BAB
I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Masyarakat
Kampung Naga mempunyai salah satu falsafah budaya yang dimilikinya, yaitu ‘Alam
jeung Jaman Kawulaan, Saur Elingkeun’. Dengan mencermati dan menghayati falsafah
itu, secara otomatis masyarakat mempunyai rasa kesadaran serta tanggung jawab
untuk menjalankan amanah yang diwariskan leluhur.
Kampung
Naga sebagai sebuah lokasi merupakan permukiman yang terletak di lembah subur
dengan lereng curam sebagai batas alam, dimana seratus dua belas bangunan
beratap ijuk berdiri teratur membentuk sebuah kampung tradisional di tatar
Sunda. Di balik keseragaman fisik arsitekturnya, permukiman keturunan Pangeran
Singaparana ini masih banyak mempertahankan nilai-nilai kehidupan masyarakat
tradisional yang dipegang teguh oleh masyarakatnya. Mereka bermukim sambil
mempertahankan tradisi leluhur dan mengadaptasikannya dengan pengaruh baru dari
nilai-nilai zaman modern.
Pada
alam yang puitik ini, Kampung Naga, kampung orang-orang sederhana di tepi
Sungai Ciwulan dihuni oleh seratus delapan kepala keluarga. Seratus delapan
kepala keluarga dengan jumlah penduduk tiga ratus sebelas jiwa. Jumlah bangunan
yang ada sebanyak seratus dua belas bangunan dengan rincian, rumah tinggal
penduduk seratus sembilan bangunan, sebuah balai pertemuan, sebuah masjid, dan
sebuah lumbung padi.
Saat ini kita berada dalam era
modernisasi dengan segala aspek yang dimilikinya progresivitas tidak bisa
dihindari. Tradisionalitas permukiman yang ada di Kampung Naga yang masih
memegang adat leluhurnya merupakan fenomena yang menarik untuk dipelajari dan
diamati pada era modernitas, khususnya oleh kita sebagai peneliti dan perancang
kota serta desa.
B. Tujuan Pembahasan
Maksud
dan tujuan dibuatnya laporan ini adalah :
1. Mengetahui
kebudayaan masyarakat Kampung Naga
2. Menggali
dan mengkaji aspek fisik, sosial budaya di Kampung Naga
C. Ruang Lingkup dan Substansi
1
|
Substansi yang akan dibahas
adalah masalah-masalah yang berhubungan dengan sistem sosial budaya masyarakat
sebagai masyarakat yang berbudaya lokal dan impilkasinya terhadap penataan
ruang.
Sistem sosial budaya yang akan
dikaji meliputi aspek:
a.
sistem
budaya
b.
sistem
sosial
c.
sistem/wujud
artifak ruang sebagai ekspresi dari sistem soasial budaya Kampung Naga
D. Metodologi
Sumber
Data
Adapun
untuk memperoleh data dan informasi sistem sosial budaya ini dapat dilakukan sumber-sumber
yang berkaitan dengan penelitian dari buku- buku, artikel, dan internet
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Gambaran Kehidupan Masyarakat Kampung Naga
Sejarah Berdirinya
Masyarakat Kampung Naga
Sejarah
asal usul Kampung Naga menurut salah satu versi nya bermula pada masa kewalian
Syeh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati, seorang abdinya yang bernama
Singaparana ditugasi untuk menyebarkan agama Islam ke sebelah barat. Kemudian
ia sampai ke daerah Neglasari yang sekarang menjadi Desa Neglasari, Kecamatan
Salawu, Kabupaten Tasikmalaya. Di tempat tersebut, Singaparana oleh masyarakat
Kampung Naga disebut Sembah Dalem Singaparana. Suatu hari ia mendapat ilapat
atau petunjuk harus bersemedi. Dalam persemediannya Singaparana mendapat
petunjuk, bahwa ia harus mendiami satu tempat yang sekarang disebut Kampung Naga.
Kondisi dan Letak Geografis Wilayah
Masyarakat Kampung Naga
Kampung
Naga merupakan suatu perkampungan yang dihuni oleh sekelompok masyarakat yang
sangat kuat memegang adat istiadat peninggalan leluhurnya .Secara
administrstif, Kampung Naga berada di wilayah Desa Neglasari, Kecamatan Salawu,
Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Lokasi Kampung Naga tidak jauh dari
jalan raya yng menghubungkan kota Garut dengan Kota Tasikmalaya, yang berada di
lembah yang subur.
Adapun Batas
wilayahnya adalah:
1.
Di sebelah barat adalah hutan keramat yang didalamnya
terdapat makam leluhur masyarakat Kampung Naga
2.
Di sebelah selatan sawah-sawah penduduk
3.
Disebelah uatara dan timur dibatsi oleh sungai Ciwulan
yang sumber airnya berasal dari Gunung Cikuray di daerah Garut
Jarak tempuh dari kota Tasikmalaya ke Kampung Naga sekitar 30 Km, sedangkan
dari Kota Garut jaraknya +26 Km. Untuk mencapai perkampungan ini tidaklah
terlalu sulit. Untuk menuju Kampung Naga dari arah jalan raya Garut-Tasikmalaya
harus menuruni tangga yang sudah di tembok (Sunda sengked) sampai ketepi Sungai
Ciwulan dengan kemiringan sekitar45 derajat dengan jarak kira-kira 500 meter.
Kemudian melalui jalan setapak menyusuri Sungai Ciwulan sampai kedalam Kampung
Naga
3
|
Perkembangan Penduduk Kampung Naga
Berdasarkan hasil observasi dan sensus penduduk tahun 2004 masyarakat Naga
berpenduduk kurang lebih 326 jiwa, yang terdiri dari 106 kepala keluarga.
Populasi kampung naga ini terus berkurang. Hal tersebut berarti bahwa jumlah
penduduk perlahan makin kecil. Banyak orang muda yang pergi untuk mencari pekerjaan
di tempat lain seperti Tasikmalaya, Bandung, Bogor dan Jakarta. Kuncen atau
tetua kampung berkata, dulu ada 347 orang pada tahun 1979, 10 tahun kemudian
ada 329 dan tahun 1991 hanya 319 orang yang terdiri atas kira-kira 100
keluarga. Penduduk Kampung Naga menganut agama Islam, yang dikombinasikan
dengan kebudayaan setempat warisan dari nenek moyang dulu. Jumlah keseluruhan
penduduk sekitar 326 orang.
Sistem Kemasyarakatan
Dalam system
kekerabatan masyarakat kampung naga menganut sistem Bilateral, yang artinya
menarik keturunan dari garis ibu dan ayah. Sedang untuk sistem pemerintahan
sendiri masyarakat kampung naga tetap mengakui adanya sistem kemasyarakatan
Formal dan Non-formal.
Dalam
sistem formal meliputi kepala RT dan Kepala Dusun dan semua unsur yang terkait
didalamnya, termasuk sistem pemerintahan. Dalam sistem Non-formal, masyarakat
kampung naga mengenal dan mengakui adanaya Kuncen (juru kunci) sebagi pemangku
adat. Ada juga Punduh yang berfungsi mengurusi masyarakat dalam kerja
sehari-hari. Dirinya bertindak sebagai pengayom masyarakat apabila ada kegiatan
kemasyarakatan. Begitupula dengan bidang keagaman yang diusus oleh Leube.
Dirinya punya wewenag dan tanggungjawab dalam mengurus masyarakat pada masalah
keagamaan dan hal lain yang terkait dengan agama.
B. Karakteristik wilayah Kampung Naga dilihat
dari:
Masyarakat
Kampung Naga merupakan masyarakat yang masih menggunakan peralatan ataupun
perlengkapan hidup yang sederhana, non-teknologi yang kesemua bahannya tersedia
di alam. Seperti untuk memasak yang masih menggunakan tungku dengan bahan bakar
menggunakan kayu bakar untuk membajak sawah mereka tidak menggunakan traktor
melainkan menggunakan cangkul. Dan masih banyak hal lainnya yang pasti
masyarakat Kampung Naga tidak menggunakan peralatan canggih berteknologi tinggi
dikarenakan tak adanya listrik.
2.
Sistem Perekonomian Masyarakat Kampung Naga
Dalam
sistem perekonomian kami fokuskan kepada mata pencaharian dimana mata
pencaharian warga Kampung Naga bermacam-macam mulai dari pokok yaitu bertani,
menanam padi sedangkan mata pencaharian sampingannya adalah membuat kerajinan,
beternak dan berdagang.
Gambar
3.1 Mata Pencahariam Masyarakat Kampung Naga
3.
Sistem Bahasa
Dalam berkomunikasi warga Kampung Naga
mayoritas menggunakan bahasa Sunda asli, ada pula yang menggunakan bahasa
Indonesia biasanya para pemandu wisata lokal maupun bayaran non-Kampung Naga.
Itu pun apabila bercakap-cakap dengan para wisatawan dari Kabupaten dan Kota
Tasikmalaya maupun dari luar Jawa Barat.
4. Sistem Pendidikan ( Ilmu
Pengetahuan )
Tingkat
Pendidikan masyarakat Kampung Naga mayoritas hanya mencapai jenjang pendidikan
sekolah dasar, tapi adapula yang melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih
tinggi itupun hanya minoritas.
5.
Sistem Politik
Dalam
sistem politik di tekankan pada penyelesaian masalah di pimpin oleh ketua
adat yaitu dengan cara bermusyawarah untuk mufakat dimana hasi yang diperoleh
adalah merupakan hasil mufakat yang demokratis dan terbuka.
6.
Sistem Hukum
Seperti
kebanyakan kampung adat lainnya, masyarakat Sanaga juga memiliki aturan hukum
sendiri yang tak tertulis namun masyarakat sangat patuh akan keberadaan
aturan tersebut. Kampung Naga memang memiliki Larangan namun tidak memiliki
banyak aturan. Prinsip yang mereka anut adalah Larangan, Wasiat dan Akibat.
Sistem
hukum di kampung Naga hanya berlandaskan kepada kata pamali, yakni
sesuatu ketentuan yang telah di tentukan oleh nenek moyang Kampung Naga yang
tidak boleh di langgar. Sanksi untuk pelanggaran yang dilakukan tidaklah jelas,
mungkin hanyalah berupa teguran, karena masyarakat Sanaga memegang prinsip
bahwa siapa yang melakukan pelanggaran maka dia sendiri yang akan menerima
akibatnya.
7. Sistem Kepercayaan ( Religi )
Penduduk
Kampung Naga Mengaku mayoritas adalah pemeluk agama islam, akan tetapi
sebagaimana masyarakat adat lainnya mereka juga sangat taat memegang
adat-istiadat dan kepercayaan nenek moyangnya.
Menurut
kepercayaan masyarakat Kampung Naga, dengan menjalankan adat-istiadat warisan
nenek moyang berarti menghormati para leluhur atau karuhun. Segala sesuatu yang
datangnya bukan dari ajaran karuhun Kampung Naga, dan sesuatu yang tidak
dilakukan karuhunnya dianggap sesuatu yang tabu. Apabila hal-hal tersebut
dilakukan oleh masyarakat Kampung Naga berarti melanggar adat, tidak
menghormati karuhun, hal ini pasti akan menimbulkan malapetaka.
Masyarakat
Kampung Naga pun masih mempercayai akan takhayul mengenai adannya makhluk gaib
yang mengisi tempat – tempat tertentu yang dianggap angker.
Gambar 3.2.2 Agama Islam Agama Mayoritas di Kampung
Naga
Kepercayaan
masyarakat Kampung Naga kepada mahluk halus masih dipegang kuat. Percaya
adanya jurig cai, yaitu mahluk halus yang menempati air atau sungai
terutama bagian sungai yang dalam (“leuwi”). Kemudian “ririwa” yaitu
mahluk halus yang senang mengganggu atau menakut-nakuti manusia pada malam
hari, ada pula yang disebut “kunti anak” yaitu mahluk halus
yang berasal dari perempuan hamil yang meninggal dunia, ia suka mengganggu
wanita yang sedang atau akan melahirkan. Sedangkan tempat-tempat yang dijadikan
tempat tinggal mahluk halus tersebut oleh masyarakat Kampung Naga disebut
sebagai tempat yang angker atau sanget. Demikian juga tempat-tempat
seperti makam Sembah Eyang Singaparna, Bumi ageung dan masjid merupakan
tempat yang dipandang suci bagi masyarakat Kampung Naga
8. Sanksi
Seperti kebanyakan kampung adat lainnya, masyarakat
Sanaga juga memiliki aturan hukum sendiri yang tak tertulis namun
masyarakat sangat patuh akan keberadaan aturan tersebut. Kampung Naga memang
memiliki Larangan namun tidak memiliki banyak aturan. Prinsip yang mereka anut
adalah Larangan, Wasiat dan Akibat.
Sistem hukum di kampung Naga hanya berlandaskan kepada
kata pamali, yakni sesuatu ketentuan yang telah di
tentukan oleh nenek moyang Kampung Naga yang tidak boleh di langgar. Sanksi
untuk pelanggaran yang dilakukan tidaklah jelas, mungkin hanyalah berupa
teguran, karena masyarakat Sanaga memegang prinsip bahwa siapa yang melakukan
pelanggaran maka dia sendiri yang akan menerima akibatnya.
Tabu, pantangan atau pamali bagi masyarakat Kampung
Naga masih dilaksanakan dengan patuh khususnya dalam kehidupan sehari-hari,
terutama yang berkenaan dengan aktivitas kehidupannya.pantangan atau pamali
merupakan ketentuan hukum yang tidak tertulis yang mereka junjung tinggi dan
dipatuhi oleh setiap orang. Misalnya tata cara membangun dan bentuk rumah,
letak, arah rumah,pakaian upacara, kesenian, dan sebagainya.
Bab III
Simpulan dan Rekomendasi
A. Simpulan
Kampung
Naga adalah suatu perkampungan adat yang masih betahan di Jawa Barat selain
Baduy. Kampung ini masih tetap bertahan dengan segala adat istiadat, kebiasaan,
serta aturan-aturan mereka dan menutup segala aktivitas mereka dari alur
modernisasi. Mereka mempercayai aturan yang turun-menurun dari leluhurnya, dan
mereka yakin dengan aturan tersebut. Kampung Naga tidak mengikuti alur
modernisasi karena menjaga kesenjangan sosial di dalam kehidupan
sehari-harinya, karena modernisasi ditakutkan akan mengubah kebudayaan yang
telah lama di anut oleh kampung Naga.
Penataan
lingkungan di kampung Naga, mencerminkan suatu pola pikir ke depan atau yang
disebut dengan pembangunan lingkungan berkelanjutan
B. Rekomendasi
1. Kampung Naga sebaiknya
dapat di jadikan aset wisata di Jawa Barat yang berhubungan dengan Budaya.
2. Adat
istiadat kampung Naga harus dihargai pemerintah, agar dipandang oleh dunia,
karena jarang kampung-kampung di Indonesia yang masih menjaga keutuhan dari
budaya yang di turunkan oleh leluhurnya.
3. Serta patut dijadikan percontohan dalam
penataan lingkungan permukiman.
4. Mengarahkan masyarakat
kampung naga agar mau bersekolah.
5. Kampung
Naga dapat di jadikan aset wisata di Jawa Barat yang berhubungan dengan Budaya.
Adat istiadat kampung Naga harus dihargai pemerintah, agar dipandang oleh
dunia, karena jarang kampung-kampung di Indonesia yang masih menjaga keutuhan
dari budaya yang di turunkan oleh leluhurnya.
8
|
Daftar Pustaka
Lanlan, Risdina. (2012). Kampung Naga. Diakses Pada 8 April 2017 dari w.w.w. : http://lanlanrisdiana.blogspot.com/2013/03/makalah-kampung-naga.html
Aristastar. (2012). Kampung Naga. Diakses Pada 8 April 2017 dari w.w.w: http://aristastar21.wordpress.com/makalah-kebudayaan-masyarakat-kampung-naga-2/
9
|
LAMPIRAN
10
|
LEMBAR
PENGESAHAN
Laporan
Karyawisata ke Kampung Naga
ini
telah
diperiksa dan disetujui oleh :
Parigi,
April 2017
Wali Kelas, Guru Pembimbing,
Drs.
RAHDI, M.Pd. IIN SYARQIAH, S.Pd.M.Pd.
NIP. NIP.197204202006042002
Mengetahui
Kepala
SMA N 1 PARIGI,
Drs. H. SUKIRMAN M.Si
NIP.196809051994121002
i
|
KATA PENGANTAR
Assalamu ‘Alaikum Wr. Wb
Segala puji dan syukur penulis
panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga Penulis dapat menyelesaikan tugas laporan ini.
Penulis menyadari bahwa
penyusunan tugas ini tidak akan berjalan baik tanpa adanya dukungan dan bantuan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan kali ini penyusun ingin
menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1.
Guru Pembimbing yaitu Ibu Iin Syarqiah, S.Pd.M.Pd., yang
telah memberikan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan laporan ini.
2.
Teman - teman penulis yang telah memotivasi penulis untuk
menyelesaikan tugas ini.
Penulis juga berharap tugas ini
dapat bermanfaat bagi semua
kalangan. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan-kekurangan
yang terdapat dalam tugas laporan ini dikarenakan keterbatasan penulis,
karenanya penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
untuk dijadikan acuan dan bahan pertimbangan di masa yang akan datang.
Wassalamu ‘Alaikum Wr. Wb
Parigi, April
2017
Penulis
ii
|
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………………………….... i
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………….. ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………. Iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang…………………………………………………………… 1
B. Tujuan
Pembahasan……….……………………………………………. 1
C. Ruang Lingkup
dan Substansi …………………………………………. 2
D. Metodologi………………………………………………………………… 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Gambaran
Kehidupan Masyarakat Kampung Naga…………………. 3
B. Karakteristik
wilayah Kampung Naga dilihat dari:……………………. 4
BAB III SIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Simpulan
………………………………………………………………….. 8
B. Rekomendasi
…………………………………………………………….. 8
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
iii
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar