BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Secara geografis
bangsa Indonesia merupakan negara kepulauan yang lautnya mencapai 70%
total wilayah. Dengan demikian
kondisi laut yang demikian luas disertai kekayaan sumberdaya
alam yang begitu besar, pada kenyataannya Indonesia belum mampu menjadi
bangsa yang maju. Salah satu masalahnya adalah pelaku usaha perikanannya yang
masih didominasi nelayan tradisional.
Pelabuhan Bojong Salawe
adalah sebuah pelabuhan di Pangandaran Provinsi Jawa Barat, terkadang ada yang
menulis bojong salawe, dikampung nelayan ini penduduknya mayoritas 90% nelayan.
Bojong salawe terletak di Desa Karangjaladri Kecamatan Parigi Kabupaten
Pangandaran. Bojong salawe sendiri merupakan daerah pinggir pantai berada di
titik garis pantai pangandaran.
B.
Rumusan Masalah
Dalam laporan penelitian sosial ini
rumusan masalah yang dikelompok kami disimpulkan sesuai dengan masalah pada
judul penelitian sosiak kami sebagai berikut :
a. Apa sebenarnya yang dimaksud
dengan nelayan?
b. Mengapa mayoritas orang disini
bekerja sebagai nelayan ?
C.
Tujuan Penelitian
Tujuan kami dalam melakukan
penelitian sosial ini adalah sebagai berikut :
- Untuk mengetahui arti dari
nelayan tersebut
- Untuk mengetahui alasan orang
banyak yang bekerja sebagai nelayan
BAB
II
METODE
PENELITIAN
Pada bagian ini, metode
penelitian sosial yang kami gunakan adalah metode penelitian kuantitatif dengan
pendekatan secara deskriptif. Metode penelitian yang kami gunakan pada laporan
hasil penelitian sosial kami ini juga meliputi beberapa indikator, yaitu
sebagai berikut :
A. Jenis
Penelitian
Jenis penelitian sesuai
yang kelompok kami terapkan pada laporan hasil penelitian ini adalah jenis
penelitian kuantitatif. Kami memilih jenis penelitian tersebut karena
disebabkan jangka waktu yang kami miliki hanya sebentar sehingga tidak
memungkinkan untuk kami menerapkan jenis penelitian kualitatif.
B. Lokasi
Penelitian
Lokasi yang gunakan
untuk melakukan penelitian adalah di lingkungan Bojong salawe seluruhnya.
C. Metode
Pengumpulan Data
Metode yang kami
gunakan dalam penelitian sosial ini adalah sebagai berikut :
1)
Metode
observasi adalah metode yang dilakukan dengan cara melakukan pengamatan secara
langsung terhadap aktifitas dilapangan
2)
Metode
study pustaka yaitu metode yang berupa kajian literature yang sesuai dengan
penelitian baik berupa buku, maupun dari sumber internet.
BAB
III
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Nelayan
Sejak zaman dahulu
kala, masyarakat Indonesia sudah identik sebagai pelaut alias nelayan, terutama
buat warga pesisir . Nenek moyang pelaut dari berbagai daerah di Indonesia pun
dikenal sebagai orang-orang pemberani nan getol menjelajah samudera, tentunya
buat mencari ikan, berdagang, dan singgah ke wilayah lain serta berinteraksi
dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Oleh sebab itu, tak
mengherankan apabila Indonesia memiliki cukup banyak suku nelayan nan tersebar
di berbagai wilayah. Kelompok masyarakat nelayan di Indonesia ini tentunya
memiliki karakteristik khas dan keistimewaan masing-masing. Beberapa masyarakat
nelayan di Indonesia tersebut di antara ialah Suku Laut, Suku Bugis, Suku
Mandar, Suku Makassar, Suku Madura, dan masih banyak lagi.
B.
Pengertian Masyarakat
Dalam bahasa
Inggris masyarakat di sebut society, asal katanya socius
yang berarti kawan. Adapun kata
masyarakat berasal dari bahasa Arab, yaitu syirk, artinya bergaul. Adanya saling bergaul ini tentu
karena ada bentuk-bentuk aturan hidup, yang bukan disebabkan oleh manusia
sebagai perseorangan, melainkan
oleh unsur-unsur kekuatan lain
dalam lingkungan sosial yang merupakan kesatuan. Menurut Horton (1991) dalam
Arif Satria (2002), mendefinisikan masyarakat sebagai sekumpulanmanusia yang
secara relatif mandiri, cukup
lama bersama, mendiami suatu wilayah tertentu, memiliki kebudayaan yang sama,
dan melakukan sebagian besar kegiatannya di dalam kelompok tersebut.
C.
Pengertian Nelayan
Ditjen Perikanan (2000)
dalam Arif Satria (2002) mendefinisikan nelayan sebagai orang yang secara aktif
melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air. Sedangkan menurut
Imron (2003) dalam Mulyadi S (2005),Nelayan adalah suatu kelompok masyarakat
yang kehidupannya tergantung langsung pada hasil laut, baik
dengan cara melakukan penangkapan
ataupun budidaya. Mereka umumnya tinggal dipinggir pantai, sebuah
lingkungan pemukiman yang dekat dengan lokasi kegiatannya.
Atas dasar beberapa
definisi tersebut dalam tulisan (penelitian)
ini, penulis akan mendefinisikan nelayan sebagai orang
yang pekerjaan utamanya adalah di laut dengan cara menangkap ikan atau budidaya
ikan di laut. Sedangkan masyarakat nelayan dalam tulisan ini didefinisikan
sebagai sekelompok orang yang di suatu wilayah tertentu yang sebagian besar
pekerjaan utamanya adalah sebagai nelayan.
D.
Masalah Kemiskinan Nelayan
Menururt Kusnadi
(2002), Faktor-faktor kemiskinan masyarakat nelayan dapat dikategorikan
kedalam faktor alamiah dan nonalamiah.
Faktor alamiah berkaitan dengan
fluktuasi musim-musim penangkapan ikan dan struktur alamiah sumber-daya
ekonomi desa. Faktor non-alamiah berhubungan dengan keterbatasan daya
jangkau teknologi penangkapan, ketimpangan dalam sistem bagi hasil dan
tidak adanya jaminan sosial tenaga kerja, lemahnya penguasaan jaringan
pemasaran hasil tangkapan dan belum berfungsinya koperasi nelayan yang ada,
teknologi konservasi atau pengolahan yang sangat tradisional, serta dampak
negatif orientasi produktivitas yang dipacu oleh kebijakan motorisasi perahu
dan modernisasi peralatan tangkap. Penggolongan
Masyarakat Nelayan Menurut Kusnadi (2002), pada dasarnya penggolongan
sosial dalam masyarakat nelayan dapat ditinjau dari tiga sudut pandang yaitu:
(1)
Dari
segi penguasaan alat-alat produksi atau peralatan tangkap (perahu, jaring, dan
perlengkapan yang lain), struktur masyarakat nelayan terbagi ke dalam kategori
nelayan pemilik (alat-alat produksi) dan nelayan buruh, nelayan buruh tidak
memiliki alat produksi.
(2)
Ditinjau
dari tingkat skala investasi modal usahanya, struktur masyarakat nelayan
terbagi ke dalam kategori nelayan besar dan nelayan kecil.
(3)
Dipandang
dari tingkat teknologi peralatan tangkap yang
digunakan, masyarakat nelayan
terbagi kedalam kategori nelayan
modern dan nelayan tradisional.
Selanjutnya Arif
Satria menggolongkan nelayan menjadi empat tingkatan yang dilihat dari kapasitas
teknologi (alat tangkap dan armada), orientasi pasar, dan karakteristik hubungan
produksi.
(1)
Peasant-fisher
atau nelayan tradisional yang biasanya lebih berorientasi pada pemenuhan
kebutuhan sendiri (sub-sistence).
(2)
Post-peasant
fisher yang dicirikan dengan penggunaan teknologi penangkapan ikan yang lebih
maju seperti motor tempel atau kapal motor.
(3)
Commercial
fisher yaitu nelayan yang
telah berorientasi pada peningkatan keuntungan.
(4)
Industrial
fisher memiliki beberapa ciri seperti: Terorganisasi, padat
modal, pendapatan lebih tinggi, danberorientasi ekspor.
E.
Hubungan Patron Dan Klien Di Wilayah Pesisir Bojongsalawe
Selama ini, tidak adanya
alternatif institusi di wilayah pesisir dalam menjamin keberlangsungan hidup
masyarakat nelayan menyebabkan mereka beberapa kali harus jatuh pada pola atau
institusi patron-klien yang menurut para peneliti (perspektif etic) sering
bersifat asimetris. Dalam hubungan ini, klien kerap dihadapkan pada sejumlah
masalah seperti pelunasan kredit yang tidak pernah berakhir yang sebenarnya
inilah jebakan patron demi melanggengkan usahanya. Namun berdasarkan pandangan
nelayan (perspektif emic), kuatnya pola patron-klien di masyarakat nelayan
disebabkan oleh kegiatan perikanan yang penuh resiko dan ketidakpastian
sehingga tidak ada pilihan lain bagi mereka selain bergantung pada pemilik
modal (patron).
Tujuan dasar dari hubungan patron-
klien bagi klien yang sebenarnya adalah penyediaan jaminan sosial dasar bagi
subsistensi dan keamanan. Sebaliknya, patron juga memberikan perlindungan
dengan jaminan ada kerja sama yang baik. Selain itu klien diharpkan mampu
merespons perlindungan yang telah diberikan sesuai kesepakatan yang ada. Untuk
menjaga agar sikap klien tetap konsisten terhadap patronnya maka patron selalu mengembangkan
sistem yang sifatnya mengawasi keberadaan kliennya.
Hubungan patron-klien
adalah hubungan sosial yang muncul melalui dan
dalam interaksi-interaksi sosial yang mempunyai ciri-ciri khusus yang
membedakannya dari hubungan-hubungan sosial lainnya, yaitu:
a.
Bersifat spontan dan
pribadi yang penuh dengan muatan perasaan dan emosi.
b.
Adanya interaksi tatap
muka di antara para pelaku yang berlangsung secara berkesinambungan.
c.
Tukar menukar jasa,
benda, dan uang dilakukan secara tidak seimbang antara patron dan klien,
sehingga mencerminkan adanya ketergantungan klien terhadap patronnya.
Munculnya pola patron-klien di
masyarakat nelayan disebabkan belum ada institusi formal yang mampu berperan
sebagaimana patron dalam menjamin kepentingan ekonomi mereka.
Institusi-institusi bentukan yang ada selama ini belum berhasil secara efektif
karena ada kesenjangan kultur institusi yang dibangun secara formal dengan
kultur nelayan yang masih menekankan aspek personalitas. Tidak hanya itu, di
sisi lain, nelayan sendiri belum mampu membangun institusi baru secara mandiri,
khususnya kemampuan dalam mengorganisasikan diri untuk kepentingan ekonomi
(koperasi) maupun profesi.
v
Dampak Positif
a)
Nelayan mendapatkan penghasilan dari
penangkapan di laut
b)
Kita masyarakat dapat menikmati
hasil ikan laut tanpa harus menjadi nelayan
c)
Membuka destinasi kuliner seafood
d)
Membuka lapangan pekerjaan dibidang
pengelolaan ikan laut
e)
Menggerakan ekonomi
v
Dampak negatif
a)
Jika dilakukan sembarangan dapat
merusak ekosistem laut
b)
Membuat punah
c)
Adanya pencemaran
d)
Jika tidak diawasi menimbulkan
ilegal fishing
Alasan orang pinggir pantai
bernelayan :
-
Untuk memenuhi kebutuhan hidup
-
Nelayan mencari ikan di laut
-
Karena mencari iakn di laut
merupakan kegiatan ekonomi yang dilakukan di wilayah lautan
Solusi untuk mengurangi dampak
negatif nelayan
- tidak menangkap ikan dengan bahan
peledak dan aliran listrik
BAB
IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dalam hubungan interaksi sosial
biasanya ditandai oleh adanya proses pertukaran. Proses pertukaran ini yang
dikenal dengan istilah teori pertukaran, muncul karena individu mengharapkan
ganjaran, baik ekstrinsik maupun intrinsik. Namun demikian, dalam proses
pertukaran itu ditandai pula oleh penguasaan sumber daya yang tidak sama,
hubungan-hubungan pribadi, dan asas saling menguntungkan sehingga terjadi
hubungan patron (superior) - klien (inferior). Wujud patron klien dapat
berbentuk individu atau kelompok. Dalam hubungan ini para klien mengakui
patronnya sebagai orang yang memiliki kedudukan yang lebih kuat. Sedangkan
kebutuhan klien dapat terpenuhi melalui sumber daya langka yang dimiliki
patronnya.
Sebagai makhluk sosial manusia
selalu berinteraksi dengan lingkungan sosial dan lingkungan alam yang ada di
sekitarnya. Hal ini disebabkan karena manusia dalam usahanya untuk
melangsungkan hidupnya selalu tergantung pada lingkungannya, baik lingkungan
sosial maupun lingkungan alam dimana ia berada. Ketergantungan manusia terhadap
lingkungan ini terwujud dalam bentuk interaksi sosial yang berlangsung di
lingkungan tersebut. Interaksi yang terjadi pada setiap lingkungan sosial itu
merupakan serangkaian tingkah laku yang sistematis antara dua orang atau lebih, yang dapat berlangsung secara
horizontal dan vertikal.
B.
Saran
Pada umumnya para nelayan masih
mengalami keterbatasan teknologi
penangkapan sehingga wilayah
operasi pun menjadi terbatas,
hanya disekitar perairan pantai. Di samping itu, ketergantungan terhadap musim sangat
tinggi dan tidak setia saat nelayan bisa
melaut, terutama pada musim ombak, yang berlangsung le ih dari satu
bulan. Akibatnya, tidak ada hasil tangkapan
yang bisa diperoleh.Kondisi ini jelas tidak menguntungkan nelayan
karena secara riil rata-rata pendapatan per bulan menjadi lebih kecil,
DAFTAR
PUSTAKA
http://cyeciliapical.blogspot.co.id/2011/07/hubungan-patron-dan-klien-sosial-budaya.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar