Kamis, 24 Agustus 2023

makalah tentang PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB)

 

KATA PENGANTAR

 

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kita rahmat serta karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul Pajak Bumi dan Bangunan.

Maakalah ini disusun yang merupakan salah satu dari komponen nilai tugas mata kuliah Hukum Pajak dalam pada Jurusan Ilmu Hukum, Universitas Pasundan.

Makalah ini tak lepas dari kekurangan untuk itu saran maupun kritik yang membangun akan sangat berarti bagi penulis untuk kesempurnaan penyusunan dimasa yang akan datang.

 

 

 

 

Bandung, 09 Juni 2022

 

 

Penulis

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR ISI

 

KATA PENGANTAR.. i

DAFTAR ISI. ii

BAB I PENDAHULUAN.. 1

       A.Latar Belakang. 1

       B.Rumusan Masalah. 1

BAB II PEMBAHASAN.. 2

       A.Pengertian Dan Dasar Hukum PBB.. 2

       B.Istilah Penting dalam Undang – Undang PBB.. 4

       C.Objek Pajak Bumi Dan Bangunan. 5

       D.Subjek Pajak. 7

       E.Tarif Dan Dasar Pengenaan Pajak. 8

       F.Cara Menghitung Pajak Bumi Dan Bangunan. 9

BAB III PENUTUP. 12

       A.Kesimpulan. 12

DAFTAR PUSTAKA.. 13

 

 

 


BAB I

PENDAHULUAN

 

A.     Latar Belakang

Pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No 6 Tahun 1983 sebagaimana telah disempurnakan terakhir dengan UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah "kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Mengisyaratkan bahwa diperlukan adanya pembaruan sistem perpajakan guna  meningkatkan kemampuan negara dan masyarakat untuk membiayai pembangunan yang berasal dari sumber-sumber dalam negeri, karena semakin meningkatnya penerimaan  yang bersumber dari dalam negeri akan semakin meningkat pula kemandirian dalam pembiayaan pelaksanaan pembangunan.

Pajak bumi dan bangunan (PBB) adalah pajak yang dipungut atas tanah dan bangunan karena adanya keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang atau badan yang mempunyai suatu hak atasnya atau memperoleh manfaat dari padanya. Dasar pengenaan pajak dalam PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). NJOP ditentukan berdasarkan harga pasar per wilayah dan ditetapkan setiap tahun oleh menteri keuangan.

B.     Rumusan Masalah

1.                           Apakah Pengertian  dan Dasar Hukum dari Pajak Bumi dan Bangunan ?

2.                           Apakah Istilah-Istilah Penting yang ada dalam Undang-Undang PBB?

3.                           Apa sajakah Objek Pajak Bumi dan Bangunan?

4.                           Apakah Subjek Pajak Bumi dan Bangunan?

5.                           Berapakah Tarif Dasar Pajak Bumi dan Bangunan?

6.                           Bagaimanakah Cara Menghitung Besarnya Pajak Bumi dan Bangunan?

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.     Pengertian Dan Dasar Hukum PBB

Pajak adalah iuran wajib rakyat kepada pemerintah yang diatur sesuai UUD 45 tanpa mendapatkan kontribusi langsung atau imbalan dan digunakan untuk membayar keperluan umum.

Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya. Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman ( termasuk rawa – rawa, tambak, perairan ) serta laut wilayah Republik Indonesia.

Bangunan adalah kontruksi tehnik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah atau perairan. [1]

Dalam pasal 77 ayat (2) Undang-Undang PDRD, disebutkan bahwa yang Termasuk dalam pengertian bangunan adalah :[2]

Jalan lingkungan dalam satu kesatuan dengan kompleks bangunan.

§  Jalan tol.

§  Kolam renang.

§  Pagar mewah.

§  Tempat olahraga.

§  Galangan kapal, dermaga.

§  Taman mewah.

§  Tempat penampungan / kilang minyak, air dan gas, pipa minyak.

Jadi , Pajak bumi dan bangunan (PBB) adalah pajak yang dipungut atas tanah dan bangunan karena adanya keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang atau badan yang mempunyai suatu hak atasnya atau memperoleh manfaat dari padanya. Dasar pengenaan pajak dalam PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). NJOP ditentukan berdasarkan harga pasar per wilayah dan ditetapkan setiap tahun oleh menteri keuangan.

§  Dasar Hukum PBB[3]

a.    UU No. 12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 12 Tahun 1994 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan.

b.   KMK No.201/KMK.04/2000 Tentang Penyesuaian Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak Sebagai Dasar Penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan.

c.    KMK No. 523/KMK.04/1998 Tentang Penentuan Klasifikasi dan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan.

d.   KMK No. 1004/KMK.04/1985 Tentang Penentuan Badan atau Perwakilan Organisasi Internasional yang Menggunakan Objek Pajak Bumi dan Bangunan Yang Tidak Dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan.

e.    Kep Dirjen Pajak Nomor: KEP-251/PJ./2000 Tentang Tata Cara Penetapan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak Sebagai Dasar Penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan.

f.    Kep Dirjen Pajak Nomor: KEP-16/PJ.6/1998 Tentang Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan.Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor: SE-43/PJ.6/2003 Tentang Penyesuaian Besarnya Nilai Jual Objek Pajak TidakKena Pajak (NJOPTKP) PBB dan Perubahan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) BPHTB Untuk Tahun Pajak 2004.

g.   Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor: SE-57/PJ.6/1994 Tentang Penegasan dan Penjelasan Pembebasan PBB atas Fasilitas Umum dan Sarana Sosial Untuk Kawasan Industri dan Real Estate. [4]

§  Asas Pajak Bumi Dan Bangunan[5]

a.    Memberikan kemudahan dan kesederhanaan

b.   Adanya kepastian hokum

c.    Mudah dimengerti dan adil

d.   Menghindari pajak berganda

 

B.       Istilah Penting dalam Undang – Undang PBB

a)                             Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya.

b)   Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan

c)   Nilai Jual Obyek Pajak ( NJOP ) adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, Nilai Jual Obyek Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan obyek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Obyek Pajak Pengganti

d)  Surat Pemberitahuan Obyek Pajak ( SPOP ) adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan data obyek pajak menurut ketentuan undang-undang pajak bumi dan bangunan.

e)   Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang adalah surat yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk memberitahukan besarnya pajak terhutang kepada wajib pajak.

 

C.      Objek Pajak Bumi Dan Bangunan[6]

1)               Yang menjadi Objek Pajak adalah Bumi dan Bangunan.

2)   Yang dimaksud dengan klasifikasi bumi dan bangunan adalah pengelompokan bumi dan bangunan  menurut nilai jualnya dan digunakan sebagai pedoman serta untuk memudahkan penghitungan pajak yang terutang.

3)   Pengecualian Objek Pajak. Objek pajak yang dikecualikan adalah :

o  Digunakan semata – mata untuk melayani kepentingan umum dan tidak untuk mencari keuntungan, misalnya : membangun masjid, rumah sakit, pesantren, penti asuhan,museum,dll.

o  Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau sejenisnya.

o  Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai desa, dan tanah Negara yang belum dibebani suatu hak.

o  Digunakan oleh perwakilan diplomatic, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik.

o  Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri keuangan.

4)   Objek pajak yang digunakan oleh Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan, penentuan pengenaan pajaknya di atur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

5)   Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak ( NJOPTKP ) ditetapkan untuk masing – masing kabupaten / kota dengan besar setinggi – tingginya Rp 12.000.000,00 ( dua belas juta rupiah ) untuk setiap wajib pajak. Apabila seorang wajib pajak mempunyai beberapa objek pajak, yang diberikan NJOPTKP hanya salah satu objek pajak yang nilainya terbesar, sedangkan objek pajak lainnya tetap dikenakan secara penuh tanpa dikurangi NJOPTKP.

CONTOH ;

a.       Seorang wajib pajak mempunyai objek pajak berupa bumi dengan nilai Rp 4000.000,00 dan besarnya NJOPTKP untuk objek pajak wilayah tersebut adalah Rp 6.000.000,00, karena NJOP berada dibawah batas NJOPTKP ( RP 6.000.000,00 ), maka objek pajak tersebut tidak dikenakan pajak bumi dan bangunan.

b.      Seorang wajib pajak  mempunyai objek pajak berupa bumi dan bangunan di desa A dan B dengan nilai sebagai berikut :

Desa A :

NJOP Bumi                 = Rp 13.000.000,00

NJOP Bangunan         = Rp   9.000.000,00

Desa B :

NJOP Bumi                 = Rp   8.000.000,00

NJOP Bangunan         = Rp 10.000.000,00

Dan NJOPTKP untuk daerah tersebut adalah Rp 10.000.000,00

PENYELESAIAN :

Langkah pertama adalah mencari NJOP dari dua tersebut yang mempunyai nilai paling besar, yaitu : desa A. Maka, NJOP untuk perhitungan PBB adalah :

NJOP Bumi                                                     = Rp 13.000.000,00

NJOP Bangunan                                             = Rp   9.000.000,00

NJOP sebagai dasar pengenaan PBB                         = Rp 22.000.000,00

NJOPTKP                                                       = Rp 10.000.000,00

NJOP untuk penghitungan PBB                     = Rp 12.000.000,00

 

Kemudian untuk desa B

NJOP untuk penghitungan  PBB

NJOP Bumi                                                     = Rp 8.000.000,00

NJOP Bangunan                                             = Rp10.000.000,00

NJOP sebagai dasar pengenaan PBB             = Rp 18.000.00,00

NJOPTK                                                         =                     0,00

NJOP untuk penghitungan PBB[7]                   = Rp 18.000.000,00

 

D.      Subjek Pajak[8]

1.   ( Pasal 4 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 ) Yang menjadi subjek PBB adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai hak atas bumi/tanah, memperoleh manfaat atas bumi/tanah dan memiliki, menguasai atas bangunan dan atau memperoleh manfaat atas bangunan. Dengan demikian, tanda pembayaran/ pelunasan pajak bukan merupakan bukti pemilikan hak.

2.   Subjek pajak sebagaimana yang dimaksud dalam no. 1 yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi wajib pajak.

3.   Dalam hal atas suatu objek pajak belum jelas diketahui wajib pajaknya, Direktur Jendral Pajak dapat menetapkan subjek pajak belum jelas wajib pajaknya.

4.   Subjek pajak yang ditetapkan sebagaimana no. 3 dapat memberikan keterangan secara tertulis kepada Direktur Jendral pajak bahwa ia wajib pajak terhadap objek pajak yang dimaksud.

5.   Bila keterangan yang diajukan oleh wajib pajak dalam no. 4 disetujui , maka Direktur Jendral pajak membatalkan penetapan sebagai wajib pajak, sebagaimana no. 3 dalam jangka waktu 1 bulan sejak diterimanya surat keterangan yang dimaksud.

6.   Bila keterangan yang diajukan tidak disetujui, maka Direktur Jendral pajak mengeluarkan surat keputusan penolakan dengan disertai alasan – alasannya.

7.   Apabila setelah jangka 1 bulan setelah ditetapkanya tanggal diterimanya keterangan sebagaimana yang dimaksud dalam no. 4 Direktur jendral pajak tidak memberikan keputusan, maka keterangan yang diajukan itu dianggap tidak disetujui.

Apabila Direktur jendral pajak tidak memberikan keputusan dalam 1 bulan sejak diterimanya keterangan dan wajib pajak, maka ketetapan sebagai wajib pajak gugur dengan sendiriya dan berhak mendapatkan keputusan pencabutan penetapan sebagai wajib pajak.[9]

 

E.       Tarif Dan Dasar Pengenaan Pajak[10]

( Pasal 5 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 ) Tarif pajak yang dikenakan atas objek pajak adalah sebesar 0,5 % (lima persepuluh persen). Adapun dasar pengenaan Pajak adalah sebagai berikut :

1.      Dasar pengenaan pajak  adalah Nilai Jual Objek Pajak ( NJOP ).

2.   Besarnya nilai jual objek pajak ( NJOP) ditetapkan setiap 3 tahun oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak atas nama Menteri Keuangan dengan mempertimbangkan pendapat gubernur/bupati/walikota ( pemerintah daerah ) setempat.

3.   Dasar penghitungan Pajak yang ditetapkan serendah – rendahnya 20%  dan setinggi – tingginya 100% dari Nilai Jual Objek Pajak ( NJOP ).

4.   Besarnya presentase ditetapkan dengan peraturan pemerintah dengan memperhatikan kondisi ekonomi social.

Besarnya presentase  NJKP adalah sebagai berikut :

a.    Sebesar 40% dari NJOP untuk ; objek pajak perkebunan, objek pajak kehutanan dan objek pajak lainnya( yang wajib pajaknya perorangan dengan NJOP atas bumi dan bangunan sama atau lebih besar dari 1 milyar rupiah ).

b.   Sebesar 20% dari NJOP untuk : objek pajak pertambangan, dan objek pajak lainnya yang NJOp nya < 1 milyar .

Misalnya :

Ø  Nilai jual suatu Objek pajak sebesar Rp 2.000.000,00. Presentase misalnya 20%, maka besarnya = 20% x Rp 2000.000,00 = Rp 400.000,00

Ø  Nilai jual suatu objek pajak sebesar Rp 2.000.000,00. Presentase misalnya 40%, maka besarnya = 40% x Rp 2.000.000,00 = Rp 800.000,00

 

F.       Cara Menghitung Pajak Bumi Dan Bangunan[11]

 

PBB = Tarif Pajak x NJKP ( NJOP – NJOPTKP )

 

 

 
 

 

 

 


Contoh:

1.   Wajib pajak A mempunyai sebidang tanah dan bangunan yang NJOP – nya Rp 20.000.000,00 dan NJOPTKP untuk daerah tersebut Rp 12.000.000,00, maka besarnya pajak yang terutang….?

Jawab : 0.5% x 20% x ( NJOP – NJOPTKP )

                 : 0,5% x 0,2% ( 20.000.000,00 – 12.000.000,00 )

                 : Rp 8000,00

2.   Tuan Ponco seorang dosen perpajakan Unibraw pada tahun 2010 hanya memilikisebuah objek pajak dikawasan soekarno – Hatta , malang dan diketahu NJOP bumi tersebut sebesar Rp 10.000.000,00. Berapakah besar PBB terhutang pada tahun 2010 milik Tuan Ponco ?

Jawab : karena besarnya NJOP kurang dari Rp 12.000.000,00, maka objek pajak tidak dikenakan pajak bumi dan bangunan.[12]

Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP), Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) dan Surat Ketetapan Pajak (SKP)

1.   Dalam rangka pendataan, subjek pajak wajib mendaftarkan objek pajaknya dengan mengisi SPOP.

2.   SPOP harus diisi dengan jelas, benar, lengkap dan tepat waktu serta ditandatangani dan disampaikan kepada Dirjen Pajak yang wilayah kerjanya meliputi letak objek pajak selambat-lambatnya 30 hari setelah tanggal diterimanya SPOP oleh subjek pajak.

3.   Dirjen Pajak akan memberikan SPPT berdasarkan SPOP yang diterimanya.

4.   Dirjen Pajak akan mengeluarkan SKP dalam hal-hal sebagai berikut:

a.       Apabila SPOP tidak disampaikan dan setelah ditegur secara tertuis tidak disampaikan ditentukan dalam surat teguran.

b.      Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terutang (seharusnya) lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan SPOP yang disampaikan oleh wajib pajak.

5.      Jumah pajak yang terutang dalam SKP sebagaimana dimaksud no.4 huruf a adalah pokok pajak ditambah dengan denda administrasi sebesar 25% dihitung dari pokok pajak.

6.      Jumlah pajak yang terutang dalam SKPKB sebagaimana dimaksud dalam no.4 huruf b adalah selisih pajak yang terutang berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain dengan pajak yang terutang yang dihitung berdasarkan SPOP ditambah denda administrasi sebesar 25% dari selisih pajak yang terutang.

SPOP hanya diberikan dalam hal :

a.       Objek pajak belum terdaftar / belum lengkap.

b.      Objek pajak telah terdaftar tetapi data belum lengkap.

c.       NJOP berubah.

d.      Objek pajak dimutasikan / laporan dari instansi yang berkaitan langsung dengan objek pajak.[13]

Hak dan Kewajiban Wajib Pajak

Dalam melaksanakan proses perpajakan wajib pajak mempunyai hak dan kewajiban yang harus ditaati untuk:

1.                        Hak wajib pajak

2.   Hak untuk memperoleh SPOP, SPPT, STTS beserta informasinya dari Kantor Pelayanan Pajak Bumgi dan Bagunan.

3.   Hak untuk memperbaiki atau mengisi ulang SPOP apabila terjadi kesalahan.

4.   Hsk untuk menunjuk pihak lain selain pegawai pajak dengan surat kuasa untuk mengisi dan menandatangani SPOP.

5.   Hak untuk mengajukan permohonan mengenai penundaan penyampaian SPOP sebelum batas waktu dilampui dengan menyebutkan alas an-alasan yang sah.

6.   Hak untuk mengajukan keberatan dan pengurangan atas penetapan PBB.

Kewajiban objek pajak yaitu mendaftarkan objek pajak, mengisi SPOP dengan jelas, benar dan lengkap, menyampaikan kembali SPOP yang telah diisi ke kantor pelayanan PBB, melaporkan perubahan data objek pajak atau wajib pajak ke Kantor Pelayanan PBB setempat apabila ada perubahan dengan cara mengisi SPOP baru sebagai perbaikan.

 

 

 

BAB III

PENUTUP

 

A.      Kesimpulan

Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak Negara yang dikenakan terhadap bumi atau bangunan berdasarkan Undang – Undang nomor 12 tahun 1985  tentang pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang – Undang nomor 12 tahun 1994.

PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/ tanah atau bangunan. Keadaan  subjek ( siapa yang membayar ) tidak ikut menentukan besarnya pajak.

Subjek PBB adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai ha katas bumi atau memperoleh manfaat atas bumi, menguasai, atau memiliki dan memperoleh atas bangunan.

Objek pajak bumi daan bangunan adalah : tanah atau bangunan.

§  Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya.

§  Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan

Kewajiban objek pajak yaitu mendaftarkan objek pajak, mengisi SPOP dengan jelas, benar dan lengkap, menyampaikan kembali SPOP yang telah diisi ke kantor pelayanan PBB, melaporkan perubahan data objek pajak atau wajib pajak ke Kantor Pelayanan PBB setempat apabila ada perubahan dengan cara mengisi SPOP baru sebagai perbaikan.

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

http://www.tarif.depkeu.go.id/Bidang/?bid=pajak&cat=pbb

Mardiasmo. 2005 ( edisi revisi ). Perpajakan. Yogyakarta : ANDI

Mardiasmo. 2013 ( edisi revisi ). Perpajakan. Yogyakarta : ANDI

TM Books, Perpajakan-Esensi dan Aplikasi , CV Andi Ofset, Yogyakarta, 2013



[1] Mardiasmo. 2013 ( edisi revisi ). Perpajakan. Yogyakarta : ANDI

[2] Mardiasmo. 2005 ( edisi revisi ). Perpajakan. Yogyakarta : ANDI

[3] http://www.tarif.depkeu.go.id/Bidang/?bid=pajak&cat=pbb

[4] Ibid

[5] Mardiasmo. 2013 ( edisi revisi ). Perpajakan. Yogyakarta : ANDI.hal 331 – 335

[6] Ibid

[7] Ibid

[8]   Mardiasmo. 2005 ( edisi revisi ). Perpajakan. Yogyakarta : ANDI hal 273 – 274

[9] ibid

[10] Mardiasmo. 2013 ( edisi revisi ). Perpajakan. Yogyakarta : ANDI hl 37 – 338

[11] Ibid

[12] http://www.tarif.depkeu.go.id/Bidang/?bid=pajak&cat=pbb

[13] TM Books, Perpajakan-Esensi dan Aplikasi , CV Andi Ofset, Yogyakarta, 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKALAH FORMAT REKOD BISNIS

  MAKALAH FORMAT REKOD BISNIS           Disusun Oleh : DADANG MAULANA YUSUF D4 KEARSIPAN         UNIVERSITAS...