KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat
Allah SWT yang telah memberikan kita rahmat serta karuniaNya sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul Pajak Bumi dan Bangunan.
Maakalah ini disusun yang
merupakan salah satu dari komponen nilai tugas mata kuliah Hukum Pajak dalam
pada Jurusan Ilmu Hukum, Universitas Pasundan.
Makalah ini tak lepas dari
kekurangan untuk itu saran maupun kritik yang membangun akan sangat berarti
bagi penulis untuk kesempurnaan penyusunan dimasa yang akan datang.
Bandung, 09 Juni 2022
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A.Pengertian
Dan Dasar Hukum PBB
B.Istilah
Penting dalam Undang – Undang PBB
C.Objek
Pajak Bumi Dan Bangunan
E.Tarif Dan
Dasar Pengenaan Pajak
F.Cara
Menghitung Pajak Bumi Dan Bangunan
BAB III PENUTUP
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pajak
menurut Pasal 1 angka 1 UU No 6 Tahun 1983 sebagaimana telah disempurnakan
terakhir dengan UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan tata cara
perpajakan adalah "kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan
tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan
negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Mengisyaratkan bahwa diperlukan
adanya pembaruan sistem perpajakan guna
meningkatkan kemampuan negara dan masyarakat untuk membiayai pembangunan
yang berasal dari sumber-sumber dalam negeri, karena semakin meningkatnya
penerimaan yang bersumber dari dalam
negeri akan semakin meningkat pula kemandirian dalam pembiayaan pelaksanaan
pembangunan.
Pajak
bumi dan bangunan (PBB) adalah pajak yang dipungut atas tanah dan bangunan
karena adanya keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi
orang atau badan yang mempunyai suatu hak atasnya atau memperoleh manfaat dari
padanya. Dasar pengenaan pajak dalam PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
NJOP ditentukan berdasarkan harga pasar per wilayah dan ditetapkan setiap tahun
oleh menteri keuangan.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apakah Pengertian dan Dasar Hukum dari Pajak Bumi dan Bangunan ?
2.
Apakah Istilah-Istilah Penting yang ada
dalam Undang-Undang PBB?
3.
Apa sajakah Objek Pajak Bumi dan
Bangunan?
4.
Apakah Subjek Pajak Bumi dan Bangunan?
5.
Berapakah Tarif Dasar Pajak Bumi dan
Bangunan?
6.
Bagaimanakah Cara Menghitung Besarnya
Pajak Bumi dan Bangunan?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Dan Dasar Hukum PBB
Pajak
adalah iuran wajib rakyat kepada pemerintah yang diatur sesuai UUD 45 tanpa
mendapatkan kontribusi langsung atau imbalan dan digunakan untuk membayar
keperluan umum.
Bumi
adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya. Permukaan bumi meliputi
tanah dan perairan pedalaman ( termasuk rawa – rawa, tambak, perairan ) serta
laut wilayah Republik Indonesia.
Bangunan
adalah kontruksi tehnik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah
atau perairan. [1]
Dalam
pasal 77 ayat (2) Undang-Undang PDRD, disebutkan bahwa yang Termasuk dalam
pengertian bangunan adalah :[2]
Jalan
lingkungan dalam satu kesatuan dengan kompleks bangunan.
§ Jalan
tol.
§ Kolam
renang.
§ Pagar
mewah.
§ Tempat
olahraga.
§ Galangan
kapal, dermaga.
§ Taman
mewah.
§ Tempat
penampungan / kilang minyak, air dan gas, pipa minyak.
Jadi
, Pajak bumi dan bangunan (PBB) adalah pajak yang dipungut atas tanah dan
bangunan karena adanya keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih
baik bagi orang atau badan yang mempunyai suatu hak atasnya atau memperoleh
manfaat dari padanya. Dasar pengenaan pajak dalam PBB adalah Nilai Jual Objek
Pajak (NJOP). NJOP ditentukan berdasarkan harga pasar per wilayah dan
ditetapkan setiap tahun oleh menteri keuangan.
§ Dasar
Hukum PBB[3]
a.
UU No. 12 Tahun 1985 sebagaimana telah
diubah terakhir dengan UU No. 12 Tahun 1994 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
b.
KMK No.201/KMK.04/2000 Tentang
Penyesuaian Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak Sebagai Dasar
Penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan.
c.
KMK No. 523/KMK.04/1998 Tentang Penentuan
Klasifikasi dan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Sebagai Dasar Pengenaan Pajak
Bumi dan Bangunan.
d.
KMK No. 1004/KMK.04/1985 Tentang
Penentuan Badan atau Perwakilan Organisasi Internasional yang Menggunakan Objek
Pajak Bumi dan Bangunan Yang Tidak Dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan.
e.
Kep Dirjen Pajak Nomor: KEP-251/PJ./2000
Tentang Tata Cara Penetapan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak
Sebagai Dasar Penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan.
f.
Kep Dirjen Pajak Nomor: KEP-16/PJ.6/1998
Tentang Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan.Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor:
SE-43/PJ.6/2003 Tentang Penyesuaian Besarnya Nilai Jual Objek Pajak TidakKena
Pajak (NJOPTKP) PBB dan Perubahan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak
(NPOPTKP) BPHTB Untuk Tahun Pajak 2004.
g.
Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor:
SE-57/PJ.6/1994 Tentang Penegasan dan Penjelasan Pembebasan PBB atas Fasilitas
Umum dan Sarana Sosial Untuk Kawasan Industri dan Real Estate. [4]
§ Asas
Pajak Bumi Dan Bangunan[5]
a. Memberikan
kemudahan dan kesederhanaan
b. Adanya
kepastian hokum
c. Mudah
dimengerti dan adil
d. Menghindari
pajak berganda
B. Istilah
Penting dalam Undang – Undang PBB
a)
Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh
bumi yang ada dibawahnya.
b) Bangunan
adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah
dan/atau perairan
c) Nilai
Jual Obyek Pajak ( NJOP ) adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi
jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual
beli, Nilai Jual Obyek Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan obyek
lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Obyek Pajak
Pengganti
d) Surat
Pemberitahuan Obyek Pajak ( SPOP ) adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak
untuk melaporkan data obyek pajak menurut ketentuan undang-undang pajak bumi
dan bangunan.
e) Surat
Pemberitahuan Pajak Terhutang adalah surat yang digunakan oleh Direktorat
Jenderal Pajak untuk memberitahukan besarnya pajak terhutang kepada wajib
pajak.
C. Objek
Pajak Bumi Dan Bangunan[6]
1)
Yang menjadi Objek Pajak adalah Bumi dan
Bangunan.
2) Yang
dimaksud dengan klasifikasi bumi dan bangunan adalah pengelompokan bumi dan
bangunan menurut nilai jualnya dan
digunakan sebagai pedoman serta untuk memudahkan penghitungan pajak yang
terutang.
3) Pengecualian
Objek Pajak. Objek pajak yang dikecualikan adalah :
o
Digunakan semata – mata untuk melayani
kepentingan umum dan tidak untuk mencari keuntungan, misalnya : membangun
masjid, rumah sakit, pesantren, penti asuhan,museum,dll.
o
Digunakan untuk kuburan, peninggalan
purbakala, atau sejenisnya.
o
Merupakan hutan lindung, hutan suaka
alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai desa, dan
tanah Negara yang belum dibebani suatu hak.
o
Digunakan oleh perwakilan diplomatic,
konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik.
o
Digunakan oleh badan atau perwakilan
organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri keuangan.
4) Objek
pajak yang digunakan oleh Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan, penentuan
pengenaan pajaknya di atur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
5) Besarnya
Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak ( NJOPTKP ) ditetapkan untuk masing –
masing kabupaten / kota dengan besar setinggi – tingginya Rp 12.000.000,00 (
dua belas juta rupiah ) untuk setiap wajib pajak. Apabila seorang wajib pajak
mempunyai beberapa objek pajak, yang diberikan NJOPTKP hanya salah satu objek
pajak yang nilainya terbesar, sedangkan objek pajak lainnya tetap dikenakan
secara penuh tanpa dikurangi NJOPTKP.
CONTOH
;
a. Seorang
wajib pajak mempunyai objek pajak berupa bumi dengan nilai Rp 4000.000,00 dan
besarnya NJOPTKP untuk objek pajak wilayah tersebut adalah Rp 6.000.000,00,
karena NJOP berada dibawah batas NJOPTKP ( RP 6.000.000,00 ), maka objek pajak
tersebut tidak dikenakan pajak bumi dan bangunan.
b. Seorang
wajib pajak mempunyai objek pajak berupa
bumi dan bangunan di desa A dan B dengan nilai sebagai berikut :
Desa
A :
NJOP Bumi = Rp 13.000.000,00
NJOP Bangunan = Rp
9.000.000,00
Desa
B :
NJOP Bumi = Rp 8.000.000,00
NJOP Bangunan = Rp 10.000.000,00
Dan NJOPTKP untuk
daerah tersebut adalah Rp 10.000.000,00
PENYELESAIAN
:
Langkah pertama adalah mencari NJOP dari dua
tersebut yang mempunyai nilai paling besar, yaitu : desa A. Maka, NJOP untuk
perhitungan PBB adalah :
NJOP
Bumi =
Rp 13.000.000,00
NJOP Bangunan =
Rp 9.000.000,00
NJOP
sebagai dasar pengenaan PBB =
Rp 22.000.000,00
NJOPTKP =
Rp 10.000.000,00
NJOP
untuk penghitungan PBB =
Rp 12.000.000,00
Kemudian
untuk desa B
NJOP
untuk penghitungan PBB
NJOP
Bumi =
Rp 8.000.000,00
NJOP Bangunan =
Rp10.000.000,00
NJOP
sebagai dasar pengenaan PBB = Rp
18.000.00,00
NJOPTK = 0,00
NJOP
untuk penghitungan PBB[7] = Rp 18.000.000,00
D. Subjek
Pajak[8]
1.
( Pasal 4 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU
No.12 Tahun 1994 ) Yang menjadi subjek PBB adalah orang atau badan yang secara
nyata mempunyai hak atas bumi/tanah, memperoleh manfaat atas bumi/tanah dan
memiliki, menguasai atas bangunan dan atau memperoleh manfaat atas bangunan.
Dengan demikian, tanda pembayaran/ pelunasan pajak bukan merupakan bukti
pemilikan hak.
2.
Subjek pajak sebagaimana yang dimaksud
dalam no. 1 yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi wajib pajak.
3.
Dalam hal atas suatu objek pajak belum
jelas diketahui wajib pajaknya, Direktur Jendral Pajak dapat menetapkan subjek
pajak belum jelas wajib pajaknya.
4. Subjek
pajak yang ditetapkan sebagaimana no. 3 dapat memberikan keterangan secara
tertulis kepada Direktur Jendral pajak bahwa ia wajib pajak terhadap objek
pajak yang dimaksud.
5.
Bila keterangan yang diajukan oleh wajib
pajak dalam no. 4 disetujui , maka Direktur Jendral pajak membatalkan penetapan
sebagai wajib pajak, sebagaimana no. 3 dalam jangka waktu 1 bulan sejak
diterimanya surat keterangan yang dimaksud.
6. Bila
keterangan yang diajukan tidak disetujui, maka Direktur Jendral pajak
mengeluarkan surat keputusan penolakan dengan disertai alasan – alasannya.
7.
Apabila setelah jangka 1 bulan setelah
ditetapkanya tanggal diterimanya keterangan sebagaimana yang dimaksud dalam no.
4 Direktur jendral pajak tidak memberikan keputusan, maka keterangan yang
diajukan itu dianggap tidak disetujui.
Apabila
Direktur jendral pajak tidak memberikan keputusan dalam 1 bulan sejak
diterimanya keterangan dan wajib pajak, maka ketetapan sebagai wajib pajak
gugur dengan sendiriya dan berhak mendapatkan keputusan pencabutan penetapan
sebagai wajib pajak.[9]
E. Tarif
Dan Dasar Pengenaan Pajak[10]
(
Pasal 5 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 ) Tarif pajak yang
dikenakan atas objek pajak adalah sebesar 0,5 % (lima persepuluh persen). Adapun
dasar pengenaan Pajak adalah sebagai berikut :
1. Dasar
pengenaan pajak adalah Nilai Jual Objek
Pajak ( NJOP ).
2. Besarnya
nilai jual objek pajak ( NJOP) ditetapkan setiap 3 tahun oleh Kepala Kantor
Wilayah Direktorat Jendral Pajak atas nama Menteri Keuangan dengan
mempertimbangkan pendapat gubernur/bupati/walikota ( pemerintah daerah )
setempat.
3. Dasar
penghitungan Pajak yang ditetapkan serendah – rendahnya 20% dan setinggi – tingginya 100% dari Nilai Jual
Objek Pajak ( NJOP ).
4. Besarnya
presentase ditetapkan dengan peraturan pemerintah dengan memperhatikan kondisi
ekonomi social.
Besarnya
presentase NJKP adalah sebagai berikut :
a. Sebesar
40% dari NJOP untuk ; objek pajak perkebunan, objek pajak kehutanan dan objek
pajak lainnya( yang wajib pajaknya perorangan dengan NJOP atas bumi dan
bangunan sama atau lebih besar dari 1 milyar rupiah ).
b. Sebesar
20% dari NJOP untuk : objek pajak pertambangan, dan objek pajak lainnya yang
NJOp nya < 1 milyar .
Misalnya
:
Ø Nilai
jual suatu Objek pajak sebesar Rp 2.000.000,00. Presentase misalnya 20%, maka
besarnya = 20% x Rp 2000.000,00 = Rp 400.000,00
Ø Nilai
jual suatu objek pajak sebesar Rp 2.000.000,00. Presentase misalnya 40%, maka
besarnya = 40% x Rp 2.000.000,00 = Rp 800.000,00
F. Cara Menghitung Pajak Bumi Dan
Bangunan[11]
PBB = Tarif Pajak x NJKP ( NJOP –
NJOPTKP )
Contoh:
1. Wajib
pajak A mempunyai sebidang tanah dan bangunan yang NJOP – nya Rp 20.000.000,00
dan NJOPTKP untuk daerah tersebut Rp 12.000.000,00, maka besarnya pajak yang
terutang….?
Jawab
: 0.5% x 20% x ( NJOP – NJOPTKP )
: 0,5% x 0,2% ( 20.000.000,00 –
12.000.000,00 )
: Rp 8000,00
2. Tuan
Ponco seorang dosen perpajakan Unibraw pada tahun 2010 hanya memilikisebuah
objek pajak dikawasan soekarno – Hatta , malang dan diketahu NJOP bumi tersebut
sebesar Rp 10.000.000,00. Berapakah besar PBB terhutang pada tahun 2010 milik
Tuan Ponco ?
Jawab
: karena besarnya NJOP kurang dari Rp
12.000.000,00, maka objek pajak tidak dikenakan pajak bumi dan bangunan.[12]
Surat
Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP), Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) dan
Surat Ketetapan Pajak (SKP)
1.
Dalam rangka pendataan, subjek pajak wajib
mendaftarkan objek pajaknya dengan mengisi SPOP.
2.
SPOP harus diisi dengan jelas, benar,
lengkap dan tepat waktu serta ditandatangani dan disampaikan kepada Dirjen
Pajak yang wilayah kerjanya meliputi letak objek pajak selambat-lambatnya 30
hari setelah tanggal diterimanya SPOP oleh subjek pajak.
3.
Dirjen Pajak akan memberikan SPPT
berdasarkan SPOP yang diterimanya.
4.
Dirjen Pajak akan mengeluarkan SKP dalam
hal-hal sebagai berikut:
a. Apabila
SPOP tidak disampaikan dan setelah ditegur secara tertuis tidak disampaikan
ditentukan dalam surat teguran.
b. Apabila
berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang
terutang (seharusnya) lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan
SPOP yang disampaikan oleh wajib pajak.
5. Jumah
pajak yang terutang dalam SKP sebagaimana dimaksud no.4 huruf a adalah pokok
pajak ditambah dengan denda administrasi sebesar 25% dihitung dari pokok pajak.
6. Jumlah
pajak yang terutang dalam SKPKB sebagaimana dimaksud dalam no.4 huruf b adalah
selisih pajak yang terutang berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain
dengan pajak yang terutang yang dihitung berdasarkan SPOP ditambah denda
administrasi sebesar 25% dari selisih pajak yang terutang.
SPOP hanya diberikan dalam hal :
a. Objek
pajak belum terdaftar / belum lengkap.
b. Objek
pajak telah terdaftar tetapi data belum lengkap.
c. NJOP
berubah.
d. Objek
pajak dimutasikan / laporan dari instansi yang berkaitan langsung dengan objek
pajak.[13]
Hak
dan Kewajiban Wajib Pajak
Dalam
melaksanakan proses perpajakan wajib pajak mempunyai hak dan kewajiban yang
harus ditaati untuk:
1.
Hak wajib pajak
2. Hak
untuk memperoleh SPOP, SPPT, STTS beserta informasinya dari Kantor Pelayanan
Pajak Bumgi dan Bagunan.
3. Hak
untuk memperbaiki atau mengisi ulang SPOP apabila terjadi kesalahan.
4. Hsk
untuk menunjuk pihak lain selain pegawai pajak dengan surat kuasa untuk mengisi
dan menandatangani SPOP.
5. Hak
untuk mengajukan permohonan mengenai penundaan penyampaian SPOP sebelum batas
waktu dilampui dengan menyebutkan alas an-alasan yang sah.
6. Hak
untuk mengajukan keberatan dan pengurangan atas penetapan PBB.
Kewajiban
objek pajak yaitu mendaftarkan objek pajak, mengisi SPOP dengan jelas, benar
dan lengkap, menyampaikan kembali SPOP yang telah diisi ke kantor pelayanan
PBB, melaporkan perubahan data objek pajak atau wajib pajak ke Kantor Pelayanan
PBB setempat apabila ada perubahan dengan cara mengisi SPOP baru sebagai
perbaikan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pajak
Bumi dan Bangunan adalah pajak Negara yang dikenakan terhadap bumi atau
bangunan berdasarkan Undang – Undang nomor 12 tahun 1985 tentang pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana
telah diubah dengan Undang – Undang nomor 12 tahun 1994.
PBB
adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang
ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/ tanah atau bangunan. Keadaan subjek ( siapa yang membayar ) tidak ikut
menentukan besarnya pajak.
Subjek
PBB adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai ha katas bumi atau
memperoleh manfaat atas bumi, menguasai, atau memiliki dan memperoleh atas bangunan.
Objek
pajak bumi daan bangunan adalah : tanah atau bangunan.
§ Bumi
adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya.
§ Bangunan
adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah
dan/atau perairan
Kewajiban
objek pajak yaitu mendaftarkan objek pajak, mengisi SPOP dengan jelas, benar
dan lengkap, menyampaikan kembali SPOP yang telah diisi ke kantor pelayanan
PBB, melaporkan perubahan data objek pajak atau wajib pajak ke Kantor Pelayanan
PBB setempat apabila ada perubahan dengan cara mengisi SPOP baru sebagai
perbaikan.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.tarif.depkeu.go.id/Bidang/?bid=pajak&cat=pbb
Mardiasmo.
2005 ( edisi revisi ). Perpajakan. Yogyakarta : ANDI
Mardiasmo.
2013 ( edisi revisi ). Perpajakan. Yogyakarta : ANDI
TM
Books, Perpajakan-Esensi dan Aplikasi
, CV Andi Ofset, Yogyakarta, 2013
[1]
Mardiasmo. 2013 ( edisi revisi ). Perpajakan. Yogyakarta : ANDI
[2]
Mardiasmo. 2005 ( edisi revisi ). Perpajakan. Yogyakarta : ANDI
[3]
http://www.tarif.depkeu.go.id/Bidang/?bid=pajak&cat=pbb
[4]
Ibid
[5]
Mardiasmo. 2013 ( edisi revisi ). Perpajakan. Yogyakarta : ANDI.hal 331 – 335
[6]
Ibid
[7]
Ibid
[8]
Mardiasmo. 2005 ( edisi revisi ).
Perpajakan. Yogyakarta : ANDI hal 273 – 274
[9]
ibid
[10]
Mardiasmo. 2013 ( edisi revisi ). Perpajakan. Yogyakarta : ANDI hl 37 – 338
[11]
Ibid
[12]
http://www.tarif.depkeu.go.id/Bidang/?bid=pajak&cat=pbb
[13]
TM Books, Perpajakan-Esensi dan Aplikasi
, CV Andi Ofset, Yogyakarta, 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar