Kamis, 11 Januari 2018

makalah:: fungsi, makna dn peralatan tari ronggeng gunung



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang kaya akan kebudayaan, baik itu dari kesenian, bahasa, agama, mata pencaharian. Khususnya dalam kesenian Indonesia memiliki ciri khas yaitu seni tradisional. Seni tradisional setiap daerah memiliki ciri khas, untuk cakupan Jawa Barat saja kesenian tradisional sangatlah bermacam-macam. Seni tradisional khas Bandung, Cirebon, Tasik, Garut, Ciamis dan  daerah  lainnya. Kesenian yang  dijadikan sebagai  objek penelitian di  sini adalah kesenian  khas Jawa barat khususnya Kabupaten Ciamis yang merupakan salah satu kesenian tradisional  yaitu Ronggeng Gunung.  Kesenian Ronggeng Gunung merupakan kesenian tradisional berupa tarian yang  berasal  dari  Banjarsari  Kabupaten  Ciamis. 
Berbicara  mengenai  kesenian tradisional  khususnya  Ronggeng Gunung  pada  saat    ini    keberadaanya  mulai tergeser  oleh  kesenian modern.    Saat  ini  masyarakat  pada  umumnya  baik  dari kalangan  muda  atau  tua  lebih  mengenal  dengan  kesenian modern dibandingkan dengan  kesenian  tradisional,  padahal  kesenian  tradisional  merupakan  aset  yang sangat berharga bagi masyarakat. Berharga di sini adalah dimana kesenian tradisional merupakan hasil cipta, karsa dan karya masyarakat daerah yang harus dijaga dan dilestarikan.

B. Tujuan
1.    Untuk mengetahui makna nyanyian dan pengiring ronggeng gunung
2.    Untuk mengetahui makna Gerakan Tari Ronggeng Gunung
3.    Untuk mengetahui Fungsi dan Makna Tari Ronggeng Gunung
4.    Untuk mengetahui  Pertunjukan Tari Ronggeng Gunung
5.    Untuk mengetahui Kostum Penari Ronggeng Gunung
6.    Untuk mengetahui Musik Pengiring  Tari Ronggeng Gunung







BAB II
PEMBAHASAN

A. Makna Nyanyian & Pengiring Ronggeng Gunung
Kesenian Ronggeng Gunung merupakan sebuah seni berbentuk tarian dan didalamnya memiliki  struktur  atau  bagian  seperti nayaga dan  penari. Nayaga terbagai menjadi tiga bagian pertama pemukul kendang, pemukul kenong, pemukul  gong  dan  sinden.  Setiap  bagian  tersebut  memiliki  fungsinya  masing- masing  seperti  pemukul  kendang  berfungsi  untuk  memukul  kendang  begitupun yang lainnya, hanya saja ada satu bagian yang tidak memegang alat yaitu sinden, sinden  disini  berfungsi  untuk  menyanyi.  Lagu  yang  biasanya  dinyanyikan  oleh sinden dalam Ronggeng  Gunung ada 18  lagu, hanya  saja masyarakat Banjarsari menyebut lagu ronggeng gunung itu adalah sisindiran dan wangsalan.
wangsalan itu diantaranya adalah kudupturi, ladrang, sisigaran, golewang, kawungan  banter,  parut,  dengdet,  ondai,  liring,  kawungan  kulonan,  manangis, mangonet, urung-urung, tunggul kawung, trondol, cacar burung, kidung, raja pulang, wangsalan ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu pembuka,inti dan penutup, untuk bagian pembuka yaitu wangsalan ladrang dan kudupturi, bagian inti adalah wangsalan  golewang,  kawungan  banter, parut,  ondai, liring,  kawungan  kulonan, manangis, mangonet, urung-urung, tunggul kawung, trondol, cacar burung, kidung dan bagian penutup adalah wangsalan dengdet, raja pulang dan   sisigaran.
 Setiap wangsalan menurut BR selaku sinden Ronggeng Gunung, memiliki makna tetapi  jika  dilihat maknanya  hampir  sama  yaitu  berisi  tentang  kehidupan sehari-hari, mulai dari percintaan, humor, keagamaan, kejujuran, keadilan, kasih sayang, saling menghormati, nasionalisme. Wangsalan dalam Ronggeng Gunung tidak pernah menggunkan bahasa yang terlalu sulit akan tetapi lirik dalam wangsalan adalah lirik yang menggambarkan kehidupan masyarakat. Seperti salah satu wangsalan berjudul Kawung Pugur di bawah ini :
Malela dianggo pala
Dianggo pager jayanti
Rek bela ulah kapalang
Urang silih beuli ati

Manuk sepuh manu haur
Euntreup dina luhur pager
Hirup anu jadi paur
Laku lampah anu teu bener

Wayang mana wayang mana
Wayang teh wayang ponggawa
Palay mana palay mana
Palay jembar anu bela

Itu seueur parapatan
Jalanna ka alun alun
Bilih seueur kalepatan
Hapunten anu kasuhun

Isi dan makna dari wangsalan ini adalah kita sebagai manusia tidak boleh takut  dengan  kesalahan,  selalu  membela  pada  kebenaran.  Nilai  yang  ada  dalam wangsalan tersebut  adalah  nilai  kebenaran,  keadilan  dan  kebijaksanaan.  Selain wangsalan kawung pugur ada wangsalan lain yang merupakan gambaran kehidupan masyarakat sekitar yaitu kawungan, liriknya seperti di bawah ini :
Kawung pugur sisi lembur
Ditinggur ku dadap ngora
Bujang guyur salelembur
Kaedanan ku rangda ngora

Isuk iwung sore iwung
Ti beurang longgaranana
Isuk bingung sore bingung
Hoream mikiranana

Isi dari wangsalan ini adalah seorang pemuda yang tergila-gila oleh janda, pemuda tersebut selalu memikirkan janda tersebut sepanjang waktu. Dari 18 wangsalan dua diantaranya tertera di atas. Ke dua wangsalan tersebut telah menggambarkan bahwa isi dari wangsalan tidak pernah lepas dari gambaran kehidupan sehari-hari, untuk wangsalan yang pertama menggambarkan nilai yang sifatnya  positif  dan  untuk wangsalan kedua  lebih  pada  ke  nilai  humoris  dan hiburan.

B. Makna Gerakan Tari Ronggeng Gunung
Bagian selanjutnya selain nayaga yang memiliki nilai adalah penari, menurut N yang merupakan penari dalam Ronggeng Gunung menyebutkan bahwa tarian dalam ronggeng lebih fokus pada gerakan kaki dan gerakan tangan, gerakan kaki ini seperti maju dan mundur saja tidak ada gerakan yang rumit. N menegaskan bahwa dalam tarian Ronggeng Gunung itu tidak erotis seperti ronggeng lainnya hal ini didukung dengan bentuk tarian serta baju yang biasa N kenakan  yaitu  baju  yang  sopan.  Tarian  Ronggeng  Gunung  menurut  N  terbagimenjadi  dua  yaitu  tarian  yang  bentuknya  memutar  dimana  tarian  ini  dilakukanoleh  perempuan    dan  tarian  yang  menyerupai  gerakan  pencak  silat atau  dikenal dengan istilah eredan dalam Ronggeng Gunung ini biasanya dilakukan oleh laki-laki.
Gerakan  memutar  ini  dimulai  dengan  pertama-tama  sinden  memanggil salah seorang dan digaet oleh sang penari, lalu si orang yang digaet diajari bagaimana caranya menari, lalu satu persatu orang maju kedepan dan melakukan bergerak  dengan  cara  memutar,  lamanya  putaran  dalam  Ronggeng  Gunung  ini tergantung dari penari apakah ia sanggup untuk berapa jam serta kesanggupan dari si sinden ketika menyanyi wangsalan. Hal ini menurutnya ketika dalam pementasan  ronggeng,  terkadang  menari  itu  dilakukan  beberapa  jam  tergantung dengan kondisi lapangan yang dipakai penari, cuaca dan fisik sang penari. Menurut  N  biasanya  dalam  Ronggeng  Gunung  dibagi  menjadi  beberapa babak. Jika penari seperti yang dikatakan di atas yaitu ketika keadaan yang mendukung beberapa babakpun dilakukan tanpa berhenti akan tetapi jika kondisi tidak mendukung menari dalam satu babak hanya dengan waktu sekitar 30 menit. Menurut N ketika menari dengan gerakan memutar ia merasakan kedekatan antar satu  sama  lain.  Selain  merasakan  kedekatan  dari  banyak  orang  yang  mengikuti gerakan  memutar  ini  N  sering  mendapatkan  saweran  dari  para pangibing yang ikut menari di depan. Menurutnya sawer itu merupakan hadiah atau penghargaan bagi si penari. Berbeda pandangan dengan masyarakat dimana masyarakat menganggap bahwa ketika ada yang meberikan sawer maka antara pemberi sawer dan penerima sawer memiliki maksud tertentu, seperti sesuatu yang berhubungan dengan seksual.
Gerakan  yang  kedua  adalah  gerakan  yang  menyerupai  gerakan  pencak silat.  Gerakan  ini  menurut  narasumber  ke  dua  yaitu  O  yang  merupakan  penari laki-laki khusus di gerakan eredan, menurutnya gerakan yang meyerupai pencak silat   tidak  berubah  dari  mulai  adanya  seni  Ronggeng  Gunung  ada,  karena  pada awalnya seni Ronggeng Gunung gerakannya seperti pencak silat untuk mengalahkan  para bajo,  hal  ini  dilakukan  dengan  cara  dimana  penari  laki-laki ditutupi  kepalanya dengan sarung atau iket. Gerakan pencak silat ini disebut juga dengan eredan, ngered atau dalam bahasa Indonesia adalah bertarung. Gerakan ini mula-mulanya masyarakat dijadi menjadi dua bagian yaitu bagian A dan bagian B, sebagai contoh bagian Dadang dan bagian Eko, ketika eredan ini mulai mereka layaknya penonton bola atau suporter bola saling menjagokan bagiannya masing-masing, saling beradu mulut tetapi ada yang menjadi kelebihannya adalah ketika tarian yang sifatnya bertarung ini tidak memiliki ekor permasalahan yang berkelanjutan.
Gerakan eredan berubah semenjak jaman G30 S PKI, perubahannya adalah  dimana  pada  jaman  dulu  untuk  gerakan  ini  menggunakan  senjata  tajam dalam  gerakannya  sedangkan  sekarang  tidak  menggunakan  senjata  tajam,  dan untuk krubun semapat  dilarang  ketika  G  30  S  PKI,  tetapi  setelah  itu krubun dipakai lagi ketika eredan hingga sekarang.  Ke dua bagian tersebut seperti nayaga dan penari merupakan satu kesatuan, dan telah disebutkan sebelumnya bahwa wangsalan dalam nayaga memiliki  nilai  begitu  juga  dengan  penari  dan  dua-duanya  memiliki  nilai  postif.
Akan tetapi jika melihat kondisi Ronggeng Gunung sekarang sangat mengkhawatirkan, maka dari itu peneliti mewawancarai beberapa masyarakat yang dibagi menjadi beberapa kategori yaitu sesepuh, anak muda dan kaum terpelajar. Mereka dimintai pendapat mengenai keadaan  ronggeng pada saat ini, dari  beberapa  jawaban  dari  setiap  informan  memiliki  simpulan  bahwa  mereka sam-sama menyadari bahwa Ronggeng Gunung memiliki manfaat bagi kehidupannya, seperti untuk mendekatkan, sebagai tempat silaturahmi dan seperti datang ke pengajian karena banyak nasehat yang ada pada wangsalan Ronggeng Gunung,  akan  tetapi  pada  saat  ini  sangat  disayangkan  bahwa  ronggeng  Gunung telah kalah oleh kesenian modern, walaupun Ronggeng Gunung kalah oleh kesenian modern mereka sangat menantikan setiap pementasan Ronggeng Gunung karena mereka sadara bahwa Ronggeng Gunung memiliki manfaat untuk kehidupan.

C. Fungsi dan Makna Tari Ronggeng Gunung
Fungsi dari tari ronggeng berfungsi sebagai tari hiburan masyarakat di Jawa Barat, khususnya daerah Ciamis dan Pangandaran sebagai tempat asal usul terlahirnya kesenian rakyat ini. Tari ronggeng gunung biasanya digelar di halaman rumah pada saat ada acara perkawinan, khitanan atau bahkan di huma (ladang), misalnya ketika dibutuhkan untuk upacara membajak atau menanam padi ladang. Durasi sebuah pementasan Ronggeng Gunung biasanya memakan waktu cukup lama, kadang-kadang baru selesai menjelang subuh.
Dalam perkembangannya tari ronggeng gunung dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu sebagai tari hiburan dan tari ronggeng gunung untuk acara adat. Pada acara Ronggeng Gunung sebagai tarian hiburan biasanya lebih fleksibel tanpa adanya pakem tertentu. Sebaliknya untuk acara adat, tari ronggeng gunung ini dikenai pakem-pakem tertentu seperti urutan lagu yang dibawakan.

D. Pertunjukan Tari Ronggeng Gunung
Tari Ronggeng Gunung ini dibawakan oleh grup / kelompok kesenian ronggeng. Orang-orang yang tergabung dalam kelompok kesenian Ronggeng Gunung biasanya terdiri dari enam sampai sepuluh orang. Namun demikian, dapat pula terjadi tukar-menukar atau meminjam pemain dari kelompok lain. Biasanya peminjaman pemain terjadi untuk memperoleh pesinden lalugu, yaitu perempuan yang sudah berumur agak lanjut, tetapi mempunyai kemampuan yang sangat mengagumkan dalam hal tarik suara. Dia bertugas membawakan lagu-lagu tertentu yang tidak dapat dibawakan oleh pesinden biasa. Sedangkan, peralatan musik yang digunakan untuk mengiringi tari Ronggeng Gunung adalah tiga buah ketuk, gong dan kendang.
Sebagai catatan, untuk menjadi seorang ronggeng pada zaman dahulu memang tidak semudah sekarang. Beberapa syarat yang harus dipenuhi antara lain bentuk badan bagus, dapat melakukan puasa 40 hari yang setiap berbuka puasa hanya diperkenankan makan pisang raja dua buah, latihan nafas untuk memperbaiki suara, fisik dan juga rohani yang dibimbing oleh ahlinya. Dan, yang umum berlaku, seorang ronggeng harus tidak terikat perkawinan. Oleh karena itu, seorang penari ronggeng harus seorang gadis atau janda.
Ronggeng Gunung dibawakan oleh 5 orang penari wanita dengan 1 penari utama. Dalam pertunjukannya tarian ini dibawakan berbaur antara penari ronggeng dan penonton, tanpa adanya batasan yang jelas.

E. Kostum Penari Ronggeng Gunung
Para penari wanita dalam tarian Ronggeng Gunung ini mengenakan busana khas Jawa Barat untuk menari. Busana wanita tersebut terdiri dari dodot samping, ikeut sarung, karembong, kabaya dan sampur.
Para penari ronggeng gunung juga masing-masing membawa sebuah selendang sebagai properti dalam menari.

F. Musik Pengiring  Tari Ronggeng Gunung
Adapun musik pengiring tari ronggeng gunung ini terdiri dari beberapa alat musik Jawa Barat yaitu gong, kendang dan bonang. Iringan pada lagu tidak bisa lepas dari lagu Ladrang dan Sisigaran. Karena iringan tidak berhenti ketika perpindahan lagu dari Kudup Turi ke Ladrang dan dari Ladrang ke Sisigaran. Salah satu unsur musikal dalam penyajian kesenian Ronggeng Gunung  adalah iringan  atau musik  pengiring  yang berfungsi  untuk  mengiringi  lagu  Kudup  Turi.  Iringan  ini  dihasilkan  dari  bunyi  waditra yang dimainkan. Jumlah waditra/instrumen pengiring dalam penyajian kesenian rongeng Gunung sangat sederhana sekali bila dibandingkan dengan Wayang Golek atau Ronggeng Kaler.
Instrumen pengiring ini terdiri dari satu buah kendang, tiga buah ketuk, dan satu buah goong. Setelah kita ketahui bersama, ketuk yang digunakan pada penyajian kesenian Ronggeng  Gunung  terdiri  dari  tiga  buah  ketuk,  akan  tetapi  ketika  peneliti  malakukan penelitian dan melakukan rekaman, ketuk yang digunakan hanya dua buah. Hal tersebut kemungkinan karena nayaga yang memainkan instrumen Ketuk merangkap sebagai nayaga  pada  instrumen  goong.  Oleh  karena  itu,  yang  akan  diungkap  adalah  instrumen kendang, ketuk 1, ketuk 2 dan goong. 






















BAB III
KESIMPULAN

Pertama  nilai  fungsional  struktural nayaga dalam  kehidupan  masyarakat Banjarsari  ada  pada  sinden  dan wawangsalan,  disebut  ada  pada  sinden  karena dalam  nayaga  terdapat  bagian-bagian  lain  seperti  pemukul kendang,  gong  dan kenong atau yang disebut ketuk tilu serta sinden, tetapi bagian yang memiliki nilai fungsional struktural disini adalah sinden. Nilai tersebut ada pada lagu atau  orang Banjarsari menyebutnya sisindiran (wawangsalan), dalam wawangsalan ini terdapat nilai-nilai kehidupan yang menjadi pedoman atau penasehat bagi masyarakat  Banjarsari  dimana    nilai-nilai  itu  diantaranya  nilai  kejujuran,  religi, nasionalisme,  keadilan,  kebijaksanaan,  humor,  kasih  sayang  yang  secara  tidak sadar sisindiran tersebut sebagai pengendali perilaku masyarakat Banjarsari.
Kedua nilai fungsional struktural bagian penari dalam kehidupan masyarakat  Banjarsari  dilihat  dari  gerakan  ronggeng  gunung  yang  memutar  dan dilakukan secara rampak membuat bertambahnya kekerabatan dan kedekatan yang  meningkat  atau  yang  disebut  solidaritas.  Gerakan  satu  lagi eredan dimana gerakan ini lebih seperti pertarungan dimana terdapat dua kubu yang mendukung jagoannya  masing-masing,  mereka eredan dan  diakhir  jika  sudah  diketahui  ada pemenang bukan berbuntut masalah akan tetapi lebih ke meningkatkan kedekatan dan keakraban mereka karena pada akhir eredan ini dari ke dua kubu berkumpul dan menari bersama, kesolidaritasan ini dirasakan oleh masyarakat Banjarsari.
Ketiga nilai fungsional struktural kesenian ronggeng gunung dalam kehidupan  masyarakat  baik  itu  nayaga  dan  penari    adalah  nilai  solidaritas  dan kontrol sosial, untuk kontrol sosial terdapat dalam isi dari sisindiran yang merupakan bagian dari nayaga, sedangkan nilai solidaritas terdapat pada gerakan ronggeng gunung yaitu gerakan memutar dan gerakan eredan.
Terakhir cara untuk mempertahankan nilai fungsional struktural ronggeng gunung adalah dengan melestarikan  terlebih dahulu kesenian tersebut, karena tidak akan ada nilai fungsional struktural jika ronggeng gunung sudah tidak ada. Maka dari itu cara untuk melestarikan kesenian ronggeng gunung adalah dengan didirikannya sanggar Panggugah Rasa sebagai sarana atau wadah untuk melestarikan ronggeng gunung sekaligus nilai yang terkandung di dalammnya.


DAFTAR PUSTAKA


1.    http://sosiologi.upi.edu
3.    http://a-research.upi.edu/operator/upload/s_c0951__060185_chapter3








1 komentar:

MAKALAH PENGARUH PENDIDIKAN DAN LATIHAN DASAR TENAGA KERJA TERHADAP PRODUKTIVITAS SDM

  MAKALAH PENGARUH PENDIDIKAN DAN LATIHAN DASAR TENAGA KERJA TERHADAP PRODUKTIVITAS SDM Disusun untuk memenuhi Tugas Mata kuliah Eko...