KATA PENGANTAR
Puji syukur
penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karuniaNya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan lancar.
Adapun makalah
yang penulis bahas yaitu tentang penanganan masalah pertanahan yang berjudul “Penanganan
Permasalahan Hak Atas Tanah”. Makalah ini penulis susun untuk memenuhi tugas
mata kuliah Politik Hukum Agraria.
Dalam
penulisannya, penulis menyadari masih banyak kekurangan maupun kesalahan, untuk
itu saran maupun kritik yang bersifat membangun sangat penulis nantikan untuk
kesempurnaan penyusunan dimasa yang akan datang.
Semoga makalah
ini dapat bermanfaat untuk kita semua, khususnya bagi penulis dan umumnya untuk
pembaca sekalian.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar Belakang............................................................................................ 1
B. Identifikasi Masalah.................................................................................... 2
C. Tujuan Pembuatan Makalah......................................................................... 2
BAB II TINJAUAN
PUSTAKA................................................................... 3
A. Penjelasan Hak Atas Tanah ........................................................................ 3
BAB III PEMBAHASAN............................................................................... 8
A. Hak milik..................................................................................................... 8
B. Contoh Kasus Sengketa Lahan dan Cara Penanganannya.......................... 13
BAB IV KESIMPULAN................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 17
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Manusia
hidup serta melakukan aktivitas di atas tanah sehingga setiap saat manusia selalu
berhubungan dengan tanah dapat dikatakan hampir semua kegiatan hidup manusia
baik secara langsung maupun tidak langsung selalu memerlukan tanah.
Pemilikan tanah diawali dengan menduduki suatu wilayah yang oleh
masyarakat adat disebut sebagai tanah komunal (milik bersama). Khususnya
diwilayah pedesaan, tanah ini diakui oleh hukum adat tak tertulis baik
berdasarkan hubungan keturunan maupun wilayah. Seiring dengan perubahan pola
sosial ekonomi dalam setiap masyarakat tanah milik bersama masyarakat adat ini
secara bertahap dikuasai oleh anggota masyarakat melalui penggarapan yang
bergiliran. Sistem pemilikan individual kemudian mulai dikenal didalam sistem
pemilikan komunal. Situasi ini terus berlangsung didalam wilayah kerajaan dan
kesultanan sejak abad ke lima dan berkembang seiring kedatangan colonial
Belanda pada abad ke tujuh belas yang membawa konsep hukum pertanahan mereka.
Tanah mempunyai peranan yang besar dalam dinamika pembangunan, maka
didalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 3 disebutkan bahwa Bumi dan air
dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Selama masa penjajahan Belanda, pemilikan tanah secara perorangan
menyebabkan dualisme hukum pertanahan, yaitu tanah-tanah dibawah hukum Adat dan
tanah-tanah yang tunduk kepada hukum Belanda. Menurut hukum pertanahan
colonial, tanah bersama milik adat dan tanah milik adat perorangan adalah tanah
dibawah penguasaan Negara.Hak individual atas tanah, seperti hak milik atas
tanah, diakui terbatas kepada yang tunduk kepada hukum barat. Hak milik ini
umumnya diberikan atas tanah-tanah di perkotaan dan tanah perkebunan di
pedesaan. Dikenal pula beberapa tanah instansi pemerintah yang diperoleh
melalui penguasaan.
Mencuatnya kasus-kasus sengketa tanah di berbagai tempat, khususnya di Indonesia beberapa waktu terakhir seakan kembali menegaskan kenyataan bahwa selama 70 tahun Indonesia merdeka, negara masih belum bisa memberikan jaminan hak atas tanah kepada rakyatnya.
Mencuatnya kasus-kasus sengketa tanah di berbagai tempat, khususnya di Indonesia beberapa waktu terakhir seakan kembali menegaskan kenyataan bahwa selama 70 tahun Indonesia merdeka, negara masih belum bisa memberikan jaminan hak atas tanah kepada rakyatnya.
Persoalan sengketa tanah mengenai hak Milik tak pernah reda. Masalah
tanah bagi manusia tidak ada habis-habisnya karena mempunyai arti yang amat
penting dalam penghidupan dan hidup manusia sebab tanah bukan saja sebagai
tempat berdiam juga tempat bertani, lalu lintas, perjanjian dan pada akhirnya
tempat manusia berkubur. Sebagaimana diketahui sebelum berlakunya Undang-Undang
Pokok Agraria berlaku bersamaan dua perangkat hukum tanah di Indonesia
(dualisme). Satu bersumber pada hukum adat disebut hukum tanah adat dan yang
lainbersumber pada hukum barat disebut hukum tanah Barat.
Dengan berlakunya hukum agraria yang bersifat nasional (UU No. 5 Tahun
1960) maka terhadap tanah-tanah dengan hak barat maupun tanah-tanah dengan hak
adat harus dicarikan padanannya di dalam UUPA. Untuk dapat masuk kedalam sistem
dari UUPA diselesaikan dengan melalui lembaga konversi. Setelah adanya UUPA
masih saja ada masalah yang lingkupnya pada hak atas tanah, seharusnya ada
suatu peraturan yang menjelaskan lebih jelas dan mengikat mengenai hak atas
tanah.Undang-undang pertanahan tersebut diharapkan secepatnya dibuat dan diundangkan
agar dapat memberikan kepastian hukum dan jaminan perlindungan hukum
kepemilikan dan penguasaan hak atas tanah.
B.
Identifikasi Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Hak Atas
Tanah?
2. Apa saja yang termasuk Hak Atas Tanah?
3. Bagaimanakah contoh kasus dalam
permasalahan Hak Atas Tanah dan cara penanganannya ?
C.
Tujuan Pembuatan Makalah
Pembuatan makalah yang berjudul Hak Atas Tanah ini memiliki tujuan yang
ingin dicapai, yaitu:
1.
Agar kita dapat mengetahui apakah yang
dimaksud dengan Hak Atas Tanah
2. Agar kita dapat
mengetahui apa saja yang termasuk dalam Hak Atas Tanah
3.
Agar kita mengetahui contoh kasus
dalam permasalahan HakAtas Tanah dan cara penanganannya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Penjelasan Hak Atas Tanah
Definisi hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada
seseorang yang mempunyai hak untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas
tanah tersebut. Hak atas tanah berbeda dengan hak penggunaan atas tanah. Ciri
khas dari hak atas tanah adalah seseorang yang mempunyai hak atas tanah
berwenang untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah yang menjadi
haknya. Hak-hak atas tanah yang dimaksud ditentukandalam pasal 16 jo pasal 53
UUPA, antara lain:
1.
Hak Milik
2.
Hak Guna Usaha
3.
Hak Guna Bangunan
4.
Hak Pakai
5.
Hak Sewa
6.
Hak Membuka Tanah
7.
Hak Memungut Hasil Hutan
8.
Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam
hak-hak tersebut di atas yang ditetapkan oleh undang-undang serta hak-hak yang
sifatnya sementarasebagaimana disebutkan dalam pasal 53.
Dalam pasal 16 UU Agraria disebutkan adanya dua hak yang sebenarnya
bukan merupakan hak atas tanah yaitu hak membuka tanah dan hak memungut hasil
hutan karena hak-hak itu tidak memberi wewenang untuk mempergunakan atau
mengusahakan tanah tertentu. Namun kedua hak tersebut tetap dicantumkan dalam
pasal 16 UUPA sebagai hak atas tanah hanya untuk menyelaraskan sistematikanya
dengan sistematika hukum adat. Kedua hak tersebut merupakan pengejawantahan
(manifestasi) dari hak ulayat. Selain hak-hak atas tanah yang disebut dalam
pasal 16, dijumpai juga lembaga-lembaga hak atas tanah yang keberadaanya dalam
Hukum Tanah Nasional diberi sifat “sementara”. Hak-hak yang dimaksud antara
lain :
1.
Hak gadai,
2.
Hak usaha bagi hasil,
3.
Hak menumpang,
4.
Hak sewa untuk usaha pertanian.
Hak-hak tersebut bersifat sementara karena pada suatu saat nanti
sifatnya akan dihapuskan. Oleh karena dalam prakteknya hak-hak tersebut
menimbulkan pemerasan oleh golongan ekonomi kuat pada golongan ekonomi lemah
(kecuali hak menumpang). Hal ini tentu saja tidak sesuaidengan asas-asas Hukum
Tanah Nasional (pasal 11 ayat 1). Selain itu, hak-hak tersebut juga
bertentangan dengan jiwa dari pasal 10 yangmenyebutkan bahwa tanah pertanian
pada dasarnya harus dikerjakan dandiusahakan sendiri secara aktif oleh orang
yang mempunyai hak. Sehingga apabila tanah tersebut digadaikan maka yang akan
mengusahakan tanah tersebut adalah pemegang hak gadai. Hak menumpang dimasukkan
dalamhak-hak atas tanah dengan eksistensi yang bersifat sementara dan akan
dihapuskan karena UUPA menganggap hak menumpang mengandung unsur feodal yang
bertentangan dengan asas dari hukum agraria Indonesia. Dalam hak menumpang
terdapat hubungan antara pemilik tanah dengan orang lain yang menumpang di
tanah si A, sehingga ada hubungan tuan dan budaknya. Feodalisme masih mengakar
kuat sampai sekarang diIndonesia yang oleh karena Indonesia masih dikuasai oleh
berbagai rezim.Sehingga rakyat hanya menunngu perintah dari penguasa tertinggi.
Sultan syahrir dalam diskusinya dengan Josh Mc. Tunner, pengamat Amerika(1948)
mengatakan bahwa feodalisme itu merupakan warisan budaya masyarakat Indonesia
yang masih rentan dengan pemerintahan diktatorial. Kemerdekaan Indonesia dari
Belanda merupakan tujuan jangka pendek. Sedangkan tujuan jangka panjangnya
adalah membebaskan Indonesia dari pemerintahan yang sewenang-wenang dan
mencapai kesejahteraan masyarakat. Pada saat itu, Indonesia baru saja selesai
dengan pemberontakan G 30 S/PKI. Walaupun PKI sudah bisa dieliminir pada
tahun1948 tapi ancaman bahaya totaliter tidak bisa dihilangkan dari Indonesia.
Pasal 16 UUPA tidak menyebutkan hak pengelolaan yang sebetulnya hakatas tanah
karena pemegang hak pengelolaan itu mempunyai hak untuk mempergunakan tanah
yang menjadi haknya. Dalam UUPA, hak-hak atas tanah dikelompokkan sebagai
berikut :
1.Hak atas tanah yang bersifat tetap, terdiri dari :
1.
Hak Milik
2.
Hak Guna Usaha
3.
Hak Guna Bangunan
4.
Hak Pakai
5.
Hak Sewa Tanah Bangunan
6.
Hak Pengelolaan
2. Hak atas tanah yang bersifat sementara, terdiri dari :
1.
Hak Gadai
2.
Hak Usaha Bagi Hasil
3. Hak Menumpang
4.
Hak Sewa Tanah Pertanian
PENCABUTAN HAK ATAS TANAH
Maksud dari pencabutan hak atas tanah adalah pengambilan tanah secara
paksa oleh negara yang mengakibatkan hak atas tanah itu hapus tanpa yang
bersangkutan melakukan pelanggaran atau lalai dalam memenuhi kewajiban hukum
tertentu dari pemilik hak atas tanah tersebut. Menurut Undang-undang nomor 20
tahun 1961 tentang pencabutan hak atas tanahdan benda-benda diatasnya hanya
dilakukan untuk kepentingan umum termasuk kepentingan bangsa dan negara serta
kepentingan bersama milik rakyat merupakan wewenang Presiden RI setelah
mendengar pertimbangan apakah benar kepentingan umum mengharuskan hak atas
tanah itu harus dicabut, pertimbangan ini disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri,
MenteriHukum dan HAM, serta menteri lain yang bersangkutan. Setelah Presiden
mendengar pertimbangan tersebut, maka Presiden akan mengeluarkan Keputusan
Presiden yang didalamnya terdapat besarnya ganti rugi untuk pemilik tanah yang
haknya dicabut tadi. Kemudian jika pemilik tanah tidak setuju dengan besarnya
ganti rugi, maka ia bisa mengajukan keberatan dengan naik banding pada
pengadilan tinggi.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Hak milik
Hak milik diatur didalam pasal 20-27 UUPA. Hak milik bersifat
turun-temurun,terkuat, dan terpenuh, berfungsi sosial. Maksudnya adalah, turun
temuruncontohnya dapat diwariskan, terkuat maksudnya dapat
dipertahankan,terpenuh maksudnya adalah tidak mengenal jangka waktu, dan
berfungsisosial yaitu harus sesuai dengan sifat dan tujuannya (pasal 6 UUPA).
Hak milik dapat dialihkan kepada siapa saja, dapat didirikan Hak gunabangunan diatasnya.
Hak milik dapat dialihkan kepada siapa saja, dapat didirikan Hak gunabangunan diatasnya.
Subjek hak milik :
a.
Warga Negara Indonesia
b.
Badan hukum tertentu ( PP No. 38 tahun
1963) yaitu, badan hukumperbankan negara, koperasi pertanian, dan usaha sosial/keagamaan.
Luas kepemilikan hak atas tanah dibatasi oleh CEILING yang dibatasisecara maksimum dan minimum.
Luas kepemilikan hak atas tanah dibatasi oleh CEILING yang dibatasisecara maksimum dan minimum.
Berakhirnya suatu hak milik atas tanah
yaitu dapat dengan cara :
a. Pencabutan hak
b. Melanggar prisip nasionalitas
c. Terlantar
d. Penyerahan secara sukarela
e. Tanahnya musnah misalnya karena bencana alam longsor.
a. Pencabutan hak
b. Melanggar prisip nasionalitas
c. Terlantar
d. Penyerahan secara sukarela
e. Tanahnya musnah misalnya karena bencana alam longsor.
Dasar hak milik :
a. Konversi dari tanah-tanah eks-BW
dan dari tanah eks-tanah adat
b. Dari hasil pengelolaan yang teruang dalam perjanjian pendirian haktersebut
c. SK pemberhentian hak oleh pemerintah BPN
2. Hak guna usaha
b. Dari hasil pengelolaan yang teruang dalam perjanjian pendirian haktersebut
c. SK pemberhentian hak oleh pemerintah BPN
2. Hak guna usaha
Hak guna usaha diatur didalam pasal 28-34 UUPA, dan PP No. 40 tahun1996.
Hak guna usaha merupakan hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasaioleh negara. Obyeknya merupakan tanah negara.
Hak guna usaha merupakan hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasaioleh negara. Obyeknya merupakan tanah negara.
Subyek hak guna usaha :
1. Warga Negara Indonesia
2. Badan HukumIndonesia
Hak guna usaha dapat dapat dialihkan asal kepada WNI. Hal ini berdasarkanprinsip asas nasionalitas.
2. Badan HukumIndonesia
Hak guna usaha dapat dapat dialihkan asal kepada WNI. Hal ini berdasarkanprinsip asas nasionalitas.
Penggunaan hak guna usaha dapat digunakan untuk pertanian(perkebunan),
perikanan, peternakan. Dan dapat dijadikan objek haktanggunangan atau dapat
dijaminkan.
Jangkau waktunya : Didalam UUPA 25 tahun, diperpanjang maksimal 35tahun
dengan perpanjangan waktu 25 tahun, perpanjangan ataupembaharuan dapat
diberikan sekaligus (pasal 11 PP 40 Tahun 1996) 30tahun diperbaharui.
Berakhirnya hak : waktunya berakhir melanggar syarat pemberian,
dilepashaknya, dicabut haknya untuk kepentingan umum, tanahnya musnah,melanggar
prinsip nasionalitas.
Dasar hak : PMDN No 6 Tahun 1972 jo. Peraturan kepala BPN No 16
Tahun1990 sampai dengan 100 HA asal tidak dengan fasilitas penanaman modaloleh
Kanwil BPN ; diatas 100 HA oleh Kepala BPN (Pasal 2 s.d 18 PP No 40Tahun 1996).
3. Hak guna bangunan
Hak untuk mengusahakan dan mempunyai bangunan atas tanah bukanmilik
sendiri Subyeknya :
1. WNI
2. Badan Hukum Indonesia
2. Badan Hukum Indonesia
Hak guna Bangunan dapat dialihkan asal kepada WNI, berdasarkan asas nasionalitas
Dapat sebagai objek hak tanggungan. Jangka waktu hak guna bangunan : paling
lama 30 tahun dapatdiperpanjang 20 tahun, perpanjangan/ pembaharuan dapat
diberikan sekaligus.
Berakhirnya hak guna bangunan:
Jangka waktunya berakhir, dihentikan sebelum jangka waktu
berakhir,dilepas oleh pemegang hak, dicabut untuk kepentingan
umum,ditelantarkan, tanah musnah, bukan WNI lagi (pasal 30 ayat 2 jo pasal 20PP
40/ 1996.
Alas/ dasar hak guna bangunan
1.
PMDN 6/1972 sampai 2000m2 oleh kepala
BPN ps 22 PP 40/1996
2.
Hak pengelolaan Vide PMDN 1/77 jo PMDN
6/1972 jo ps 22 ayat (2) PP40/1996
3.
Konversi tanah ex adat
4.
Kinversi tanah ex BW : hak eigendom,
hak opstal, hak erfacht
5.
Karena perjanjian, pemilik HM dan
seseorang untuk menimbulkan hak guna bangunan
4. Hak Pakai
1) Hak pakai keperdataan
Hak untuk menggunakan dan memungut hasil dari tanah yang dikuasainegara/
tanah yang dikuasai seseorang dengan hak milik
Subjeknya : WNI, Badan Hukum Indonesia, orang asing penduduk Indonesia (pasal
39 PP 40/ 1996), badan hukum asing yang mempunyai manfaat bagipenduduk
Indonesia dan badan hukum asing yang ada ijin operasional
Dapat dialihkan ; dapat menjadi objek tanggungan
Berakhirnya hak : jangka waktu berakhir, tanah musnah, dicabut untuk kepentingan
umum, ditelantarkan
Jangka waktu :
• Tidak jelas ( pasal 41-43 UUPA)
• PMDN 6/1972 = 10 tahun
• Pasal 45 PP 40/ 1996 -25 tahun dengan perpanjangan 20 tahun
• Hak pakai di atas hak milik = 25 tahun dengan pembaharuan 25 tahun
• PMDN 6/1972 = 10 tahun
• Pasal 45 PP 40/ 1996 -25 tahun dengan perpanjangan 20 tahun
• Hak pakai di atas hak milik = 25 tahun dengan pembaharuan 25 tahun
2) Hak pakai khusus:
Hak milik mempergunakan tanh untuk pelaksanaan tugas yang berasal
daritanah yang dikuasai negara.
Subjeknya ialah departemen, LPND, PEMDA, perwakilan negara asing,lembaga
keagamaan, dan lembaga sosial (Lembaga pemerintah nondepartemen).
Tidak dapat dialihkan : Tidak dapat dijadikan objek hak tanggungan
Berakhirnya hak: Jika tidak dapat dipergunakan lagi kembali kepada
negara.
Jangka waktu : Tidak terbatas selama masih dipergunakan (pasal 45 ayat 1
PP. 40 tahun1996).
Hak-hak sementara
a. Pengertian
Hak-hak yang bersifat sementara dikatakan sementara karena
mengandungsifat-sifat yang bertentangan dengan UUPA (mengandung unsur
pemerasan). Maka hal-hal tersebut diusahakan agar dapat dihapus dalamwaktu
singkat, sebelum ada peraturan-peraturan yang baru, sementaraketentuan yang
sudah ada dianggap masih berlaku.
Hak-hak tersebut adalah:
1.
Hak Usaha Bagi Hasil, berasal dari
hukum adat “hak menggarap”, yaituhak seseorang untuk mengusahakan pertanian
diatas tanah milik oranglain dengan perjanjian bahwa hasilnya akan dibagi bagi
kedua belah pihak berdasarkan perjanjian. Diatur dalam Undang-Undang No.2 tahun
1960 tentang perjanjian bagi hasil, Permenag No. 8 tahun 1964, Inpres No.13 tahun
1980.
2.
Hak Gadai, berasal dari hukum adat
“Jual Gadai”, yaitu penyerahan sebidang tanah oleh pemilik kepada pihak lain
dengan membayar uangkepada pemilik tanah dengan perjanjian, bahwa tanah itu akandikemalikan
apabila pemilik mengembalikan uang kepada pemegang tanah. Hal itu diatur lebih
lanjut dalam Undang-Undang No.56/ Prp/1960 tentang penetapan luas tanah
pertanian, pasal 7 : “Barang siapa menguasai tanah pertanian dengan hak gadai,
sudah berlangsung 7 tahun atau lebih, wajjib mengembalikan tanah itu kepada
pemiliknya dalam waktu sebulan stelah tanaman selesai dipanen. Dengan tidak ada
hak untuk menuntut pembayaran uang tebusan.”
3.
Hak Menumpang, yaitu hak yang
mengizinkan seseorang untuk mendirikan serta untuk menempati rumah diatas tanah
pekarangan oranglain dengan tidak membayar kepada pemilik pekarangan tersebut,
sepertihak pakai, tetapi sifatnya sangat lemah, karena setiap saat pemilik
dapatmengambil kembali tanahnya.
4.
Hak Sewa Tanah Pertanian, bersifat
sementara karena berkaitan denganpasal 10 ayat 1 UUPA yang menghendaki setiap
orang atau badan hukumyang mempunyai suatu hak atas tanah pertanian. Pada
asasnyadiwajibkan mengerjakan atau mengusahakan sendiri secara aktif dengancara
mencegah cara pemerasan.
B.
Contoh Kasus Sengketa Lahan dan Cara Penanganannya
Waktu itu, si A, si B, dan si C membeli tanah-tanah girik dari warga
Udik. Seluruh tanah ini mencapai luas 78 hektar dan kemudian dijual dengan
harga Rp300 per meter persegi ke perusahaan properti.
Masalah muncul ketika pihak perusahaan menuduh tiga mandor itu
belakangan membuat girik palsu dan menjual lagi tanah tersebut ke beberapa
pihak. Kasus pemalsuan girik ini ditemukan oleh Operasi Pemulihan Keamanan dan
Ketertiban . Dalam proses pemeriksaan, tiga mandor tadi mengaku menjual lagi
girik tersebut kepada beberapa perusahaan. Di antaranya ke pemerintah daerah
sekitar seluas 15 hektare, kepada PT Intercone (2 hektare) dan PT Copylas (2,5
hektare), serta kepada BRI seluas 3,5 hektar. Sang mandor divonis hukuman
setahun penjara oleh pihak pengadilan. Berbekal putusan pidana itu, pihak
perusahaan kemudian menggugat perdata ketiga mandor tersebut. Ketika itu,
Pengadilan meletakkan sita jaminan terhadap tanah seluas 44 hektare yang diklaim
milik Porta. Gugatan ini sempat ditolak di tingkat pertama dan banding. Namun,
kemudian, nasib berbalik memihak Porta ketika perkara sampai di Mahkamah Agung.
Mahkamah memenangkan Porta. Putusan perkara pidana dan bukti jual-beli yang
jadi pegangan putusan kasasi.
Meskipun bukan pihak yang bersengketa, warga kini berusaha melawan
putusan Mahkamah Agung dengan mengajukan gugatan perlawanan hukum ke Pengadilan.
Warga juga berusaha menghalangi eksekusi dengan mengadukan Portanigrake polisi
karena adanya sejumlah kejanggalan di berkas perkara. Kejanggalan itu di
antaranya menyangkut domisili perusahaan tersebut d iDuta Merlin yang ternyata
kosong dan nomor wajib pajak ganda atas nama Portanigra. Portanigra sendiri
kini menunggu upaya Dewan Perwakilan Rakyat mencarisolusi untuk tak merugikan
pihak ketiga atau warga dalam sengketa tanah tersebut. Badan Pertanahan yang
disebut-sebut ikut punya andil membuat masalah ini jadi kisruh sepertinya malah
tak diganggu gugat. Padahal jika dokumen tanah berupa hak girik dipegang PT
Portanigra dan tanah tersebut berstatus sengketa, mestinya ribuan warga itu tak
bisa memiliki sertifikat hakmilik. Mestinya BPN tidak mengeluarkan dokumen
kepemilikan tanah di ataslahan yang terlibat sengketa. Nasi telah menjadi
bubur. BPN mengeluarkan sertifikat itu dan kini jadi masalah.
“Girik sebagaimana dimaksud diatas tadi, sebenarnya bukanlah merupakan bukti hak kepemilikan hak atas tanah. Tapi sebagian masyarakat kita masih mengartikan bahwa dengan adanya girik tersebut berarti status tanah ybs sudah berstatus hak milik. Tanah dengan status girik adalah tanah bekas hak milik adat yang belum di daftarkan pada Badan Pertanahan Nasional. Jadi girik bukanlah merupakan bukti kepemilikan hak, tetapi hanya merupakan bukti penguasaan atas tanah dan pembayaran pajak atas tanah tersebut.”
“Girik sebagaimana dimaksud diatas tadi, sebenarnya bukanlah merupakan bukti hak kepemilikan hak atas tanah. Tapi sebagian masyarakat kita masih mengartikan bahwa dengan adanya girik tersebut berarti status tanah ybs sudah berstatus hak milik. Tanah dengan status girik adalah tanah bekas hak milik adat yang belum di daftarkan pada Badan Pertanahan Nasional. Jadi girik bukanlah merupakan bukti kepemilikan hak, tetapi hanya merupakan bukti penguasaan atas tanah dan pembayaran pajak atas tanah tersebut.”
Analisis kasus
Perspektif legal
Kasus Meruya sebenarnya adalah persoalan pidana antara PT Porta
Nigradengan Juhri CS. PT Porta Nigra yang dalam hal ini dirugikan
denganpenipuan yg dilakukan Juhri CS dalam proses pengambilalihan lahan
diMeruya. Secara legal, tanah yang dibeli Porta Nigra dari Juhri CS
belumberalih karena dasar hukum atas tanah tersebut, dalam hal ini
girikdinyatakan palsu oleh pengadilan pidana dan berdasarkan putusanpengadilan
negeri dimusnahkan.
Selain itu, dalam proses peralihan hak atas tanah, PT.Portanigra sebagai
perusahaan developer melakukan kesalahan karena tidak melakukan transaksi beli
tanah sesuai aturan dan tidak mengurus sertifikat pasca transaksi maka Porta
Nigra belum dapat disebut sebagai pemilik secarayuridis atas tanah tersebut.
Perspektif yurisdiksi
Putusan Mahkamah Agung untuk melakukan eksekusi tanah di Meruyamemang
patut dipertanyakan karena penerbitan sertifikat tanah adalahputusan dari BPN
(pejabat negara). jadi, yang dapat mempertanyakansertifikat tersebut adalah
peradilan Tata Usaha Negara. Seharusnya putusandari MA adalah memaksa Juhri CS
untuk mengganti kerugian akibatpenipuan yang dilakukannnya dan bukan
menyerahkan tanah yg menjadiobjek jual beli pada awalnya. terlebih secara hukum
proses peralihan hakatas tanah tersebut belum terjadi. Atau setidaknya tidak
ada dokumen hukumyang menunjukkan hal tersebut.
BAB IV
KESIMPULAN
Hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang yang mempunyai
hak untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanahtersebut. Di dalam
pelaksanaannya banyak terdapat masalah-masalah akibatketidaktahuan atau
ketidakmengertian masyarakat terhadap hak-hak atas tanah.
Masalah tanah bagi manusia seperti tidak ada habisnya karena
tanahmempunyai arti yang sangat penting dalam penghidupan manusia. Oleh karena
itu sangat penting bagi kita untuk mengetahui dan mengertimengenai hak-hak atas
tanah agar kejadian-kejadian persengketaan tanahseperti kasus
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar