BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah suatu
usaha untuk melakukan proses pembelajaran bagi peserta didik untuk
mencapai tujuan pendidikan yang diterapkan di suatu negara.
Pendidikan tidak terlepas dari kurikulum pendidikan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah. Kurikulum merupakan suatu metode yang digunakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di suatu negara. Kurikulum yang dipakai saat ini, mengacu pada Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.
Pendidikan tidak terlepas dari kurikulum pendidikan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah. Kurikulum merupakan suatu metode yang digunakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di suatu negara. Kurikulum yang dipakai saat ini, mengacu pada Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.
Kurikulum yang digunakan
saat ini adalah kurikulum KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), akan
tetapi dinilai dari berbagai sudut kurikulum yang digunakan saat ini
masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu pemerintah merancang
kurikulum baru yaitu Struktur Kurikulum 2013. Oleh karena itu kita selaku
calon pendidik perlu mengetahui perbedaan dan persamaan
antara 2 kurikulum tersebut.
B. Rumusan Masalah
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan maslaah dari karya tulis ini yaitu :
1) Bagaimana Peran Kurikulum
dalam Pendidikan ?
2) Apa persamaan dan perbedaan
antara kurikulum KTSP dan Kurikulum 2013 ?
3) Apakah kelebihan dan kekurangan
Kurikulum KTSP dan Kurikulum 2013 ?
C. Tujuan Makalah
Adapun tujuan dari karya tulis ini yaitu:
1)
Mengetahui dengan
pasti peran kurikulum dalam pendidikan.
2)
Mengetahui
persamaan dan perbedaan antara kurikulum KTSP dan kurikulum 2013.
3)
Memahami dengan
baik tentang kelebihan dan kekurangan masing-masing kurikulum.
BAB II
PEMBAHASAN
KURIKULUM KTSP DAN KURIKULUM 2013
KURIKULUM KTSP DAN KURIKULUM 2013
A. Peran Kurikulum dalam Pendidikan
Kurikulum dalam pendidikan formal
di sekolah/madrasah memiliki peranan yang sangat strategis dan menentukan
pencapaian tujuan pendidikan. Apabila dirinci secara lebih mendetail terdapat
tiga peranan yang dinilai sangat penting, yaitu peranan konservatif, peranan
kreatif, dan peranan kritis/evaluative (Oemar Hamalik, 1990)
1. Peranan Konservatif
1. Peranan Konservatif
Peranan konservatif menekankan bahwa kurikulum dapat
dijadikan sebagai sarana untuk mentransmisikan nilai nilai warisan budaya masa
lalu yang dianggap masih relevan dengan masa kini kepada generas muda, dalam
hal ini para siswa. Peranan konservatif ini pada hakikatnya menempatkan
kurikulum yang berorientasi ke masa lampau. Peranan ini sifatnya menjadi sangat
mendasar, disesuaikan dengan kenyataan bahwa pendidikan pada hakikatnya
merupakan proses social. Salah satu tugas pendidikan yaitu mempengaruhi dan
membina perilaku siswa sesuai dengan nilai-nilai social yang hidup di
lingkungan masyarakatnya.
2.
Peranan Kreatif
Perkembangan ilmu pengetahuan dan aspek aspek
lainnya senantiasa terjadi setiap saat. Peranan kreatif menekankan bahwa
kurikulum harus mampu mengembangkan sesatu yang baru sesuai dengan perkembangan
yang terjadi dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat pada masa sekarang dan masa
mendatang. Kurikulum harus mengandung hal-hal yang dapat membantu setiap siswa
mengembangkan semua potensi yang ada pada dirinya untuk memperoleh
pengetahuan-pengetahuan baru, kemampuan-kemampuan baru, serta cara berfikir
baru yang dibutuhkan dalam kehidupannya.
3. Peranan kritis dan evaluative
3. Peranan kritis dan evaluative
Peranan ini di latarbelakangi oleh adanya kenyataan
bahwa nilai-nilai dan budaya yang hidup dalam masyarakat senantiasa mengalami
perubahan, sehingga pewarisan nilai-nilai dan budaya masa lalu kepada siswa
perlu diseusaikan dengan kondisi yang terjadi pada masa sekarang.
Selain itu, perkembangan yang
terjadi pada masa sekarang dan masa mendatang belum tentu sesuai dengan apa
yang dibutuhkan. Oleh karena itu, peranan kurikulum tidak hanya mewariskan
nilai dan budaya, melainkan juga memiliki peranan untuk menilai dan memilih
nilai dan budaya serta pengetahuan baru yang akan diwariskan tersebut. Dalam
hal ini, kurikulum harus turut aktif berpartisipasi dalam control atau filter
social. Nilai-nilai social yang tidak sesuai lagi dengan keadaan dan tuntutan
masa kin dihilangkan dan diadakan modifikasi atau penyempurnaan-penyempurnaan.
Ketiga peranan kurikulum di atas tentu saja harus berjalan secara seimbang dan harmonis agar dapat memenuhi tuntutan keadaan. Jika tidak, akan terjadi ketimpangan-ketimpangan yang menyebabkan peranan kurikulum persekolahan menjadi tidak optimal. Menyelaraskan ketiga peranan kurikulum tersebut menjadi tanggung jawab semua pihak yang terkait dalam proses pendidikan, diantaranya : guru, kepala sekolah, pengawas, orang tua, siswa, dan masyarakat. Dengan demikian, pihak-pihak yang terkait tersebut idealnya dapat memahami betul apa yang menjadi tujuan dan isi dari kurikulum yang diterapkan sesuai dengan bidang tugas masing-masing.
B. Persamaan dan Perbedaan Kurikulum KTSP dan Kurikulum 2013
Ketiga peranan kurikulum di atas tentu saja harus berjalan secara seimbang dan harmonis agar dapat memenuhi tuntutan keadaan. Jika tidak, akan terjadi ketimpangan-ketimpangan yang menyebabkan peranan kurikulum persekolahan menjadi tidak optimal. Menyelaraskan ketiga peranan kurikulum tersebut menjadi tanggung jawab semua pihak yang terkait dalam proses pendidikan, diantaranya : guru, kepala sekolah, pengawas, orang tua, siswa, dan masyarakat. Dengan demikian, pihak-pihak yang terkait tersebut idealnya dapat memahami betul apa yang menjadi tujuan dan isi dari kurikulum yang diterapkan sesuai dengan bidang tugas masing-masing.
B. Persamaan dan Perbedaan Kurikulum KTSP dan Kurikulum 2013
Kurikulum KTSP (Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan)
KTSP yang merupakan penyempurnaan
dari Kurikulum 2004 (KBK) adalah Kurikulum operasional disusun dan dilaksanakan
oleh masing-masing satuan pendidikan atau sekolah. Departemen Pendidikan
Nasional mengharapkan paling lambat tahun 2009/2010, semua sekolah telah
melaksanakan KTSP. Penyusunan KTSP yang dipercayakan pada masing-masing tingkat
satuan Pendidikan ini hampir senada dengan Prinsip Implementasi KBK (Kurikulum
2004) yang disebut Pengelolaan Kurikulum Berbasis Sekolah (KBS). Prinsip ini
diimplementasikan untuk memberdayakan daerah dan sekolah dalam merencanakan,
melaksanakan, dan mengelola serta menilai pembelajaran sesuai dengan kondisi
dan aspirasi mereka. Prinsip Pengelolaan KBS ini mengacu pada “Kesatuan dalam
Kebijakan dan Keberagamaan dalam pelaksanaan”. Yang dimaksud dengan “Kesatuan
dalam Kebijakan” ditandai dengan Sekolah-sekolah menggunakan perangkat dokumen
KBK yang “sama” dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Nasional.
Sedangkan “Keberagaman dalam pelaksanaan” ditandai
dengan keberagaman silabus yang akan dikembangkan oleh masing-masing sekolah
sesuai dengan karakteristik sekolahnya. KTSP atau Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan adalah sebuah kurikulum operasional pendidikan yang disusun dan
dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan di Indonesia. KTSP secara
yuridis diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia Nomor 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Penyusunan KTSP oleh sekolah dimulai tahun ajaran 2007/2008 dengan mengacu pada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk pendidikan dasar dan menengah sebagaimana yang diterbitkan melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional, masing-masing Nomor 22 Tahun 2006 dan Nomor 23 Tahun 2006, serta Paduan Pengembangan KTSP yang dikeluarkan oleh BSNP. Pad aprinsipnya, KTSP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SI, namun pengembangannya diserahkan kepada sekolah agar sesuai dengan kebutuhan sekolah itu sendiri.
KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Pelaksanaan KTSP mengacu pada Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL.
Kurikulum 2013
Penyusunan KTSP oleh sekolah dimulai tahun ajaran 2007/2008 dengan mengacu pada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk pendidikan dasar dan menengah sebagaimana yang diterbitkan melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional, masing-masing Nomor 22 Tahun 2006 dan Nomor 23 Tahun 2006, serta Paduan Pengembangan KTSP yang dikeluarkan oleh BSNP. Pad aprinsipnya, KTSP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SI, namun pengembangannya diserahkan kepada sekolah agar sesuai dengan kebutuhan sekolah itu sendiri.
KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Pelaksanaan KTSP mengacu pada Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL.
Kurikulum 2013
Secara falsafati, pendidikan
adalah proses panjang dan berkelanjutan untuk mentransformasikan peserta didik
menjadi manusia yang sesuai dengan tujuan penciptaannya, yaitu bermanfaat bagi
dirinya, bagi sesama, bagi alam semesta, beserta segenap isi dan peradabannya.
Dalam UU Sisdiknas, menjadi bermanfaat itu dirumuskan dalam indikator
strategis, seperti beriman-bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Dalam memenuhi kebutuhan
kompetensi abad ke-21, UU Sisdiknas juga memberikan arahan yang jelas bahwa
tujuan pendidikan harus dicapai salah satunya melalui penerapan kurikulum
berbasis kompetensi. Kompetensi lulusan program pendidikan harus mencakup tiga
kompetensi, yakni sikap, pengetahuan, dan keterampilan, sehingga yang
dihasilkan adalah manusia seutuhnya.
Dengan demikian, tujuan
pendidikan nasional perlu dijabarkan menjadi himpunan kompetensi dalam tiga
ranah kompetensi (sikap, pengetahuan, dan keterampilan). Di dalamnya terdapat
sejumlah kompetensi yang harus dimiliki seseorang agar dapat menjadi orang beriman
dan bertakwa, berilmu, dan seterusnya. Mengingat pendidikan idealnya proses
sepanjang hayat, maka lulusan atau keluaran dari suatu proses pendidikan
tertentu harus dipastikan memiliki kompetensi yang diperlukan untuk melanjutkan
pendidikannya secara mandiri sehingga esensi tujuan pendidikan tercapai.
• Perencanaan pembelajaran
• Perencanaan pembelajaran
Dalam usaha menciptakan sistem
perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian yang baik, proses panjang tersebut
dibagi beberapa jenjang, berdasarkan perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
Setiap jenjang dirancang memiliki proses sesuai perkembangan dan kebutuhan
peserta didik sehingga ketidakseimbangan antara input yang diberikan dan
kapasitas pemrosesan dapat diminimalkan. Sebagai konsekuensi dari penjenjangan
ini, tujuan pendidikan harus dibagi-bagi menjadi tujuan antara. Pada dasarnya,
kurikulum merupakan perencanaan pembelajaran yang dirancang berdasarkan tujuan
antara di atas. Proses perancangannya diawali dengan menentukan kompetensi
lulusan (standar kompetensi lulusan). Hasilnya, kurikulum jenjang satuan
pendidikan.
Dalam teori manajemen, sebagai sistem perencanaan pembelajaran yang baik, kurikulum harus mencakup empat hal. Pertama, hasil akhir pendidikan yang harus dicapai peserta didik (keluaran), dan dirumuskan sebagai kompetensi lulusan. Kedua, kandungan materi yang harus diajarkan kepada, dan dipelajari oleh peserta didik (masukan/standar isi), dalam usaha membentuk kompetensi lulusan yang diinginkan. Ketiga, pelaksanaan pembelajaran (proses, termasuk metodologi pembelajaran sebagai bagian dari standar proses) supaya ketiga kompetensi yang diinginkan terbentuk pada diri peserta didik. Keempat, penilaian kesesuaian proses dan ketercapaian tujuan pembelajaran sedini mungkin untuk memastikan bahwa masukan, proses, dan keluaran tersebut sesuai dengan rencana.
Dalam teori manajemen, sebagai sistem perencanaan pembelajaran yang baik, kurikulum harus mencakup empat hal. Pertama, hasil akhir pendidikan yang harus dicapai peserta didik (keluaran), dan dirumuskan sebagai kompetensi lulusan. Kedua, kandungan materi yang harus diajarkan kepada, dan dipelajari oleh peserta didik (masukan/standar isi), dalam usaha membentuk kompetensi lulusan yang diinginkan. Ketiga, pelaksanaan pembelajaran (proses, termasuk metodologi pembelajaran sebagai bagian dari standar proses) supaya ketiga kompetensi yang diinginkan terbentuk pada diri peserta didik. Keempat, penilaian kesesuaian proses dan ketercapaian tujuan pembelajaran sedini mungkin untuk memastikan bahwa masukan, proses, dan keluaran tersebut sesuai dengan rencana.
Dengan konsep kurikulum berbasis
kompetensi, tak tepat jika ada yang menyampaikan bahwa pemerintah salah sasaran
saat merencanakan perubahan kurikulum karena yang perlu diperbaiki sebenarnya
metodologi pembelajaran, bukan kurikulum (Mohammad Abduhzen, ”Urgensi Kurikulum
2013”, Kompas 21/2 dan ”Implementasi Pendidikan”, Kompas 6/3).
Hal ini menunjukkan belum dipahaminya secara utuh bahwa
kurikulum berbasis kompetensi mencakup metodologi pembelajaran. Tanpa
metodologi pembelajaran yang sesuai, tak akan terbentuk kompetensi yang
diharapkan. Sebagai contoh, dalam Kurikulum 2013, kompetensi lulusan dalam
ranah keterampilan untuk SD dirumuskan sebagai ”memiliki (melalui mengamati,
menanya, mencoba, mengolah, menyaji, menalar, mencipta) kemampuan pikir dan
tindak yang produktif dan kreatif, dalam ranah konkret dan abstrak, sesuai yang
ditugaskan kepadanya.”
Kompetensi semacam ini tak akan tercapai bila pengertian kurikulum diartikan sempit, tak termasuk metodologi pembelajaran. Proses pembentukan kompetensi itu sudah dirumuskan dengan baik melalui kajian para peneliti, dan akhirnya diterima luas sebagai suatu taksonomi. Pemikiran pengembangan Kurikulum 2013 seperti diuraikan di atas dikembangkan atas dasar taksonomi-taksonomi yang diterima secara luas, kajian KBK 2004 dan KTSP 2006, dan tantangan abad ke-21 serta penyiapan Generasi 2045. Dengan demikian, tidaklah tepat apa yang disampaikan Elin Driana, ”Gawat Darurat Pendidikan” (Kompas, 14/12/2012) yang mengharapkan sebelum Kurikulum 2013 disahkan, baiknya dilakukan evaluasi terhadap kurikulum sebelumnya.
Mengatakan tak ada masalah dengan kurikulum saat ini adalah kurang tepat. Sebagai contoh, hasil pembandingan antara materi TIMSS 2011 dan materi kurikulum saat ini, untuk mata pelajaran Matematika dan IPA, menunjukkan, kurang dari 70 persen materi TIMSS yang telah diajarkan sampai dengan kelas VIII SMP. Belum lagi rumusan kompetensi yang belum sesuai tuntutan UU dan praktik terbaik di dunia, ketidaksesuaian materi mata pelajaran dan tumpang tindih yang tak diperlukan pada beberapa materi mata pelajaran, kecepatan pembelajaran yang tak selaras antarmata pelajaran, dangkalnya materi, proses, dan penilaian pembelajaran, sehingga peserta didik kurang dilatih bernalar dan berpikir.
Kompetensi semacam ini tak akan tercapai bila pengertian kurikulum diartikan sempit, tak termasuk metodologi pembelajaran. Proses pembentukan kompetensi itu sudah dirumuskan dengan baik melalui kajian para peneliti, dan akhirnya diterima luas sebagai suatu taksonomi. Pemikiran pengembangan Kurikulum 2013 seperti diuraikan di atas dikembangkan atas dasar taksonomi-taksonomi yang diterima secara luas, kajian KBK 2004 dan KTSP 2006, dan tantangan abad ke-21 serta penyiapan Generasi 2045. Dengan demikian, tidaklah tepat apa yang disampaikan Elin Driana, ”Gawat Darurat Pendidikan” (Kompas, 14/12/2012) yang mengharapkan sebelum Kurikulum 2013 disahkan, baiknya dilakukan evaluasi terhadap kurikulum sebelumnya.
Mengatakan tak ada masalah dengan kurikulum saat ini adalah kurang tepat. Sebagai contoh, hasil pembandingan antara materi TIMSS 2011 dan materi kurikulum saat ini, untuk mata pelajaran Matematika dan IPA, menunjukkan, kurang dari 70 persen materi TIMSS yang telah diajarkan sampai dengan kelas VIII SMP. Belum lagi rumusan kompetensi yang belum sesuai tuntutan UU dan praktik terbaik di dunia, ketidaksesuaian materi mata pelajaran dan tumpang tindih yang tak diperlukan pada beberapa materi mata pelajaran, kecepatan pembelajaran yang tak selaras antarmata pelajaran, dangkalnya materi, proses, dan penilaian pembelajaran, sehingga peserta didik kurang dilatih bernalar dan berpikir.
•
Kompetensi inti
Kompetensi lulusan jenjang satuan
pendidikan pun masih memerlukan rencana pendidikan yang panjang untuk
pencapaiannya. Sekali lagi, teori manajemen mengajarkan, untuk memudahkan
proses perencanaan dan pengendaliannya, pencapaian jangka panjang perlu
dibagi-bagi jadi beberapa tahap sesuai jenjang kelas di mana kurikulum tersebut
diterapkan. Sejalan dengan UU, kompetensi inti ibarat anak tangga yang harus
ditapak peserta didik untuk sampai pada kompetensi lulusan jenjang satuan
pendidikan. Kompetensi inti meningkat seiring meningkatnya usia peserta didik
yang dinyatakan dengan meningkatnya kelas. Melalui kompetensi inti, sebagai
anak tangga menuju ke kompetensi lulusan, integrasi vertikal antarkompetensi dasar
dapat dijamin, dan peningkatan kemampuan peserta dari kelas ke kelas dapat
direncanakan. Sebagai anak tangga menuju ke kompetensi lulusan multidimensi,
kompetensi inti juga multidimensi.
Untuk kemudahan operasionalnya, kompetensi lulusan pada ranah sikap dipecah menjadi dua, yaitu sikap spiritual terkait tujuan membentuk peserta didik yang beriman dan bertakwa, dan kompetensi sikap sosial terkait tujuan membentuk peserta didik yang berakhlak mulia, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab. Kompetensi inti bukan untuk diajarkan, melainkan untuk dibentuk melalui pembelajaran mata pelajaran-mata pelajaran yang relevan. Setiap mata pelajaran harus tunduk pada kompetensi inti yang telah dirumuskan. Dengan kata lain, semua mata pelajaran yang diajarkan dan dipelajari pada kelas tersebut harus berkontribusi terhadap pembentukan kompetensi inti. Ibaratnya, kompetensi inti merupakan pengikat kompetensi-kompetensi yang harus dihasilkan dengan mempelajari setiap mata pelajaran. Di sini kompetensi inti berperan sebagai integrator horizontal antarmata pelajaran. Dengan pengertian ini, kompetensi inti adalah bebas dari mata pelajaran karena tidak mewakili mata pelajaran tertentu. Kompetensi inti merupakan kebutuhan kompetensi peserta didik, sedangkan mata pelajaran adalah pasokan kompetensi dasar yang akan diserap peserta didik melalui proses pembelajaran yang tepat menjadi kompetensi inti. Bila pengertian kompetensi inti telah dipahami dengan baik, tentunya tidak akan ada kritikan bahwa Kurikulum 2013 adalah salah dengan alasan pada ”Kompetensi Inti Bahasa Indonesia” tidak terdapat kompetensi yang mencerminkan kompetensi Bahasa Indonesia karena memang tak ada yang namanya kompetensi inti Bahasa Indonesia, sebagaimana dipertanyakan Acep Iwan Saidi, ”Petisi untuk Wapres” (Kompas, 2/3).
Untuk kemudahan operasionalnya, kompetensi lulusan pada ranah sikap dipecah menjadi dua, yaitu sikap spiritual terkait tujuan membentuk peserta didik yang beriman dan bertakwa, dan kompetensi sikap sosial terkait tujuan membentuk peserta didik yang berakhlak mulia, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab. Kompetensi inti bukan untuk diajarkan, melainkan untuk dibentuk melalui pembelajaran mata pelajaran-mata pelajaran yang relevan. Setiap mata pelajaran harus tunduk pada kompetensi inti yang telah dirumuskan. Dengan kata lain, semua mata pelajaran yang diajarkan dan dipelajari pada kelas tersebut harus berkontribusi terhadap pembentukan kompetensi inti. Ibaratnya, kompetensi inti merupakan pengikat kompetensi-kompetensi yang harus dihasilkan dengan mempelajari setiap mata pelajaran. Di sini kompetensi inti berperan sebagai integrator horizontal antarmata pelajaran. Dengan pengertian ini, kompetensi inti adalah bebas dari mata pelajaran karena tidak mewakili mata pelajaran tertentu. Kompetensi inti merupakan kebutuhan kompetensi peserta didik, sedangkan mata pelajaran adalah pasokan kompetensi dasar yang akan diserap peserta didik melalui proses pembelajaran yang tepat menjadi kompetensi inti. Bila pengertian kompetensi inti telah dipahami dengan baik, tentunya tidak akan ada kritikan bahwa Kurikulum 2013 adalah salah dengan alasan pada ”Kompetensi Inti Bahasa Indonesia” tidak terdapat kompetensi yang mencerminkan kompetensi Bahasa Indonesia karena memang tak ada yang namanya kompetensi inti Bahasa Indonesia, sebagaimana dipertanyakan Acep Iwan Saidi, ”Petisi untuk Wapres” (Kompas, 2/3).
Dalam mendukung kompetensi inti,
capaian pembelajaran mata pelajaran diuraikan menjadi kompetensi
dasar-kompetensi dasar yang dikelompokkan menjadi empat. Ini sesuai dengan
rumusan kompetensi inti yang didukungnya, yaitu dalam kelompok kompetensi sikap
spiritual, kompetensi sikap sosial, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi
keterampilan. Uraian kompetensi dasar sedetail ini adalah untuk memastikan
capaian pembelajaran tidak berhenti sampai pengetahuan saja, melainkan harus
berlanjut ke keterampilan, dan bermuara pada sikap. Kompetensi dasar dalam
kelompok kompetensi inti sikap bukanlah untuk peserta didik karena kompetensi
ini tidak diajarkan, tidak dihapalkan, tidak diujikan, tapi sebagai pegangan
bagi pendidik, bahwa dalam mengajarkan mata pelajaran tersebut ada pesan-pesan
sosial dan spiritual yang terkandung dalam materinya. Apabila konsep
pembentukan kompetensi ini dipahami dapat mengurangi, bahkan menghilangkan,
kegelisahan yang disampaikan L Wilardjo dalam ”Yang Indah dan yang Absurd”
(Kompas, 22/2).
•
Kedudukan bahasa
Uraian rumusan kompetensi seperti itu masih
belum cukup untuk dapat digunakan, terutama saat merancang kurikulum SD
(jenjang sekolah paling rendah), tempat peserta didik mulai diperkenalkan banyak
kompetensi untuk dikuasai. Pada saat memulainya pun, peserta didik SD masih
belum terlatih berpikir abstrak. Dalam kondisi seperti inilah, maka terlebih
dulu perlu dibentuk suatu saluran yang menghubungkan sumber-sumber kompetensi,
yang sebagian besarnya abstrak, kepada peserta didik yang masih mulai belajar
berpikir abstrak. Di sini peran bahasa menjadi dominan, yaitu sebagai saluran
mengantarkan kandungan materi dari semua sumber kompetensi kepada peserta
didik.
Usaha membentuk saluran sempurna (perfect
channels dalam teknologi komunikasi) dapat dilakukan dengan menempatkan bahasa
sebagai penghela mata pelajaran-mata pelajaran lain. Dengan kata lain,
kandungan materi mata pelajaran lain dijadikan sebagai konteks dalam penggunaan
jenis teks yang sesuai dalam pelajaran Bahasa Indonesia. Melalui pembelajaran
tematik integratif dan perumusan kompetensi inti, sebagai pengikat semua
kompetensi dasar, pemaduan ini akan dapat dengan mudah direalisasikan.
Dengan cara ini pula, pembelajaran Bahasa Indonesia dapat
dibuat menjadi kontekstual, sesuatu yang hilang pada model pembelajaran Bahasa
Indonesia saat ini, sehingga pembelajaran Bahasa Indonesia kurang diminati
pendidik dan peserta didik. Melalui pembelajaran Bahasa Indonesia yang
kontekstual, peserta didik sekaligus dilatih menyajikan bermacam kompetensi
dasar secara logis dan sistematis. Mengatakan kompetensi dasar Bahasa Indonesia
SD, yang memuat penyusunan teks untuk menjelaskan pemahaman peserta didik,
terhadap ilmu pengetahuan alam sebagai mengada-ada (Acep Iwan Saidi, ”Petisi
untuk Wapres”), sama saja dengan melupakan fungsi bahasa sebagai pembawa
kandungan ilmu pengetahuan. Kurikulum 2013 adalah kurikulum
berbasis kompetensi yang pernah digagas dalam Rintisan Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) 2004, tetapi belum terselesaikan karena desakan untuk segera
mengimplementasikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006. Rumusannya
berdasarkan sudut pandang yang berbeda dengan kurikulum berbasis materi
sehingga sangat dimungkinkan terjadi perbedaan persepsi tentang bagaimana
kurikulum seharusnya dirancang. Perbedaan ini menyebabkan munculnya berbagai
kritik dari yang terbiasa menggunakan kurikulum berbasis materi.
C. Kelebihan dan kekurangan
Kurikulum KTSP dan Kurikulum 2013
Kelebihan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
Kelebihan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
v
Mendorong
terwujudnya otonomi sekolah dalam menyelenggarakan pendidikan. Tidak dapat
dipungkiri bahwa salah satu bentuk kegagalan pelaksanaan kurikulum di masa
lalu adalah adanya penyeragaman kurikulum di seluruh Indonesia, tidak
melihat kepada situasi riil di lapangan, dan kurang menghargai potensi
keunggulan lokal.
v
Mendorong para
guru, kepala sekolah, dan pihak manajemen sekolah untuk semakin meningkatkan
kreativitasnya dalam penyelenggaraan program-program pendidikan.
v
KTSP sangat memungkinkan bagi setiap
sekolah untuk menitikberatkan dan mengembangkan mata pelajaran tertentu yang
akseptabel bagi kebutuhan siswa. Sekolah dapat menitikberatkan pada mata
pelajaran tertentu yang dianggap paling dibutuhkan siswanya. Sebagai contoh, di
daerah kawasan wisata dapat mengembangkan kepariwisataan dan bahasa inggris
sebagai keterampilan hidup.
v
KTSP akan
mengurangi beban belajar siswa yang sangat padat. Karena menurut ahli beban
belajar yang berat dapat mempengaruhi perkembangan jiwa anak.
v
KTSP memberikan
peluang yang lebih luas kepada sekolah-sekolah plus untuk mengembangkan
kurikulum sesuai dengan kebutuhan.
v
Guru sebagai
pengajar, pembimbing, pelatih dan pengembang kurikulum.
v
Kurikulum sangat
humanis, yaitu memberikan kesempatan kepada guru untuk mengembangkan isi/konten
kurikulum sesuai dengan kondisi sekolah, kemampuan siswa dan kondisi daerahnya
masing-masing.
v
Menggunakan
pendekatan kompetensi yang menekankan pada pemahaman, kemampuan atau kompetensi
terutama di sekolah yang berkaitan dengan pekerjaan masyarakat sekitar
v
Standar
kompetensi yang memperhatikan kemampuan individu, baik kemampuan, kecakapan
belajar, maupun konteks social budaya.
v
Berbasis
kompetensi sehingga peserta didik berada dalam proses perkembangan yang berkelanjutan
dari seluruh aspek kepribadian, sebagai pemekaran terhadap potensi bawaan
sesuai dengan kesempatan belajar yang ada dan diberikan oleh lingkungan.
v
Pengembangan
kurikulum di laksanakan secara desentralisasi (pada satuan tingkat pendidikan)
sehingga pemerintah dan masyarakat bersama-sama menentukan standar pendidikan
yang dituangkan dalam kurikulum.
v
Satuan
pendidikan diberikan keleluasaan untyuk menyusun dan mengembangkan silabus mata
pelajaran sehingga dapat mengakomodasikan potensi sekolah kebutuhan dan kemampuan
peserta didik, serta kebutuhan masyarakat sekitar sekolah.
v
Guru sebagai
fasilitator yang bertugas mengkondisikan lingkungan untuk memberikan kemudahan
belajar siswa.
v
Mengembangkan
ranah pengetahuan, sikap, dan ketrampilan berdasarkan pemahaman yang akan
membentuk kompetensi individual.
v
Pembelajaran
yang dilakukan mendorong terjadinya kerjasama antar sekolah, masyarakat, dan
dunia kerja yang membentuk kompetensi peserta didik.
v
Evaluasi
berbasis kelas yang menekankan pada proses dan hasil belajar.
v
Berpusat pada
siswa dan menggunakan berbagai sumber belajar.
v
kegiatan
pembelajaran lebih bervariasi, dinamis dan menyenangkan
Sedangkan kelemahan dari kurikulum KTSP yaitu sebagai berikut:Ø
Sedangkan kelemahan dari kurikulum KTSP yaitu sebagai berikut:Ø
v
Kurangnnya SDM
yang diharapkan mampu menjabarkan KTSP pada kebanyakan satuan pendidikan yang
ada. Minimnya kualitas guru dan sekolah.
v
Kurangnya
ketersediaan sarana dan prasarana pendukung sebagai kelengkapan dari pelaksanaan
KTSP .
v
Masih banyak
guru yang belum memahami KTSP secara komprehensif baik kosepnya, penyusunannya,
maupun prakteknya di lapangan
v
Penerapan KTSP
yang merekomendasikan pengurangan jam pelajaran akan berdampak berkurangnya
pendapatan guru. Sulit untuk memenuhi kewajiban mengajar 24 jam, sebagai syarat
sertifikasi guru untukmendapatkan tunjangan profesi.
Kelebihan
Kurikulum 2013Ø
“Selain kreatif dan
inovatif, pendidikan karakter juga penting yang nantinya terintegrasi menjadi
satu. Misalnya, pendidikan budi pekerti dan karakter harus diintegrasikan ke
semua program studi,” kata Prof Anna Suhaenah Suparno dari Kementerian
Pendidikan. Ia mengatakan asumsi dari kurikulum itu adalah tidak ada perbedaan
antara anak desa atau kota. Anak di desa cenderung tidak diberi kesempatan
untuk memaksimalkan potensi mereka.Menurut dia, potensi siswa perlu dirangsang
dari awal, misalnya melalui jenjang pendidikan anak usia dini.
Namun, kata dia, kunci terpenting adalah kesiapan pada guru. Guru, lanjut dia, juga harus terus dipacu kemampuannya melalui pelatihan-pelatihan dan pendidikan calon guru untuk meningkatkan kecakapan profesionalis secara terus menerus.
Namun, kata dia, kunci terpenting adalah kesiapan pada guru. Guru, lanjut dia, juga harus terus dipacu kemampuannya melalui pelatihan-pelatihan dan pendidikan calon guru untuk meningkatkan kecakapan profesionalis secara terus menerus.
Kelemahan
Kurikulum 2013Ø
“Saat ini, KTSP saja baru menuju uji
coba dan ada beberapa sekolah yang belum me-laksanakannya. Bagaimana bisa,
kurikulum 2013 ditetapkan tanpa ada evaluasi dari pe-laksanaan kurikulum
sebelumnya,” katanya di Yogyakarta, Senin lalu. Kelemahan lainnya, lanjut
Wuryadi, pemerintah seolah melihat semua guru dan siswa me-miliki kapasitas
yang sama dalam kurikulum 2013. Guru juga tidak pernah dilibatkan langsung
dalam proses pengembangan kurikulum 2013.
Wuryadi juga menilai tak adanya keseimbangan antara orientasi proses pembelajaran danhasil dalam kurikulum 2013. Keseimbangan sulit dicapai karena kebijakan ujian nasional (UN) masih diberlakukan. “UN hanya mendorong orientasi pendidikan pada hasil dan sama sekali tidak memperhatikan proses pembelajaran. Hal ini berdampak pada dikesampingkannya mata pelajaran yang tidak diujikan dalam UN. Padahal, mata pelajaran non-UN juga memberikan kontribusi besar untuk mewujudkan tujuan pendidikan,” tambahnya.
Wuryadi juga menilai tak adanya keseimbangan antara orientasi proses pembelajaran danhasil dalam kurikulum 2013. Keseimbangan sulit dicapai karena kebijakan ujian nasional (UN) masih diberlakukan. “UN hanya mendorong orientasi pendidikan pada hasil dan sama sekali tidak memperhatikan proses pembelajaran. Hal ini berdampak pada dikesampingkannya mata pelajaran yang tidak diujikan dalam UN. Padahal, mata pelajaran non-UN juga memberikan kontribusi besar untuk mewujudkan tujuan pendidikan,” tambahnya.
Kelemahan penting
lainnya, pengintegrasian mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk jenjang
pendidikan dasar. Dewan Pendidikan DIY menilai langkah ini tidak tepat karena rumpun ilmu mata pelajaran-mata pelajaran itu
berbeda.
D. Struktur Baru Kurikulum 2013
Draf Struktur Kurikulum 2013 SD inilah
bentuk kurikulum baru 2013 yang akan diberlakukan pada anak-anak tingkat
sekolah dasar (SD). Enam Mata Pelajaran Berbasis Tematik. Mata pelajaran untuk
anak SD yang semula berjumlah 10 mata pelajaran dipadatkan menjadi enam mata
pelajaran, yaitu:
1.
Agama,
2.
PPKn,
3.
Matematika,
4.
Bahasa
Indonesia,
5.
Pendidikan
Jasmani dan Kesehatan,
6.
Seni Budaya
Sementara empat mata pelajaran yang dulu berdiri sendiri, yaitu:
1.
IPA,
2.
IPS,
3.
Muatan lokal,
dan
4.
Pengembangan
diri.
Diintegrasikan dengan enam mata
pelajaran lainnya.
“Memang sewajarnya seperti itu. IPA dan IPS dijadikan penggerak dan masuk dalam materi bahasan semua mata pelajaran. Begitu pula dengan mulok dan pengembangan diri itu kaitannya nanti dengan seni budaya," ujar Mendikbud, Mohammad Nuh. Dengan pemadatan mata pelajaran dan pembelajaran berbasis tema ini, anak-anak juga tidak akan lagi kerepotan membawa buku yang banyak dalam tasnya. Nuh mengungkapkan dengan pendekatan tematik ini, anak-anak hanya perlu membawa paling tidak dua atau tiga buku sesuai dengan tema yang dipilih pada minggu tersebut.
Belajar di Sekolah
Lebih Lama Berkurangnya mata pelajaran dalam kurikulum ini justru membuat
durasi belajar anak di sekolah bertambah. Mohammad Nuh menjelaskan bahwa metode
baru ini mengharuskan anak-anak untuk ikut aktif dalam pembelajaran dan
mengobservasi setiap tema yang menjadi bahasan. "Pola ini
tentu tidak bisa dilakukan dengan durasi belajar sebelumnya. Untuk itu ditambah
sebanyak empat jam pelajaran per minggu," kata Nuh. Dengan
demikian, untuk kelas I-III yang awalnya belajar selama 26-28 jam dalam
seminggu bertambah menjadi 30-32 jam seminggu. Sementara pada kelas IV-VI yang
semula belajar selama 32 jam per minggu di sekolah bertambah menjadi 36 jam per
minggu.
"Penambahan jam
belajar ini masih sesuai karena dibandingkan negara lain, Indonesia terbilang
masih singkat durasinya untuk anak usia 7-9 tahun," ungkap
Nuh. Pramuka Jadi Skskul Wajib Bahasa Inggris yang
sebelumnya sempat disebut-sebut akan dihilangkan memang tidak tercantum dalam
salah satu mata pelajaran yang ada. Ternyata untuk tingkat SD ini, Bahasa
Inggris masuk dalam kegiatan ekstra kurikuler bersama dengan Palang Merah
Remaja (PMR), UKS, dan Pramuka". Pramuka ini akan jadi ekskul wajib untuk
berbagai jenjang tidak hanya di SD. Nanti akan dibicarakan juga dengan
Kemenpora," kata Mendikbud.
BAB III
KESIMPULAN
Pengembangan kurikulum sebenarnya merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Ia sebagai instrumen yang membantu praktisi pendidikan untuk memenuhi kebutuhan peserta didik dan kebutuhan masyarakat. Caswell menyatakan bahwa pengembangan kurikulum merupakan alat untuk membantu guru melakukan tugasnya mengajar dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Pengembangan kurikulum tidak pernah berhenti, ia merupakan proses yang berkelanjutan dan proses siklus yang terus menerus sejalan dengan perkembangan dan tuntutan perubahan masyarakat.
Kajian-kajian pada
pengembangan yang bersifat filosofis, psikologis, situasi sosial politis, dan
perkembangan iptek menjadi sangat penting ketika dikehendaki perubahan
–perubahan dan pengembangan pendidikan masa depan.pertinbangan-pertimbangan
tentang pentingnya relevansi, fleksibilitas, dan kontinuitas merupakan
prinsip-prinsip yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum.
Kurikulum baru pendidikan nasional yang sedang dipersiapkan pemerintah bersama tim penyusun, nantinya akan memangkas jumlah mata pelajaran menjadi lebih sedikit, sehingga meringankan peserta didik. Demikian dikatakan Wamendikbud bidang Pendidikan, Musliar Kasim. “Jumlah mata pelajaran yang banyak membebani siswa, dan menyebabkan siswa menjadi bosan,” katanya dalam pertemuan pers bersama Wamendikbud bidang kebudayaan Wiendu Nuryanti, terkait Gerakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa, di Jakarta, Kamis (27/9/2012) petang.
Kurikulum baru pendidikan nasional yang sedang dipersiapkan pemerintah bersama tim penyusun, nantinya akan memangkas jumlah mata pelajaran menjadi lebih sedikit, sehingga meringankan peserta didik. Demikian dikatakan Wamendikbud bidang Pendidikan, Musliar Kasim. “Jumlah mata pelajaran yang banyak membebani siswa, dan menyebabkan siswa menjadi bosan,” katanya dalam pertemuan pers bersama Wamendikbud bidang kebudayaan Wiendu Nuryanti, terkait Gerakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa, di Jakarta, Kamis (27/9/2012) petang.
Banyak orang yang
mempertanyakan Kurikulum 2013 adalah karena ada perbedaan cara pandang atau
belum memahami secara utuh konsep kurikulum berbasis kompetensi yang menjadi
dasar Kurikulum 2013. Secara falsafat, pendidikan adalah proses panjang dan
berkelanjutan untuk mentransformasikan peserta didik menjadi manusia yang
sesuai dengan tujuan penciptaannya, yaitu bermanfaat bagi dirinya, bagi sesama,
bagi alam semesta, beserta segenap isi dan peradabannya.