BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Orde Baru adalah
sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru
menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno.Salah satu
penyebab yang melatarbelakangi runtuhnya orde lama dan lahirnya orde baru
adalah keadaan keamanan dalam negeri yang tidak kondusif pada masa Orde Lama.
Terlebih lagi karena adanya peristiwa pemberontakan G30S/PKI. Hal ini
menyebabkan presiden Soekarno memberikan mandat kepada Soeharto untuk
melaksanakan kegiatan pengamanan di Indonesia melalui surat perintah sebelas
maret atau Supersemar. Orde Baru hadir dengan semangat "koreksi
total" atas penyimpangan yang dilakukan oleh Soekarno pada masa Orde Lama.
Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Dalam jangka waktu
tersebut,ekonomi Indonesia berkembang pesat meskipun hal ini terjadi bersamaan
dengan praktik korupsi yang merajalela di negara ini. Selain itu,
kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga semakin melebar.
Kekuasan Soekarno
beralih ke Soeharto ditandai dengan keluarnya Surat Perintah SebelasMaret
(SUPERSEMAR) 1966. Setelah dikeluarkan Supersemar maka mulailah
dilakukan penataan pada kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan
Pancasila dan UUD 1945. Penataan dilakukan di dalam lingkungan lembaga
tertinggi negara dan pemerintahan. Dikeluarkannya Supersemar berdampak semakin
besarnya kepercayaan rakya kepada pemerintah karena Soeharto berhasil
memulihkan keamanan dan membubarkan PKI. Pada tanggal 23 Februari 1967, MPRS
menyelenggarakan sidang istimewa
untuk mengukuhkan pengunduran diri Presiden Soekarno dan mengangkat
Soeharto sebagai pejabat Presiden RI. Dengan Tap MPRS No. XXXIII/1967 MPRS
mencabut kekuasaan pemerintahan negara dan menarik kembali mandat MPRS dari
Presiden Sukarno. 12 Maret 1967 Jendral Soeharto dilantik sebagai Pejabat
Presiden Republik Indonesia. Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan Orde
Lama dan dimulainya kekuasaan Orde Baru.
B. Tujuan Penulisan Makalah
1)
Untuk mengetahui
sejarah Supersemar
2)
Untuk mengetahui
Proses Pengangkatan Presiden Soeharto
3)
Untuk mengetahui
konflik perpecahan pada masa orde baru
4)
Untuk mengetahui
pemecahan lembaga pada masa orde baru
5)
Untuk mengetahui
kekurangan dan kelebihan sistem pemerintahan orde baru
6)
Untuk mengetahui
pembagian kekuasaan pada sistem pemerintahan orde baru
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Keluarnya Supersemar
Surat Perintah Sebelas
Maret
atau Surat Perintah 11 Maret yang disingkat menjadi Supersemar adalah surat
perintah
yang ditandatangani oleh Presiden
Republik Indonesia Soekarno pada tanggal 11 Maret 1966. Surat ini berisi perintah
yang menginstruksikan Soeharto, selaku Panglima Komando
Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) untuk mengambil segala tindakan yang
dianggap perlu untuk mengatasi situasi keamanan yang buruk pada saat itu.
Menurut versi resmi,
awalnya keluarnya supersemar terjadi ketika pada tanggal 11 Maret 1966, Presiden Soekarno
mengadakan sidang pelantikan Kabinet Dwikora yang disempurnakan yang dikenal dengan nama
"kabinet 100 menteri". Pada saat sidang dimulai, Brigadir
Jendral Sabur sebagai panglima pasukan
pengawal presiden' Tjakrabirawa melaporkan bahwa banyak
"pasukan liar" atau "pasukan tak dikenal"
yang belakangan diketahui adalah Pasukan Kostrad dibawah pimpinan Mayor Jendral Kemal Idris yang bertugas menahan orang-orang yang
berada di Kabinet yang diduga terlibat G-30-S di antaranya adalah Wakil Perdana Menteri I Soebandrio.
Berdasarkan laporan
tersebut, Presiden bersama Wakil perdana Menteri I Soebandrio dan Wakil Perdana
Menteri III Chaerul Saleh berangkat ke Bogor dengan helikopter yang sudah disiapkan. Sementara Sidang
akhirnya ditutup oleh Wakil Perdana Menteri II Dr.J. Leimena yang kemudian menyusul ke Bogor. Situasi ini dilaporkan
kepada Mayor Jendral Soeharto (yang kemudian menjadi
Presiden menggantikan Soekarno) yang pada saat itu selaku Panglima Angkatan
Darat menggantikan Letnan Jendral Ahmad Yani yang gugur akibat peristiwa G-30-S/PKI itu.
Mayor Jendral (Mayjend) Soeharto saat itu tidak menghadiri sidang kabinet
karena sakit. (Sebagian kalangan menilai ketidakhadiran Soeharto dalam sidang
kabinet dianggap sebagai sekenario Soeharto untuk menunggu situasi. Sebab
dianggap sebagai sebuah kejanggalan). Mayor Jendral Soeharto mengutus tiga
orang perwira tinggi (AD) ke Bogor untuk menemui Presiden Soekarno di Istana
Bogor yakni Brigadir Jendral M. Jusuf, Brigadir Jendral Amirmachmud dan Brigadir Jendral Basuki Rahmat. Setibanya di Istana Bogor, pada malam hari,
terjadi pembicaraan antara tiga perwira tinggi AD dengan Presiden Soekarno
mengenai situasi yang terjadi dan ketiga perwira tersebut menyatakan bahwa
Mayjend Soeharto mampu mengendalikan situasi dan memulihkan keamanan bila
diberikan surat tugas atau surat kuasa yang memberikan kewenangan kepadanya
untuk mengambil tindakan. Menurut Jendral (purn) M Jusuf, pembicaraan dengan
Presiden Soekarno hingga pukul 20.30 malam.
Presiden Soekarno setuju
untuk itu dan dibuatlah surat perintah yang dikenal sebagai Surat Perintah
Sebelas Maret yang populer dikenal sebagai Supersemar yang ditujukan
kepada Mayjend Soeharto selaku panglima Angkatan Darat untuk mengambil tindakan
yang perlu untuk memulihkan keamanan dan ketertiban. Surat Supersemar tersebut
tiba di Jakarta pada tanggal 12 Maret 1966 pukul 01.00 waktu setempat
yang dibawa oleh Sekretaris Markas Besar AD Brigjen Budiono. Hal tersebut
berdasarkan penuturan Sudharmono, di mana saat itu ia
menerima telpon dari Mayjend Sutjipto, Ketua G-5 KOTI, 11 Maret 1966 sekitar pukul
10 malam. Sutjipto meminta agar konsep tentang pembubaran PKI disiapkan dan
harus selesai malam itu juga. Permintaan itu atas perintah Pangkopkamtib yang
dijabat oleh Mayjend Soeharto. Bahkan Sudharmono sempat berdebat dengan
Moerdiono mengenai dasar hukum teks tersebut sampai Supersemar itu tiba.
B.
Pengangkatan Presiden
Soeharto
Orde Baru berlangsung dari tahun 1968 hingga
1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat meski hal
ini dibarengi praktek korupsi yang merajalela di negara ini. Selain itu,
kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga semakin melebar. Pada 1968,
MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden,
dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978,
1983, 1988, 1993, dan [[1998].
Melalui Surat Perintah Sebelas Maret
(Supersemar), Soeharto mulai berkuasa dan memperkenalkan sistem politik barunya
yang disebut dengan Demokrasi Pancasila.Pemerintahan yang sering disebut dengan
orde baru ini, secara formil berlandaskan padaPancasila, UUD 1945, dan Tap
MPRS. Orde baru berencana merubah kehidupan sosial dan politik dengan
landasan ideal Pancasila dan UUD 1945. Jadi secara tidak langsung, Sukarno dan
Soeharto sama-sama berpedoman pada UUD 1945. Rancangan Pembangunan Lima
Tahun(Pelita) adalah salah satu program besarnya untuk mewujudkan itu. Tahapan
yang dijalani orde baru adalah merumuskan dan menjadikan Pancasila sebagai
ideologi Negara, sehingga pancasila membudaya di masyarakat. Ideologi pancasila
bersumber pada cara pandang integralistik yang mengutamakan gagasan tentang
Negara yang bersifat persatuan.
Sehingga pancasila diformalkan menjadi
satu-satunya asas bagi organisasi kekuatan politik dan organisasi
keagamaan-kemasyarakatan lainnya. Dan kesetiaan kepada ideologi-ideologi selain
pancasila disamakan dengan tindakan subversi. Di era ini, kekuatan politik
bergeser pada militer, teknokrasi dan birokrasi. Gagasan dan ide
membutuhkan langkah praktis untuk menyeimbangkan dan keseimbangan. Dan ini tidak
terjadi pada masa demokrasi pancasila. Ia hanya menjadi sebatas konsep besar
yang tidak diterapkan dengan utuh. Buktinya masih banyak penyelewengan yang ironisnya
berkedok demokrasi di dalam pemerintah. Bisa diuraikan, masa-masa ini adalah
dimana Negara dan rakyat berhadap-hadapan dan pemerintah sangat mendominasi.
Selama rezim orde baru berkuasa, demokrasi pancasila yang dicanangkan dalam
pengertian normatif dan empirik tidak pernah sejalan. Ia hanya menjadi slogan
kosong.
Ia tidak lebih baik dari dua model demokrasi
sebelumnya karena penerapannya yang jauh dari kenyataan berlawanan dengan
tujuan demokrasi sendiri. Orde Baru justru menghambat dan membelenggu kebebasan
rakyat. Ia tidak sejalan dengan esensi dan substansi demokrasi. Kekuasaan
menjadi sentralistis pada kepemimpinan Soeharto. Demokrasi baginya hanyalah
alat untuk mengkristalisasikan kekuasaannya. Soeharto kembali menghadirkan
‘demokrasi terpimpin kostitusional’ model barudengan melandaskan ideologi
pancasila sebagai dasar dan falsafah demokrasi.Selama tiga dasawarsa,
pemerintahannya menjadi rezim yang sangat kuat. Pemilihan Umum tidak lagi
menjadi sentral demokratisasi di Negara. Meski telah diadakan selama enam kali
dimasa Soeharto, Pemilu sama sekali tidak mencerminkan nilai-nilai demokratis.
Masih terjadi dominasi satu partai yang sebenarnya dikontrol dan dikelola oleh
Soeharto yang kekuasaannya didukung penuh oleh militer. Tidak ubahnya yang
terjadi adalah ‘demokrasi’ yang membunuh demokrasi
C.
Konflik Perpecahan Pada
Masa Orde Baru
1.
Krisis Moneter
Pada waktu krisis melanda Thailand, keadaan
Indonesia masih baik. Inflasi rendah, ekspor masih surplus sebesar US$ 900 juta
dan cadangan devisa masih besar, lebih dari US$ 20 B. Tapi banyak perusahaan
besar menggunakan hutang dalam US Dollar. Ini merupakan cara yang menguntungkan
ketika Rupiah masih kuat. Hutang dan bunga tidak jadi masalah karena diimbangi
kekuatan penghasilan Rupiah.
Tapi begitu Thailand melepaskan kaitan Baht
pada US Dollar di bulan Juli 1997, Rupiah kena serangan bertubi-tubi, dijual
untuk membeli US Dollar yang menjadi murah. Waktu Indonesia melepaskan Rupiah
dari US Dollar, serangan meningkat makin menjatuhkan nilai Rupiah. IMF maju
dengan paket bantuan US$ 20B, tapi Rupiah jatuh terus dengan kekuatiran akan
hutang perusahaan, pelepasan Rupiah besar-besaran. Bursa Efek Jakarta juga
jatuh. Dalam setengah tahun, Rupiah jatuh dari 2,000 dampai 18,000 per US
Dollar.
2.
Tragedi “TRISAKTI”
Tragedi 12 mei 1998 yang menewaskan 4 orang
mahasiswa Universitas Trisakti. Tragedi yang sampai saat ini masih dikenang
oleh para mahasiswa di seluruh Indonesia belum jelas penyelesaiannya hingga
sekarang.
Tahun demi tahun kasus ini selalu timbul
tenggelam. Setiap 12 Mei mahasiswa pun berdemo menuntut diselesaikannya kasus
penembakan mahasiswa Trisakti. Namun semua itu seperti hanya suatu kisah yang
tidak ada masalah apapun. Seperti suatu hal yang biasa saja. Pemerintah pun
tidak ada suatu pernyataan yang tegas dan jelas terhadap kasus ini. Paling
tidak perhatian terhadap kasus ini pun tidak ada. Mereka yang telah pergi
adalah :
Mereka merupakan Pahlawan
Reformasi selain mahasiswa lainnya yg ikut berjuang pada saat itu.
3.
Penjarahan
Pada tanggal 14 Mei 1998, Jakarta seperti
membara. Semua orang tumpah di jalanan. Mereka merusak dan menjarah toko dan
gedung milik swasta maupun pemerintah. Masa pada saat itu sudah kehilangan
kendali dan brutal akibat kondisi yang terjadi di tanah air pada saat itu.
Tak hanya itu, massa juga memburu warga keturunan
Cina. Tarakhir, banyak warga keturunan Cina mengungsi ke luar negeri. Sebagian
lainnya bertahan dalam ketakutan dan munculah isyu-isyu gak tidak jelas
bahwa pada hari itu terjadi perkosaan masal warga keturunan tiong Hoa.
4.
Mahasiswa Menduduki Gedung MPR
18 Mei
Pukul 15.20 WIB, Ketua MPR yang juga ketua Partai Golkar, Harmoko di Gedung DPR, yang dipenuhi ribuan
mahasiswa, dengan suara tegas menyatakan, demi persatuan dan kesatuan bangsa,
pimpinan DPR, baik Ketua maupun para Wakil Ketua, mengharapkan Presiden
Soeharto mengundurkan diri secara arif dan bijaksana. Harmoko saat itu
didampingi seluruh Wakil Ketua DPR, yakni Ismail Hasan Metareum, Syarwan Hamid, Abdul Gafur, dan Fatimah Achmad.
Pukul 21.30 WIB, empat orang menko (Menteri
Koordinator) diterima Presiden Soeharto di Cendana untuk melaporkan
perkembangan. Mereka juga berniat menggunakan kesempatan itu untuk menyarankan
agar Kabinet Pembangunan VII dibubarkan saja, bukan di-reshuffle. Tujuannya, agar
mereka yang tidak terpilih lagi dalam kabinet reformasi tidak terlalu “malu”.
Namun, niat itu tampaknya sudah diketahui oleh Presiden Soeharto. Ia langsung
mengatakan, “Urusan kabinet adalah urusan saya.” Akibatnya, usul agar kabinet
dibubarkan tidak jadi disampaikan. Pembicaraan beralih pada soal-soal yang
berkembang di masyarakat.
Pukul 23.00 WIB Menhankam/Panglima ABRI
Jenderal TNI Wiranto mengemukakan, ABRI menganggap pernyataan pimpinan DPR agar
Presiden Soeharto mengundurkan diri itu merupakan sikap dan pendapat
individual, meskipun pernyataan itu disampaikan secara kolektif. Wiranto
mengusulkan pembentukan “Dewan Reformasi”.
Gelombang pertama mahasiswa dari FKSMJ dan Forum Kota memasuki halaman dan menginap di Gedung DPR/MPR
D.
Pemecahan Lembaga Pada Masa
Orde Baru
Hubungan dan kedudukan antara eksekutif (Presiden) dan
legislatif (DPR) dalam sistem UUD 1945 sebenarnya telah diatur. Dimana
kedudukan dua lembaga ini (Presiden dan DPR) adalah sama karena kedua lembaga
ini adalah merupakan lembaga tinggi negara (Tap MPR No.III/MPR/1978). Namun
dalam praktik ketatanegaraan dan proses jalannya pemerintahan pada masa rezim
Orde Baru, kekuasaan eksekutif begitu dominan terhadap semua aspek kehidupan
berkepemerintahan dalam negara kita, terhadap kekuasaan legislatif maupun terhadap
kekuasaan judikatif.
Keadaan ini tidak dapat sepenuhnya disalahkan, karena
pengaturan yang terdapat di dalam UUD 1945 memungkinkan terjadinya hal ini.
Oleh sebab itu, tidak salah pula apabila terdapat pandangan yang menyatakan
bahwa UUD 1945 menganut supremasi eksekutif. Dominasi/supremasi kekuasaan
eksekutif mendapat legitimasi konstitusionalnya, karena dalam Penjelasan Umum
UUD 1945 pada bagian Sistem Pemerintahan Negara Kunci Pokok IV sendiri
dinyatakan bahwa Presiden adalah pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi di
bawah Majelis. Dalam sistem UUD 1945 (sebelum diamandemen), Presiden memiliki
beberapa bidang kekuasaan. Selain sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan
(pasal 4 ayat 1), Presiden memiliki kekuasaan membentuk undang-undang (pasal 5
ayat 1). Demikian juga Presiden memiliki kekuasaan diplomatik yang sangat
besar, yaitu kekuasaan membuat berbagai macam perjanjian internasional dan
mengangkat serta menerima duta dari negara lain (pasal 11 dan pasal 13). Sama
halnya dalam bidang hukum (kekuasaan di bidang justisial) yang kemudian
diwujudkan dalam pemberian grasi, rehabilitasi, amnesti dan abolisi (pasal 14).
Dominasi kekuasaan eksekutif semakin mendapat ruang geraknya ketika penguasa
melakukan monopoli penafsiran terhadap pasal 7. Penafsiran ini menimbulkan
implikasi yang sangat luas karena menyebabkan Presiden dapat dipilih kembali
untuk masa yang tidak terbatas. Begitu besarnya kekuasaan Presiden pada masa
orde baru.
Presiden juga memiliki kewenangan untuk menentukan
keanggotaan MPR (pasal 1 ayat 4 huruf c UU No.16 Tahun 1969 jo UU No.2 Tahun
1985). Suatu hal yang sangat tidak pantas dan tidak pas dengan logika
demokrasi. Sistem kepartaian yang menguntungkan Golkar, eksistensi ABRI yang
lebih sebagai alat penguasa daripada alat negara, DPR dan pemerintah yang
dikuasai partai mayoritas menyebabkan DPR menjadi tersubordinasi terhadap
pemerintah. Hal ini pula yang menyebabkan fungsi pengawasan terhadap pemerintah
(Eksekutif) yang seharusnya dilaksanakan oleh DPR/MPR (legislatif) menjadi
tidak efektif.
E.
Kekurangan
dan Kelebihan sistem pemerintahan orde baru
· Kekurangan Orde Baru
1. Semaraknya korupsi, kolusi,
nepotisme
2. Pembangunan Indonesia yang
tidak merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan antara pusat dan
daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar disedot ke
pusat.
3. Pelanggaran HAM kepada
masyarakat non pribumi
4. Kritik dibungkam dan
oposisi diharamkan
5. Penggunaan kekerasan untuk
menciptakan keamanan,antara lain dengan program “penembaakan misterius.”
6. Pelaku ekonomi yang dominan
adalah lebih dari 70% aset kekayaaan Negara
7. Kecemburuan antara penduduk
setempat dengan para transmigran yang memperoleh tunjangan pemerintah yang
cukup besar pada tahun-tahun pertamanya
8. Bertambahnya kesenjangan
sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi si kaya dan simiskin)
9. Kebebasan pers sangat
terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang dibreidel
· Kelebihan Orde Baru
1. Perkembangan
GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah
mencapai AS$1.565
2. Sukses
transmigrasi
3. Sukses
KB
4. Sukses
memerangi butahuruf
5. Sukses
swasembada pangan
6. Pengangguran
minimum
7. Sukses
REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun)
8. Sukses
Gerakan Wajib Belajar
9. Sukses
Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh
10. Sukses
keamanan dalam negeri
11. Investor
asing mau menanamkan modal di Indonesia
12. Sukses
menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri
F.
Pembagian Kekuasaan
Sistem
pemerintahan orde lama praktis telah berakhir dengan keluarnya surat perintah
11 Maret 1966. Kemudian lahirlah pemerintahan orde baru yang dipimpin oleh
pengemban Supersemar. Orde baru adalah suatu tatanan seluruh peri kehidupan
rakyat, bangsa dan negara yang diletakan kembali kepada kemurnian Pancasila dan
UUD 1945.
Secara
garis besar mekanisme kepimpinan lima tahunan sebagai wujud pelaksanaan sistem
pemerintahan masa orde baru meliputi kegiatan-kegiatan kenegaraan berikut:
- MPR yang terdiri dari anggota DPR, utusan-utusan daerah, utusan golongan, sebagai hasil pemilu mengadakan sidang umum sekali dalam lima tahun.
- Dalam sidang tersebut MPR melaksanakan tugasnya:
- Menetapkan GBHN
- Memiiih presiden dan wakii presiden untuk masa lima tahun dengan tugas melaksanakan GBHN yang telah ditetapkan MPR.
- Presiden/mandataris MPR dengan dibantu oleh wakii presiden dan menteri-menteri yang diangkat dan bertanggung jawab kepada presiden, melaksanakan tugasnya berdasarkan UUD 9145 dan GBHN yang akan dipertanggungjawabkan kepada MPR oleh presiden pada akhir masa jabatannya.
- Tugas-tugas presiden / mandataris MPR yang erat hubungannya dengan mekanisme lima tahunan seperti berikut ini.
- Membentuk lembaga tinggi negara DPA dan BPK sesuai dengan ketentuan Undang-Undang yang berlaku.
- Melaksanakan pemilihan umum tepat pada waktunya untuk membentuk DPR dan MPR yang baru.
- Mengajukan APBN setiap tahun tepat pada waktunya dalam rangka melaksanakan GBHN. d Membuat UU dengan persetujuan DPRdalarp rangkaian melaksanakan UUD1945 dan GBHN.
- DPR melaksanakan tugas utama mengawasi pelaksanaan tugas Presiden, baik melalui hak budgetnya, yaitu menyetujui APBN setiap tahun dan sarana-sarana pengawasan lainnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Orde Baru adalah sebutan bagi masa
pemerintahan Presiden
Soeharto
di Indonesia.
Dan lahirnya era Orde Baru dilatar belakangi oleh runtuhnya Orde Lama, tepatnya
pada saat runtuhnya kekuasaan Ir. Soekarno yang lalu digantikan oleh Soeharto.
Untuk
kronologinya dimulai dari :
1.
Terjadinya pemberontakan yang di lakukan oleh pertai komunis
Indonesia pada 30 September yang sering disebut dengan sebutan G 30 S/PKI yang
terjadi mulai tanggal 30 september 1965, kemudian
2. Munculnya
surat perintah 11 maret 1966 yang sering disebut dengan istilah (SUPERSEMAR)
dari presiden Soekarno kepada Letnan Jendral Soeharto, yang kemudian dapat
membuat PKI dapat di tumpas dan di bubarkan, setelah itu
3. Adanya
penyerahan kekuasaan pemerintahan dari presiden Soekarno kepada presiden
Soeharto yang dimana setelah itu mulai terjadinya system pemerintahan orde
baru.
B. Saran
Adapun saran
yang dapat di sampaikan dalam makalah tersebut adalah :
- Pemerintah di harapakan dapat mengawasi jalannya pemerintahan agar peristiwa masa orde baru tidak terulang lagi.
- Sebagai seorang pemimpin, janganlah mementingkan diri sendiri tetapi cobalah berpikir untuk mengambil gagasan yang bisa merubah khalayak ramai untuk maju dan sejahtera. Karena maju mundurnya suatu negara tergantung bagaimana pemimpinnya.
- Pemerintah harus mengawas ketat pejabat yang melanggar hukum, contohnya yang melakukan korupsi harus disidang secepat mungkin dan di vonis hukuman yang berat.
Dalam menjalankan sebuah pemerintahan sebaiknya
harus sesuai dengan fisi dan misi yang akan dijalankan, agar nanti apa
yang di harapkan itu sesuai dengan apa yang kita inginkan,dan juga dalam
menjalankannya itu tidak boleh merugikan rakyat.
Daftar Pustaka
https://moemtaz.wordpress.com/2011/01/12/pemerintahan-indo-masa-orba/