Rabu, 05 Agustus 2020

MAKALAH TENTANG PELANGGARAN PAJAK Kasus PT Asian Agri Group


KATA PENGANTAR

 

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas rahmat-Nya yang telah dilimpahkan kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Pelanggaran Pajak” .

Dalam menyelesaikan makalah ini. Kelompok kami banyak mendapat bantuan dan masukan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,dalam kesempatan ini kami ingin menyampaikan terima kasih kepada Dosen mata kuliah yang telah memberikan tugas mengenai Pelanggaran Pajak” sehingga pengetahuan kami makin bertambah dan hal ini sangat bermanfaat bagi kami di kemudian hari.

Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini sangat jauh dari kesampurnaan, namun demikian telah memberikan manfaat bagi kami . Akhir kata berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Kritik dan saran yang bersifat membangun akan kami terima dengan senang hati.

 

 

Penulis    

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR ISI

 

 

Kata Pengantar ................................................................................................... i

Daftar Isi ............................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1

A.     Latar Belakang .................................................................................. 1

B.      Rumusan Masalah .............................................................................. 2

C.      Tujuan ................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN................................................................................... 3

BAB III PENUTUP........................................................................................... 9

A.    Kesimpulan ........................................................................................ 9

B.     Saran .................................................................................................. 9

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 10

 

 

 


BAB I

PENDAHULUAN

 

A.    Latar Belakang

Pajak merupakan sumber penerimaan  Negara disamping penerimaan dari sumber migas dan non migas. Dengan posisi yang sedemikian penting itu pajak merupakan penerimaan strategis yang harus dikelola dengan baik oleh negara. Dalam struktur keuangan Negara tugas dan fungsi penerimaan pajak dijalankan oleh Direktorat Jenderal Pajak dibawah Departemen Keuangan Republik Indonesia.Dari tahun ke tahun telah banyak dilakukan berbagai kebijakan untuk meningkatkan penerimaan pajak sebagai sumber penerimaan Negara. Kebijakan tersebut dapat dilakukan melalui penyempurnaan undang-undang, penerbitan peraturan perundang-undangan baru dibidang perpajakan, guna meningkatkan kepatuhan wajib pajak  maupun menggali sumber hukum pajak lainnya Berbagai upaya yang dilakukan belum menunjukkan perubahan yang signifikan bagi penerimaan Negara. Bahkan kondisi ini makin diperparah pada tahun 1997 dengan terjadinya krisis ekonomi bahkan krisis multi dimensi yang sampai sekarang ini belum terselesaikan di Indonesia.

Pada umumnya dinegara berkembang, penerimaan pajaknya yang terbesar berasal dari pajak tidak langsung, Hal ini disebabkan Negara berkembang golongan berpenghasilan tinggi lebih rendah persentasenya. Namun dalam hal ini masih saja banyak terjadi pengusaha yang menghindarkan diri dari pajak atau dalam arti lainnya melakukan penyelewengan pajak dimana penghindaran diri dari pajak ini bisa saja di sebut dengan pelanggaran undang undang dan resikonya dapat merugikan negara selain itu juga masih banyak terjadi kasus penggelapan pajak yang masih bisa lolos dari jerat hukum dan mengambang kasusnya dikarenakan aparat penegak hukum kita tidak tegas dan sungguh-sungguh dalam menegakkan keadilan malah berusaha menyiasati hukum dengan segala cara tidak lain tidak bukan tujuannya adalah untuk melindungi tersangka mafia pajak. Dalam hal ini kami akan membahas mengenai salah kasus penggelapan pajak yang dilakukan oleh PT Asian Agri Group.

 

B.     Rumusan Masalah

1.             Bagaimana Kasus Kecurangan Pajak yang dilakukan oleh  PT Asian Agri Group ?

2.             Bagaimana penyelesaiannya ?

 

C.    Tujuan

1.             Untuk Mengetahui Pelanggaran Pajak yang dilakukan oleh  PT Asian Agri Group

2.             Untuk mengetahui bagaimana penyelesaiannya

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Lembaga Pemerintah yang mengelola perpajakan negara di Indonesia adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang merupakan salah satu direktorat jenderal yang ada di bawah naungan Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Dalam pembahasan ini ada satu contoh kasus pelanggaran pajak, yaitu :

Kasus PT Asian Agri Group

PT Asian Agri Group (AAG) adalah salah satu induk usaha terbesar kedua di Grup Raja Garuda Mas, perusahaan milik Sukanto Tanoto. Menurut majalah Forbes, pada tahun 2006 Tanoto adalah keluarga paling kaya di Indonesia, dengan kekayaan mencapai US$ 2,8 miliar (sekitar Rp 25,5 triliun).  Selain PT AAG, terdapat perusahaan lain yang berada di bawah naungan Grup Raja Garuda Mas, di antaranya: Asia Pacific Resources International Holdings Limited (APRIL), Indorayon, PEC-Tech,  Sateri International, dan Pacific Oil & Gas.Secara khusus, PT AAG memiliki 200 ribu hektar lahan sawit, karet, kakao di Indonesia, Filipina, Malaysia, dan Thailand. Di Asia, PT AAG merupakan salah satu penghasil minyak sawit mentah terbesar, yaitu memiliki 19 pabrik yang menghasilkan 1 juta ton minyak sawit mentah – selain tiga pabrik minyak goreng.

 

Awal Mula Kasus

Terungkapnya dugaan penggelapan pajak oleh PT AAG, bermula dari aksi Vincentius Amin Sutanto (Vincent) membobol brankas PT AAG di Bank Fortis Singapura senilai US$ 3,1 juta pada tanggal 13 November 2006. Vincent saat itu menjabat sebagai group financial controller di PT AAG – yang mengetahui seluk-beluk keuangannya. Perbuatan Vincent ini terendus oleh perusahaan dan dilaporkan ke Polda Metro Jaya. Vincent diburu bahkan diancam akan dibunuh. Vincent kabur ke Singapura sambil membawa sejumlah dokumen penting perusahaan tersebut. Dalam pelariannya inilah terjadi jalinan komunikasi antara Vincent dan wartawan Tempo.

Pelarian VAS berakhir setelah pada tanggal 11 Desember 2006 ia menyerahkan diri ke Polda Metro Jawa. Namun, sebelum itu, pada tanggal 1 Desember 2006 VAS sengaja datang ke KPK untuk membeberkan permasalahan keuangan PT AAG yang dilengkapi dengan sejumlah dokumen keuangan dan data digital.Salah satu dokumen tersebut adalah dokumen yang berjudul “AAA-Cross Border Tax Planning (Under Pricing of Export Sales)”, disusun pada sekitar 2002. Dokumen ini memuat semua persiapan transfer pricing PT AAG secara terperinci.

Modusnya dilakukan dengan cara menjual produk minyak sawit mentah (Crude Palm Oil) keluaran PT AAG ke perusahaan afiliasi di luar negeri dengan harga di bawah harga pasar – untuk kemudian dijual kembali ke pembeli riil dengan harga tinggi. Dengan begitu, beban pajak di dalam negeri bisa ditekan. Selain itu, rupanya perusahaan-perusahaan luar negeri yang menjadi rekanan PT AA sebagian adalah perusahaan fiktif.

Pembeberan Vincent ini kemudian ditindaklanjuti oleh KPK dengan menyerahkan permasalahan tersebut ke Direktorat Pajak – karena memang permasalahan PT AAG tersebut terkait erat dengan perpajakan. Menindaklanjuti hal tersebut, Direktur Jendral Pajak, Darmin Nasution, kemudian membentuk tim khusus yang terdiri atas pemeriksa, penyidik dan intelijen. Tim ini bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Kejaksaan Agung. Tim khusus tersebut melakukan serangkaian penyelidikan – termasuk penggeladahan terhadap kantor PT AAG, baik yang di Jakarta maupun di Medan.

Berdasarkan hasil penyelidikan  tersebut (14 perusahaan diperiksa), ditemukan Terjadinya penggelapan pajak yang berupa penggelapan pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN). Selain itu juga “bahwa dalam tahun pajak 2002-2005, terdapat Rp 2,62 triliun penyimpangan pencatatan transaksi. Yang berupa menggelembungkan biaya perusahaan hingga Rp 1,5 triliun. mendongkrak kerugian transaksi ekspor Rp 232 miliar. mengecilkan hasil penjualan Rp 889 miliar. Lewat modus ini, Asian Agri diduga telah menggelapkan pajak penghasilan untuk badan usaha senilai total Rp 2,6 triliun. Perhitungan SPT Asian Agri yang digelapkan berasal dari SPT periode 2002-2005. Hitungan terakhir menyebutkan penggelapan pajak itu diduga berpotensi merugikan keuangan negara hingga Rp 1,3 triliun.

Dari rangkaian investigasi dan penyelidikan, pada bulan Desember 2007 telah ditetapkan 8 orang tersangka, yang masing-masing berinisial ST, WT, LA, TBK, AN, EL, LBH, dan SL. Kedelapan orang tersangka tersebut merupakan pengurus, direktur dan penanggung jawab perusahaan. Di samping itu, pihak Depertemen Hukum dan HAM juga telah mencekal 8 orang tersangka tersebut.

 

Kajian Hukum Sebuah Kasus

Dalam  persidangan di Pengadilan  Negeri Jakarta Pusat, ternyata diketahui bahwa Majelis Hakim Pengadilan menolak eksepsi dari Manajer Asian Agri Group yang diwakili oleh Pengacaranya. Eksepsi yang disampaikan Pengacara Asian Agri Group pada dasarnya menegaskan bahwa penyelesaian kasus dugaan penyelewengan pajak merupakan kewenangan Pengadilan Pajak karena merupakan persoalan atau sengketa pajak yang sudah diatur dalam undang-undang pajak.

Sengketa pajak yang muncul sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang tidak memuaskan Wajib Pajak harus diupayakan penyelesaiannya secara baik, sederhana, murah, dan cepat. Artinya, ada jalan penyelesaian secara kekeluargaan dengan musyawarah antara kedua belah pihak yang bersengketa dan tetap memperhatikan peraturan perpajakan.

Namun, Majelis Hakim menolak eksepsi Pengacara Asian Agri Group dan berpendapat bahwa kasus Asian Agri Group bukan merupakan sengketa pajak karena tidak adanya surat ketetapan pajak yang diterbitkan oleh  Direktorat Jenderal Pajak. Kalau sengketa pajak akan ada upaya hukum untuk menyelesaikannya, yaitu melalui upaya hukum  keberatan. Oleh karenanya, kasus Asian Agri Group bisa diadili oleh Pengadilan Negeri.

Penolakan eksepsi inilah yang perlu mendapat kajian apakah benar argumentasi hukum yang dibangun Majelis Hakim hingga kasus dugaan penggelapan pajak bisa dipidana karena tidak adanya surat ketetapan pajak yang diterbitkan Direktorat Jenderal Pajak sebagai dasar adanya sengketa pajak. Kalau permasalahan pajak dibawa dalam ranah hukum  pidana, tentu menjadi kontradiktif terkait proses administrasi pajak yang tujuan utamanya mengumpulkan uang pajak. Pilihan memidanakan Wajib Pajak atau memprioritaskan penerimaan tentu menjadi politik kepentingan pemerintah. Untuk itu, kajian komprehensif pemidanaan atas pajak, patut menjadi perhatian serius agar tidak terjadi keresahan terus menerus di kalangan dunia usaha dan pegawai pajak.

Seperti diuraikan diatas, dalam banyak literatur disebutkan bahwa hukum pajak tergolong sebagai hukum publik, termasuk hukum administrasi/tata usaha negara. Jalur hukum administrasi (hukum pajak) mempunyai cara penyelesaiannya sendiri sesuai dengan aturan yang sudah ditegaskan dalam  undang-undang pajak yang mengaturnya. Jika seperti itu, menyelesaikan persoalan administrasi pajak dengan cara pidana menjadi kontradiktik ketika negara membutuhkan dana pajak sebagai sumber pembiayaan pembangunan yang tiap tahun jumlahnya terus naik (meningkat). Persoalan memidana Wajib Pajak jelas membawa keresahan tersendiri bagi pelaku dunia usaha. Artinya, pelaku usaha menjadi takut dipidana ketika persoalan penghitungan pajak yang cukup rumit akan dipersoalkan menjadi persoalan berindikasikan tindak pidana.

Pendapat pakar hukum dalam kasus Asian Agri Group di atas, menarik untuk dikaji dan dipahami dengan baik oleh semua aparat penegak hukum terutama aparat Kepolisian, Kejaksaan, maupun Hakim. Kesamaan visi memandang pajak tidak boleh dipidana karena merupakan bagian dari hukum administrasi, harus menjadi perhatian bersama.

Hukum pajak sebagai bagian hukum tata usaha negara memang bersumber pada peristiwa perdata, yang apabila dilanggar dapat diancam dengan pelanggaran pidana. Dalam hukum pajak memuat unsur-unsur :

·           Hukum tata negara dan hukum tata usaha negara.

·           Hukum perdata;

·           Hukum pidana. Menyamakan persepsi demikian memang tidak mudah. Diperlukan satu koordinasi yang kuat. Presiden selaku pimpinan eksekutif sebaiknya memimpin proses koordinasi demikian.

Penyelesaian Kasus PT Asian Agri Grup

PT Asian Agri Group (AAG) telah diduga melakukan penggelapan  pajak (tax evasion) selama beberapa tahun terakhir sehingga menimbulkan kerugian negara senilai trilyunan rupiah. Belum lagi kelar penyidikan, berkembang wacana mengenai penyelesaian kasus itu di luar pengadilan (out of court settlement). Hal ini sangat menggelisahkan kalangan yang menginginkan tegaknya hukum dan terwujudnya keadilan, tanpa pandang bulu. Sangat ironis jika para penjahat kelas teri ditangkapi, ditembaki, disidangkan, dan dimasukkan bui, sementara itu penjahat kerah putih (white collar criminal) yang mengakibatkan kerugian besar pada negara justru dibiarkan melenggang karena kekuatan kapital nya.

Meski peraturan perundangan mengancam pelaku tindak pidana perpajakan dengan sanksi pidana penjara dan denda yang cukup berat, nyatanya masih ada celah hukum untuk meloloskan para penggelap pajak dari ketok palu hakim di pengadilan. Pasal 44B UU No.28/2007 membuka peluang out of court settlement bagi tindak pidana di bidang perpajakan. Ketentuan itu mengatur bahwa atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan. Dengan demikian, kasus berakhir (case closed) jika wajib pajak yang telah melakukan kejahatan itu telah melunasi beban pajak beserta sanksi administratif berupa denda.

Ketentuan hukum nyatanya begitu lunak dalam mengatur tindak pidana perpajakan. Peluang out of court settlement dimungkinkan bagi segala jenis tindak pidana perpajakan. Peluang itu tidak hanya berlaku untuk “Perlawanan Pasif terhadap Pajak”, yaitu perlawanan yang tidak dilakukan secara sadar atau disertai niat dari warga masyarakat untuk merintangi aparat pajak dalam melakukan tugasnya. Penghentian penyidikan dan penyelesaian di luar sidang juga berlaku untuk “Perlawanan Aktif terhadap Pajak” yang perbuatannya dilakukan lewat cara-cara ilegal dan langsung ditujukan pada fiskus/pemerintah.

Jadi, penyelesaian kasus tindak pidana perpajakan oleh Asian Agri Group meski masuk kategori “Perlawanan Aktif terhadap Pajak” sekalipun – tetap dapat diselesaikan di luar sidang pengadilan. Dengan demikian, harapan kita bergantung pada Menteri Keuangan dan Jaksa Agung sebagai pihak yang paling menentukan dalam proses penyelesaian tindak pidana perpajakan ini.

Asian Agri akhirnya benar - benar melayangkan surat keberatan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terkait Surat Ketetapan Pajak (SKP) kepada 14 anak perusahaannya. Perusahaan perkebunan sawit milik taipan Sukanto Tanoto ini melayangkan surat keberatan setelah membayar senilai Rp 969,675 miliar atau 49% dari total pajak terutang yakni mencapai Rp 1,95 triliun.

Sedari awal Asian Agri memang berniat banding atas penetapan SKP yang ditetapkan DJP. Namun mereka harus terlebih dulu membayar setengah dari total utang pajak. Asian Agri melayangkan keberatan karena menganggap SKP yang mencapai Rp 1,95 triliun tidak sesuai, sebab melebihi total keuntungan perusahaannya yang pada 2002-2005 hanya Rp 1,24 triliun. Total utang pajak plus denda Asian Agri sendiri mencapai Rp 1,959 triliun.

General Manajer Grup Asian Agri, Freddy Widjaya mengatakan, surat keberatan SKP telah disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat wajib pajak terdaftar. "Sesuai dengan jangka waktu tiga bulan sejak tanggal penerbitan SKP." ujarnya kepada KONTAN di Jakarta, Rabu (4/9).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP, Kismamtoro Petrus mengakui telah menerima surat keberatan Asian Agri pada 28 Agustus 2013. DJP wajib memberikan keputusan atas keberatan itu paling lambat dua belas bulan.

Meski keberatan, Asian Agri tetap harus membayar sisa utang pajak seperti dalam SKP. Jika Asian Agri tidak melunasi seluruh tagihan SKP setelah jatuh tempo, DJP dapatmelakukan penagihan aktif berupa teguran, penerbitan surat paksa, penyitaan dan blokir rekening hingga pelelangan aset.

 

 

 

BAB III

PENUTUP

 

A.    Kesimpulan

Seharusnya kasus sebelumnya seperti kasus seperti ini, sudah menjadi pelajaran bagi Indonesia bahwa lemahnya perhatian yang dilakukan pihak yang berwenang terhadap kasus pajak sebelumnya. Diharapkan kasus penggelapan dan kecurangan – kecurangan lain, diharapkan dapat ditindaklanjuti dengan cepat tanpa menunggu lama.

 

B.     Saran

Adapun saran yang dapat kami sampaikan mengenai kasus kecurangan pajak yaitu sebagai berikut :

1.         Pemerintah harus tegas dalam menangani kasus kecurangan pajak yang terjadi di Indonesia

2.         Penghindaran Pajak merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penerimaan Pajak Pertambahan Nilai. Dalam hal ini, seharusnya Kantor Pelayanan Pajak lebih meningkatkan kembali pengawasannya kepada para wajib pajak agar tidak melakukan hal-hal yang dianggap merugikan negara dengan tidak mengikuti peraturan undang-undang perpajakan yang ada.

3.         Penggelapan Pajak dan Penghindaran Pajak merupakan faktor yang mempengaruhi besarnya penerimaan Pajak Pertambahan Nilai. Hal ini harus menjadi perhatian lebih bagi Kantor Pelayanan Pajak dikarenakan Pajak Pertambahan Nilai merupakan penerimaan negara yang cukup besar. Maka dari itu, seharusnya Kantor Pelayanan Pajak lebih meningkatkan lagi.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

http://www.cnnindonesia.com/nasional/20161122162351-12-174492/rentetan-kasus-korupsi-yang-menjerat-pegawai-pajak/

http://tulusramdhani.blogspot.co.id/2016/09/contoh-kasus-pajak-dan-penyelesaiannya.html

 

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKALAH FORMAT REKOD BISNIS

  MAKALAH FORMAT REKOD BISNIS           Disusun Oleh : DADANG MAULANA YUSUF D4 KEARSIPAN         UNIVERSITAS...