk kabinet (lazimnya oieh parlemen) (Pasal 50 jo 51 ayat 1).
d.      pengangkatan atau penghentian menteri-menteri dan kabinet dilakukan dengan keputusan presiden (lazimnya oleh parlemen) (Pasal 51 ayat 5).
e.       Presiden dan wakil presiden berkedudukan selain sebagai kepala negara juga sebagai kepala pemerintahan (seharusnya terpisah) (Pasal 45 jo 46 ayat 1) .
Berdasarkan penjelasan di atas, ditunjukkan bahwa sistem pemerintahan dalam UUDS 1950, adalah sistem parlementer yang masih terdapat pula ciri-ciri Kabinet presidensiil. Danjuga sistem pemerintahan yang dianut dalam konstitusi RIS, masih dapat ditemukan dalam UUDS 1950. Pada tanggal 1 April 1953, Undang-Undang tentang Pemiiihan Umum yaitu UU No. 7 tahun 1953 diumumkan selanjutnya tanggal 29 september 1955 diadakan pemilihan umum (pemilu) yang pertama kali di Indonesia, pemilu ini diselenggarakan untuk memilih anggota DPR. Pada tanggal 10 November 1956 Konstituante hasil pemilu 1955 mulai menggelar sidangnya di Bandung.
Dalam sidang ini agenda utama adalah menetapkan _UUDS 1950. Namun seteiah bersidang selama tiga tahun, badan yang bertugas membuat konstitusi tersebut gagai membuat UUD baru. Kegagalan ini disebabkan karena adanya perdebatan panjang diseputar persoalan dasar negara. Pada tanggal 25 April 1950, presiden Soekarno memberikan amanatnya dalam sidang Konstituante agar menetapkan UUD 1945 sebagai pengganti UUDS 1950. Seianjutnya tanggal 29 Mei 1950 konstituante kembali bersidang, namun perdebatan tentang dasar negara Republik Indonesia masih saja terjadi. Karena konstituante telah dianggap gagal menetapkan UUD 1945, akhirnya tanggal 5 Juli 1959 presiden Soekamo mengeluarkan Dekrit yang berisi antara Iain bahwa konstituante dibubarkan dan kembali ke UUD 1945.

D.     Pembagian Kekuasaan
Pembagian kekuasaan pada masa berlakunya UUDS yaitu pada periode 17 Agustus 1950- 5 Juli 1959 menurut UUDS Pasal 44 yaitu:
1.    Presiden dan Wakil Presiden
2.    Menteri-menteri
3.    Dewan Perwakilan Rakyat
4.    Mahkamah Agung
5.    Dewan Pengawas Keuangan.
Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa sudah ada pembagian kekuasaan yang jelas antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Presiden yang berkedudukan sebagai kepala negara dibantu oleh wakil presiden, sedangkan mentri sebagai eksekutif/pelaksana pemerintahan. Berdasarkan Pasal 51 UUDS 1950, Presiden menunjuk seorang atau beberapa orang pembentuk kabinet setelah itu sesuai dengan anjuran pembentuk kabinet presiden mengangkat seorang menjadi perdana mentri dan mengangkat mentri-mentri yang lain.
Menteri-menteri bertanggungjawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri. Sebagai kepala negara berdasarkan Pasal 84 Presiden berhak untuk membubarkan DPR. Kekuasaan legislatif dipegang oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Dewan Perwakilan Rakyat mewakili seluruh rakyat Indonesia dan terdiri sejumlah anggota yang besarnya ditetapkan berdasarkan atas perhitungan setiap 300.000 jiwa penduduk WNI mempunyai seorang wakil (Pasal 56 UUDS 1950).
Dewan Perwakilan Rakyat dipilih untuk masa 4 tahun. Dan keanggotan DPR tidak dapat dirangkap oleh lembaga lainnya, hal ini agar tidak tumpang tindih dalam pembagian kekuasaan. Seorang anggota DPR yang merangkap dalam lembaga lainnya tidak boleh mempergunakan hak dan kewajiban sebagai anggota badan tersebut selama ia memangku jabatan ganda. Dalam wewenangnya DPR berhak untuk mengajukan usul Undang-undang kepada pemerintah dan berhak mengadakan perubahan-perubahan dalam usul Undang-undang yang diajukan oleh pemerintah kepada DPR. Apabila akan mengusulkan Undang-undang maka mengirimkan usul itu untuk disahkan oleh pemerintah kepada presiden.
Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Mahkamah Agung dan Dewan Pengawas Keuangan. Mahkamah Agung adalah pengadilan negara tertinggi (Pasal 105 Ayat 1 UUDS 1950). Sebagai lembaga yudikatif atau pengawas dari pelaksanaan UUDS, pengangkatan Mahkamah Agung adalah untuk seumur hidup. Mahkamah Agung dapat dipecat atau diberhentikan menurut cara dan ditentukan oleh undang-undang (Pasal 79 Ayat (3) UUDS 1950), selain itu diatur pada pasal yang sama ayat berbeda yaitu ayat (4) disebutkan bahwa ” Mahkamah Agung dapat diberhentikan oleh Presiden atas permintaan sendiri”. Selain sebagai pengawas atas perbuatan pengadilan-pengadilan yang lain, Mahkamah Agung juga memberi nasehat kepada Presiden dalam pemutusan pemberian hak grasi oleh presiden. Dari berbagai uraian di atas, dapat diketahui bahwa dalam UUDS terdapat hubungan antar lembaga negara maupun lembaga negara dengan rakyat sendiri.

BAB III
KESIMPULAN

Pada tahun 1950 sampai dengan tahun 1959, Indonesia menggunakan Undang Undang Dasar Sementara 1950 sebagai dasar negaranya. UUDS tersebut dumulai pada 17 Agustus 1950 sampai dengan lahirnya dekrit Presiden pada 5 Juli 1959 yang dikeluarkan Presiden Soekarno.
Pemberlakuan Undang Undang Dasar Sementara 1950 tersebut dimulai pada saat Republik Indonesia Serikat berakhir karena adanya demo besar-besaran dari rakyat yang menuntut kembalinya Indonesia menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia, sehingga akhirnya pemerintah membubarkan Republik Indonesia Serikat dan kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan menggunakan Undang Undang Dasar Sementara sejak 17 Agustus 1950, dengan menganut sistem kabinet parlementer.
Pada tahun 1950 itu juga dibentuk sebuah badan konstituante yang bertugas membuat dan menyusun Undang Undang Dasar baru seperti yang diamanatkan UUDS 1950, namun sampai akhir tahun 1959, badan konstituante tersebut belum berhasil merumuskan Undang Undang Dasar yang baru, hingga akhirnya Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit pada 5 Juli 1959 yang isinya membubarkan badan konstituante tersebut, sekaligus menegaskan pada tahun itu juga bahwa Indonesia kembali ke Undang Undang Dasar 1945, serta membentuk MPRS dan DPRS.
Pada masa Undang Undang Dasar Sementara 1950 tersebut diberlakukan, gejolak politik yang panas menimbulkan berbagai gerakan yang politik yang tidak stabil, sehingga kabinet pemerintahanpun ikut kena imbasnya, tercatat pada periode 1950 hingga 1959 ada 7 kali pergantian kabinet.







Daftar Pustaka























MAKALAH PENGARUH PENDIDIKAN DAN LATIHAN DASAR TENAGA KERJA TERHADAP PRODUKTIVITAS SDM

  MAKALAH PENGARUH PENDIDIKAN DAN LATIHAN DASAR TENAGA KERJA TERHADAP PRODUKTIVITAS SDM Disusun untuk memenuhi Tugas Mata kuliah Eko...