Kamis, 12 Oktober 2017

makalah STRATEGI PEMBANGUNAN DALAM MANAJEMEN PEMERINTAHAN



BAB I
PENDAHULUAN


1.1.  LATAR BELAKANG
Pemimpin bangsa untuk lima tahun ke depan telah terpilih. Banyak harapan tertumpah di pundak presiden terpilih dan wakil presiden terpilih. Apalagi di era globalisasi dengan kondisi ekonomi dunia yang belum membaik saat ini, presiden dan wakil presiden terpilih diharapkan dapat menakhodai Indonesia menuju arah yang lebih baik. Keduanya juga diharapkan untuk menjadi pengelola negara yang baik dengan menyelenggarakan good governance.
Secara teori semua orang telah memahami prinsip - prinsip pengelolaan / manajemen. Namun pada pelaksanaannya tidak selalu digunakan sebagai pedoman dalam menjalankan usaha atau organisasi, maupun pemerintahan. Indonesia telah memiliki Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2005-2025 yang terdiri dari empat tahap. Tahun 2009 merupakan tahun terakhir pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM) yang merupakan tahap pertama dari RPJP 2005-2025 (Bappenas, 2009).
Dengan demikian, di dalam makalah ini penulis mencoba untuk sedikit menguraikan bagaimana suatu pengelolaan/manajemen pemerintahan dalam berbagai rencana dan strategi pemerintah.

1.2.  TUJUAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, yakni selain sebagai salah satu tugas mata kuliah, namun juga dengan adanya bahasan ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan penulis untuk lebih memahami tentang bagaimana proses/jalannya suatu pemerintahan dengan adanya beberapa rencana strategi pembangunan dan manajemen pemerintah yang baik / good governance seperti yang diinginkan dan diharapkan oleh seluruh rakyat Indonesia.





BAB II
STRATEGI PEMBANGUNAN DALAM
MANAJEMEN PEMERINTAHAN


Apabila kita berbicara mengenai pembangunan berkelanjutan (sustainable development), maka kepedulian utamanya adalah menjawab tantangan tentang pemerataan pemenuhan kebutuhan generasi masa kini dan generasi masa mendatang. Dengan kata lain, pembangunan berkelanjutan tidak hanya diartikan semata sebagai pembangunan yang mencoba mempertemukan kebutuhan dimasa kini tanpa mengabaikan kemampuan generasi mendatang untuk dapat memenuhi kebutuhannya, tetapi juga harus dimaknai sebagai suatu pendekatan holistic, komprehensif, dan integratif.
Seperti kita ketahui, paradigma pembangunan berkelanjutan ini adalah gagasan mutakhir dalam melihat pembangunan berdasarkan hasil kesepakatan para pemimpin dunia dalam Konferensi Tingkat Tinggi Bumi (Earth Summit) di Rio de Janeiro, Brazilia tahun 1972. Sebelumya, pembangunan lebih diukur dari pertumbuhan ekonomi (economic growth) yang telah dan sedang dilaksanakan.
Berkaitan dengan hal tersebut, ada satu strategi yang dapat dikembangkan untuk mencapai ciri keberlanjutan dari sebuah pembangunan, yaitu memaksimalkan peran pemimpin-pemimpin. Pemimpin dalam konteks ini bukan hanya pemimpin yang berasal dari kalangan birokrasi, politisi maupun kelompok-kelompok swadaya masyarakat, tetapi pemimpin dalam konteks individu yang memiliki kapasitas untuk mengarahkan dan mendorong perubahan paradigma pembangunan.
Memaksimalkan peran pemimpin dalam pengelolaan pembangunan keberlanjutan di Indonesia sangat penting. Mengapa peran pemimpin menjadi sangat penting?. Jawabanya dapat dilihat secara jelas apabila kita berefleksi pada sejarah panjang budaya masyarakat Indonesia. Pemimpin adalah tokoh kunci yang dominan dan paling signifikan dalam mengakselerasi perubahan sosial.
Kepemimpinan didasarkan pada otoritas spiritual dan kekuasaan administratif. Oleh para pemimpin, dua hal tersebut dikombinasikan dan saling disesuaikan melalui berbagai cara di dalam upaya mereka mendapatkan kekuasaan. Namun demikian, salah satu faktor tambahan yang penting bagi seseorang yang ingin menjadi pemimpin adalah dukungan dari negara.
Kepemimpinan dalam konteks pembangunan berkelanjutan adalah menggunakan karaketer kepemimpinan yang menggunakan pendekatan holistik dan integratif dalam implementasinya. Pembangunan berkelanjutan di sini sangat mengutamakan keterkaitan antara manusia dan alam dalam perspektif jangka panjang. Sedangkan hingga saat ini kerangka jangka pendeklah yang mendominasi pemikiran para pengambil keputusan ekonomi.

Karakter Pemimpin dan Kepemimpinan di Indonesia
Kontak-kontak kerja yang lebih banyak di luar, menyebabkan kebutuhan para pemimpin untuk memiliki akses terhadap pengetahuan semakin meningkat. Pengetahuan ini diperlukan sebagai dasar yang penting untuk para pemimpin lokal dapat melangkah maju.
Untuk mendapatkan kualitas-kualitas yang diperlukan agar menjadi seorang pemimpin, langkah pertama yang harus diambil seseorang adalah membangun nama baik, sesuatu yang berkait erat dengan kredibilitas. Nama baik ini harus dibangun dengan memberikan jasa-jasa terbaik kita, yakni kemampuan seseorang memberi pelayanan kepada masyarakat melalui perbuatan tertentu, pemberian-pemberian, dan kemampuanya.
Apabila kita berbicara tentang pembangunan, maka sebenarnya tantangan utamanya adalah memperbaiki kualitas kehidupan.
Hasil Konferensi Tingkat Tinggi Bumi (Earth Summit) di Rio de Janeiro, Brazilia 1972, telah menyepakati perubahan paradigma pembangunan yang selama ini dilaksanakan. Sebuah perubahan yang bertumpu pada pertumbuhan ekonomi (economic growth) yang telah dan sedang dilaksanakan oleh negara-negara ketiga, menjadi pembangunan berkelanjutan yang disepakati para pemimpin dunia tersebut adalah paradigma pembangunan berkelanjutan.
Sekarang, dengan paradigma pembangunan berkelanjutan, pembangunan tidak hanya dinilai dengan tingginya PDRB atau pendapatan perkapita, tetapi diukur pula dari kesempatan mendapatkan akses yang sama antara semua pihak dalam mendapatkan sumber daya, pendidikan yang lebih baik, peningkatan kualitas kesehatan, kecukupan nutrisi, kebebasan dalam menyampaikan ekspresi, kebebasan dalam menyalurkan aspirasi politik dan lain sebagainya.
Jadi pembangunan harus mencerminkan perubahan total suatu masyarakat atau penyesuaian sistem sosial secara keseluruhan, tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dasar dan keinginan individual maupun kelompok-kelompok sosial yang ada di dalamnya untuk bergerak maju menuju suatu kehidupan yang serba lebih baik, secara materiil maupun spirituil (Todaro, 1997 dalam Budimanta, 2003).

2.2.   PERENCANAAN STRATEGIS (STRATEGIC PLANNING)

Perencanaan merupakan salah satu empat fungsi manajemen yang penting dan saling terkait satu sama lain. Berbicara tentang perencanaan, kita dihadapkan pada pertanyaan apakah suatu rencana berjalan dengan baik atau tidak. Pertanyaan mendasar ini kiranya aktual diajukan manakala kita melihat realitas keseharian yang menunjukkan banyaknya kegagalan akibat perencanaan yang salah dan tidak tepat. Kesalahan perencanaan dapat berada pada awal perencanaan itu sendiri ataupun pada saat proses perencanaan itu berlangsung.
Banyak perencanaan pemerintah yang gagal gara-gara apa yang direncanakan tersebut tidak mempunyai pijakan yang relevan dengan kondisi sosial budaya masyarakat. Bahkan kadang-kadang alih – alih prrgram yang dilaksanakan dapat memberdayakan masyarakat, akan tetapi pada akhirnya ternyata malah menciptakan ketergantungan masyarakat kepada pemerintah. Artinya pemerintah selalu memberikan ikan, bukan kail seperti yang sering disampaikan oleh beberapa pakar. Melihat kenyataan ini, timbul tanda tanya besar bagi perencana, kenapa hal ini terjadi. Tulisan singkat ini berusaha mendeskripsiklan kajian perencanaan dalam perspektif yang mendasar berkaitan dengan filosofi , tujuan dan proses perencanaan tanpa pretensi dapat menjelaskan semuanya.
FILOSOFI PERENCANAAN
Mengawali uraian tentang filosofi perencanaan, salah hal yang penting dikemukakan adalah definisi tentang terminologi filosofi dan perencanaan. Terbayang dalam pikiran kita, bahwa term filosofi merupakan derivasi dari kata filksafat. Secara harfiah (etismologi) filsafat perencaan terdiri dari dua filosofi atau filsafat dan perencanaan yang mengandung satu pengertian . Filosofi atau filsafat berasal dari kata Yunani yaitu : Philisophia” yang terdiri dari kata Fhilein , Philos atau philea yang berarti “ cinta “ dan kata “ Sophia” berarti kebijaksanaan atau kearifan ( Dardini 1986 : 9).
Menurut isinya, filsafat mempelajari metodologi , hakekat kebenaran dari segala sesuatu yang ada (ontologi) dan nilai – nilai (aksiologi) dari segala sesuatu hal ihwal terutama tentang manusia dan cita-citanya , lingkungannya , agamanya , kehidupannya , ideologinya , hakekat dirinya dan lain-lain sebagainya (A.R.Tahir (1992)).
Sedangkan Perencanaan menurut Abe (2001, 43) tidak lain dari susunan (rumusan) sistematik mengenai langkah (tindakan-tindakan) yang akan dilakukan di masa depan, dengan didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan yang seksama atas potensi, faktor-faktor eksternal dan pihak-pihak yang berkepentingan dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam pengertian ini, termuat hal-hal yang merupakan prinsip perencanaan, yakni : (1) apa yang akan dilakukan, yang merupakan jabaran dari visi dan misi; (2) bagaimana mencapai hal tersebut; (3) siapa yang akan melakukan; (4) lokasi aktivitas; (5) kapan akan dilakukan, berapa lama; dan (6) sumber daya yang dibutuhkan.
Bersesuaian dengan pendapat di atas, Tjokroamidjojo (1992, 12) mendefinisikan perencanaan sebagai suatu cara bagaimana mencapai tujuan sebaik-baiknya (maximum output) dengan sumber-sumber yang ada supaya lebih efisien dan efektif. Selanjutnya dikatakan bahwa perencanaan merupakan penentuan tujuan yang akan dicapai atau yang akan dilakukan, bagaimana, bilamana dan oleh siapa.
Dengan demikian, menurut Tjokroamidjojo (1992, 14) terdapat 5 (lima) hal pokok yang perlu diketahui dalam perencanaan ataupun perencanaan pembangunan, yakni :
·    Permasalahan-permasalahan pembangunan suatu negara/masyarakat yang dikaitkan dengan sumber-sumber pembangunan yang dapat diusahakan, dalam hal ini sumber-sumber daya ekonomi dan sumber-sumber daya lainnya.
·    Tujuan serta sasaran yang ingin dicapai.
·    Kebijaksanaan dan cara untuk mencapai tujuan dan sasaran rencana dengan melihat penggunaan sumber-sumbernya dan pemilihan alternatif-alternatifnya yang terbaik.
·    Penterjemahan dalam program-program atau kegiatan-kegiatan usaha yang konkrit.
·    Jangka waktu pencapaian tujuan.
Perencanaan adalah merumuskan tujuan usaha , produsen , metode dan jawdal pelaksanaannya di dalamnya termasuk ramalan tentang kondisi di masa yang akan datang dan perkiraan akibat dari rencana terhadap kondisi tersebut. Dengan demikian maka perencanaan adalah penentuan tujuan yang akan dicapai atau yang akan dilakukan , bagaimana , bilamana dan oleh siapa (Aji dan Sirait , 1982).
Jadi , hakekat dari pengertian filosofi / filsafat dan perencanaan diatas maka dengan demikian filsafat perencanaan dapat dirumuskan bahwa filsafat perencanaan adalah suatu studi tentang prinsip-prinsip dalam proses dan mekanisme perencanaaan secara radikal (mendalam), ekspansif (luas) , dan integral (menyeluruh) berdasarkan filsafat antologis , epistemologis dan aksiologis.
Untuk mempelajari filsafat perencanaan sangat bermanfaat bagi aparat perencana yang berperan sebagai penyusun perencanaan baik di tingkat pusat , daerah , bahkan pada tingkat paling bawah yaitu desa / kelurahan. Manfaat yang dapat diperoleh dalam mempelajari filsafat perencanaan :
  1. Dapat menjadi perencana yang bermoral dan bijaksana. Dengan demikian ia akan terhindar dari segala penyelewengan-penyelewengan yang dapat menimbulkan perencanaan yang dwifungsional.
  2. Mencegah terjadinya pemborosan anggaran sebagai akibat dari penyalahgunaan perencanaan pembangunan.
  3. Agar proses perencanaan dapat dilaksanakan secara partisipatif.
  4. Agar hasil dari proses perncanaan yaitu penetapan APBD dapat memperhatikan kebutuhan masyarakat dan berorientasi pada lingkungan.
  5. Memberi inspirasi yang luhur bagi pimpinan perncana baik dipusat maupun didaerah dapat menjalankan kepemimpinannya berdasarkan nilai-nilai luhur sesuai nilai-nilai budaya sendiri.
  6. Dapat berfungsi sebagai kontrol dan mencegah prilaku pejabat yang tercela.
  7. Dengan demikian para perencana diharapkan menjadi “insan perencana paripurna”.
Selanjutnya Perencanaan menurut Piran Wiroatmodjo dkk (2001 ; 38) memiliki kedudukan yang sangat penting di dalam pembangunan daerah. Perencanaan yang baik menjadikan kegiatan pembangunan daerah :
1. Dilaksanakan secara sistematis, terarah sesuai dengan tujuan pembangunan dan berkelanjutan.
2. Lebih efisien di dalam penggunaan dana, tenaga dan sumber daya yang lain pada setiap kegiatan.
3. Lebih tepat guna bagi peningkatan kesejahteraan daerah dan pemeliharaan lingkungan serta sumber daya yang lain untuk tetap mendukung kesejahteraan.
4. Memiliki dasar-dasar untuk pelaksanaan, pengendalian dan pengawasan.
5. Memiliki sarana untuk mencatat dan menilai pelaksanaan dan manfaat kegiatan pembangunan daerah.
Perencanaan tidak berarti hanya pembuatan proyek-proyek atau pengesahan usulan proyek atau kegiatan, dan juga bukan hanya untuk membagi-bagi dana dan sarana yang disediakan untuk pembangunan daerah.
Secara teknis, perencanaan pembangunan daerah menurut Piran Wiroatmodjo dkk ( 2001 ; 42 ), terdiri atas kegiatan-kegiatan yang dapat dikelompokkan menjadi unsur-unsur perencanaan sebagai berikut :
1. Persiapan Perencanaan.
2. Pengumpulan dan analisis data.
3. Penentuan hasil yang diharapkan dari pembangunan daerah secara keseluruhan (visi pembangunan total).
4. Penentuan Strategi pembangunan daerah.
5. Penentuan sasaran-sasaran pada setiap sector pembangunan.
6. Penentuan strategi pelaksanaan untuk mencapai hasil yang diharapkan pada setiap sasaran pada setiap sector.
7. Penentuan tahapan-tahapan pembangunan dan hasil yang ingin dicapai pada setiap tahapan pelaksanaan (visi temporal) baik secara keseluruhan maupun pada setiap sector.
8. Penentuan kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan disertai urutan prioritas pelaksanaan pada setiap sector.
9. Penyusunan rencana pembangunan daerah.
10. Penetapan rencana pembangunan daerah dalam peraturan daerah (PERDA) menjadi Program Pembangunan daerah (PROPEDA) dan penjabaran untuk pelaksanaannya.
Tujuan filsafat perencanaan diharapkan akan dapat menguraikan hakekat kebenaran dari segala sesuatu yang ada ( entologi) dan nilai-nilai (aksiologi) yang akan terjadi di dallam perencanaan. Filsafat perencanaan juga diharapkan akan dapat menguraikan beberapa komponen penting dalam sebuah perncanaan yakni : tujuan apa yang hendak dicapai, kegiatan tindakan-tindakan untuk merealisasikan tujuan dan waktu kapan, bilamana tindakan tersebut hendak dilakukan. Kerangka pikir dari filosofi perencanaan dapat dirumuskan sebagai berikut :
· Strategi perencanaan adalah untuk membentuk/membuat suatu konsep/konteks untuk keputusan dalam kelembagaan.
· Tujuan dan proses perencanaan adalah untuk merumuskan arah pelembagaan dan berusaha untuk lebih baik.
· Hasil yang diinginkan dari proses perencanaan adalah untuk menyajikan suatu dokumen yang penting , berguna bagi semua orang.
Filosofi perencanaan sebagai perencanaan strategis mengandung visi , misi , tujuan , sasaran , kebijakan , program dan kegiatan yang realitas dengan mengantisipasi perkembangan masa depan.
Type/Jenis Perencanaan
Ada dua tipe dasar perencanaan dasar yaitu (James Af Stoner dan R . Edward Freeman, 1994) :
  1. Perencanan strategis, perencanaan yang dilakukan oleh para manajer puncak dan menengah untuk mencapai tujuan organisasi yang lebih luas, dan
  2. Perencanaan operasional , perencanaan yang memperlihatkan bagaimana perencanan strategis akan diimplementasikan dalam kegiatan sehari – hari.
Dalam memperkenalkan konsep tentang perencanaan, John S. Westren menyebutkan beberapa perencanaan yang mempunyai dimensi strategis menyangkut koneksitas objek tersebut dengan objek yang lain, yaitu :
a. Perencanaan Tata Guna Lahan ( Perencanaan Land – Use )
Istilah Land – Use (Tata Guna Lahan) pertama kali berasal dari Inggris oleh Ebenezer Howard dengan kota pergerakan yaitu pertanian (kebun) . Perencanaan Tata Guna Lahan mempunyai tiga ciri utama yaitu area pekerjaan , area pemanfaatan dan area hubungan masyarakat. Tetapi telah terdapat modifikasi dan sudut pandang yang berbeda yaitu : pengaturan penggunaan tanah adalah dasar dari semua , selain itu berasal dari paham yang menganut marxisme sebagai dasar yang menghubungkan suatu argumentasi
b.Perencanaan Transportasi
Perencanaan Transportasi lekat hubungannya dengan perencanaan tata guna lahan. Istilah perencanaan transportasi berasal dari Amerika. Perencanaan transportasi muncul ketika kota besar di negara tersebut mengalami permasalahan yang buntu yaitu ketika masalah transportasi diperhadapkan dengan pembebasan tanah. Tetapi menurut (1966) hal tersebut dapat menyelsaikan permasalahan dengan adanya ketetapan fasilitas yang mampu mengakomodasi suatu perjalanan ke masa depan dan diharapkan dapat memelihara dan memberi harapan dalam pengembangan kota besar tersebut. Tujuan perencanaan transportasi yang utama adalah untuk menentukan penempatan jalan untuk kendaraan cepat dan revitalisasi pemindahan sebagai bagian dari suatu strategi transportasi yang menyeluruh dan dapat melayani kota besar dan bagian pinggiran kota.
c. Perencanaan Sosial
Sejumlah pelopor dari sosiologi Amerika ikut dilibatkan dalam tindakan untuk menyelesaikan issu sosial di negara tersebut terutama dalam pergerakan perubahan sebagai rencana pembangunan kota, rekreasi publik , dan kesehatan masyarakat.Tetapi setelah pergerakan perubahan terjadi posisi sarjana sosialogi digantikan oleh para profesional (Insinyur). Perencanaan sosial dari suatu tinjauan ulang memiliki pengertian sebagai berikut menurut Mayer (1972) bahwa salah satu dari tiga tema dasar memberikan pendapat yang paling konseptual. Yang pertama mempunyai kaitan dengan ketentuan efisiensi tentang jasa terorganisir ke individu untuk membantu mereka memberdayakan efisiensi dalam lingkungan atau hambatan terhadap kemajuan dalam sistem ini. Yang kedua bertalian dengan pengintegrasian dari semua program dan merancang mengembangkan kehidupan kota besar dengan pertimbangan menyangkut peningkatan kesejahteraan penduduk , dan yang ketiga adalah menggunakan tekanan dan pengendalian terhadap distribusi sumberdaya.
d. Perencanaan Ekonomi
Mitchell (1966) menegaskan bahwa obyek dari perencanaan ekonomi adalah menggunakan sumberdaya bangsa dengan sebaik mungkin. Istilah dari perencanaan ekonomi telah digunakan pertama kali di Uni Soviet tahun 1928. Tidak lama setelah perang dunia perencanaan ekonomi sudah dianut oleh negara – negara lain karena prinsip dasarnya sangat luas dan mudah. Hal-hal yang perlu diutamakan dari semua perencanaan ekonomi adalah suatu pernyataan dalam istilah yang kuantitatif dari suatu pemerintahan yang tertarik tentang ukuran dan karakter dari sejumlah bagian yang menyangkut output ekonomi dari suatu negeri dan sumberdaya yang diharapkan dapat digunakan dalam produksi.
PANDANGAN UMUM (GENERAL OBJECTIVES)
Sebelumnya banyak dari rencana dan perencanaan dibuat sebagai suatu keperluan , baik secara sosial maupun ekonomi . Tujuan utama dari catatan ini yaitu adanya pertimbangan yang disebabkan oleh dua pemikiran : 1) menyangkut lingkungan dimana masyarakat tinggal (Beer 1975 : Emery 1974). 2) kepercayaan terhadap tindakan manusia yang rasional dalam meningkatkan kondisi kehidupan (Ozbekhan 1968).
Perencanaan adalah suatu format yang diintervensi dengan tujuan mempengaruhi perubahan struktur sosial yang secara sadar dan masuk akal untuk dilakukan . Segi pandangan ini serupa dengan yang dikemukakan oleh Faludi (1973) yang mengakui bahwa Perencanaan merupakan suatu tindakan dengan kepuasan diri seseorang untuk menyajikan pilihan dalam suatu format dari akibat proses perencanaan yang masuk akal dan benar-benar memiliki kasus. Pandangan perencanaan ini serupa di dalam konteks yang berbeda dengan sistem operasional riset. Quade (1968) menggambarkan dengan analisa sistem yaitu suatu pendekatan sistematis untuk membantu pembuat keputusan dengan menyelidiki semua masalah , mencari sampai dapat sasaran dan beberapa alternatif tindakan. Pandangan lain mengemukakan bahwa perencanaan merupakan aktivitas yang tujuan utamanya mengarah untuk memproduksi perubahan terhadap sikap dan prilaku individu. Roger Everett (1962) membicarakan tentang “Difusi Inovasi” dalam konteks ini telah menguji beberapa cara yang inovatif seperti gagasan baru dan praktek yang diadopsi oleh komunitas atau kelompok yang berbeda. Disini perhatian terpusat pada perubahan di dalam pola sosial tradisional.
Sehingga sampailah pada pertanyaan yang menyangkut struktur strategi perencanaan. Tetapi barangkali secara realitas adalah bagaimana cara mengembangkan struktur tersebut dan dapat diambil beberapa konsep tentang perencanaan dalam mencapai sasaran perencanaan yaitu :
  • Menetapkan kerangka kerja untuk tindakan dasar masa depan diatas kepentingan masyarakat.
  • Menyiapkan visi terpadu untuk mengorganisir.
  • Menyiapkan suatu alat ukur yang layak dan akurat serta menetapkan target yang dievaluasi .
  • Mengurangi dan merespon dari kebutuhan masyarakat dan pemilik lain.
  • Lebih fleksibel dan mudah diperbaharui.
  • Lebih mudah dimengerti oleh masyarakat dan lebih sangat berarti jika dihubungkan dengan operasional perencanaan dan keuangan.
Dengan memperkenalkan konsep perencanaan ini struktur bisa terbentuk baik dalam skala ukuran besar maupun kecil sehingga menghasilkan perubahan dalam kehidupan masyarakat.
PROSES PERENCANAAN
Proses perencanaan dalam manajemen merupakan aktivitas yang berusaha memikirkan apa saja yang akan dikerjakannya, berapa ukuran dan jumlahnya, siapa saja yang akan melaksanakan dan mengendalikannya agar tujuan organisasi dapat tercapai. Gagasan mengenai perencanaan pada awalnya berkembang dari pemikiran ekonomi yang didasarkan pada masalah kebutuhan, yakni bagaimana pengaturan sumber-sumber yang terbatas dari suatu kebutuhan yang besar, luas dan terus berkembang. Dalam konteks ini termuat dimensi kalkulasi, prediksi dan pengaturan.
Tahap implementasi sebagai salah satu bagian dalam proses perencanaan merupakan pelaksanaan terhadap suatu kebijakan yang telah diambil (diputuskan) dengan menggunakan sumber-sumber yang tersedia (manusia dan finansial) oleh unit-unit administrasi. Kamus Webster (Wahab, 2001; 64), merumuskan bahwa mengimplementasikan (to implement) diartikan sebagai menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu (to provide the means for carrying out), menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu (to give practical effect to). Sedangkan Meter dan Horn (Wahab, 2001 ; 65) merumuskan proses implementasi sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu/pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan (those actions by public or private individuals (or groups)that are directed at the achievement of objectives seth for in prior policy decisions).
Menurut Thompson dan Strickland (1996) ada banyak pendekatan dalam melakukan perencanaan, yaitu:
1. The Master Strategist Approach, dimana proses perencanaan sangat didominasi oleh satu orang yang disebut sebagai ahli strategi. Perencanaan ini sesuai untuk organisasi yang masih bersifat sederhana dengan banyak staf karyawan yang masih belum siap untuk melakukan perencanaan.
2. The Delegate it to others, pendekatan dimana pemimpin cenderung untuk melemparkan pekerjaan perencanaan kepada level manajemen dibawahnya. Biasanya pemimpin yang melakukan hal ini kurang menguasai bidang usaha yang dipimpinnya.
3. Model collaborative approach yang merupakan kerja dari seluruh anggota organisasi. Pendekatan ini akan memberdayakan anggota organisasi pada level menengah dan bawah, serta selaras dengan kepentingan dan keinginan pimpinan.
4. The Champion approach, cara pembuatan perencanaan usaha yang biasanya dilakukan pada organisasi yang terdiversifikasi dan berskala besar, dimana pimpinan puncak tinggal melakukan koreksi dan evaluasi dari perencanaan yang diajukan oleh unit bisnis-unit bisnisnya.
Penentuan pendekatan dalam proses perencanaan strategis merupakan langkah awal yang penting dan menentukan untuk peluang diterapkannya strategi yang akan direncanakan. Pemilihan pendekatan ini sangatlah ditentukan oleh sifat dan skala organisasi, model dan kompetensi kepemimpinan, serta kapasitas dan kemampuan staf organisasi untuk melakukan perencanaan. Setelah melakukan perencanaan usaha, maka langkah penting selanjutnya adalah bagaimana mengimplementasikan rencana usaha.
.Mengadaptasi pemikiran Thompson dan Strickland, di Indonesia dalam merencanakan pembangunan dapat dikategorikan kedalam perencanaan Model collaborative approach atau perencanaan partisipatif, dimana semua unsur masyarakat diharapkan terlibat aktif baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan pembangunan. Model ini menjadi acuan dalam proses-proses pembangunan karena lebih sesuai dengan kultur Indonesia dimana sistem kekerabatan, gotong royong dan musyawarah merupakan bagian integral dari kehidupan sosial. Dari model perencanan yang melibatkan partisipasi masyarakat ini ada banyak manfaat yang dapat dipetik yaitu :
§ Tahap Perencanan melahirkan Sense of identification
§ Tahap implementasi melahirkan sense of integrity (rasa kesatuan, kebersamaan, kekeluargaan, kegotongroyongan)
§ Tahap pemanfaatan hasil melahirkan sense of belonging (rasa memiliki)
§ Tahap evaluasi melahirkan sense of responsibility (rsa ikut bertanggung jawab terhadap hasil-hasil pembangunan yang termanifestasi dalam bentuk pengawasan secara berlanjut).
Adapun strategi pengembangan partisipasi meliputi :
§ Strategi penyadaran masyarakat (dari sisis peranan aparat pemerintah local)
§ Rencana pembangunan harus disesain dalam skala kecil, dalam skala organisasi pelaksana kecil, wilayah operasinya kecil, target penerima manfaat kecil.
§ Berdimensi self-help (menolong diri sendiri)
Lima tahap dalam metode perencanaan partisipatif :
1. Pengumpulan, analisis dan interpretasi data.
Prisnsip-prinsip pengumpulan data :
§ Pengumpulan data dilakukan oleh anggota masyarakat
§ Data minimal harus menjadi prinsip
§ Data yang dikumpulkan harus disesuaikan dengan kegiatan yang direncanakan
§ Peralatan pengumpulan data, format data, bentuk-bentuk survey harus sesesderhana mungkin agar mudah dipahami dan dapat ditabulasi sendiri oleh anggota masyarakat
§ Proses pengumpulan data dilakukan dengan cara sukarela (mobilisasi, pelatihan, perencanan dan manajemen)
2. Identifikasi masalah dan kebutuhan, harus diperhatikan :
§ Kebutuhan masyarakat dengan memberikan prioritas kepada kebutuhan kelompok yang lebih dominant (banyak)
§ Kepentingan masyarakat dalam menyelesaikan masalah-masalah dan kesediaannya untuk menyediakan sumberdaya.
§ Tahapan (urutan) penyelesaian masalah harus didasarkan kepada jumlah dan besarnya masalah yang dihadapi
§ Keterkaitan dengan masalah yang satu dengan yang lain karena mungkin masalah yang satu dipengaruhi atau disebabkan oleh masalah lainnya.
3. Analisis Kesulitan dan Hambatan
ü Strategi Pembatasan dapat digunakan untuk mengidentifikasi hambatan-hambatan ang dihadapi, karena strategi ini dapat memformulasikan kecenderungan-kecenderungan social, ekonomi dan kondisi geografis serta ketersedian sumberdaya.
ü Beberapa hal penting dari suatu strategi adalah :
o    Menetapkan tanggung jawab untuk tugas tertentu dan menentukan jumlah dan kualifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan. Jika kualifikasi tenaga yang dibutuhkan tidak tersedia mak dibentuk pelatihan seseuai dengan kebutuhan. Memperhatikan kebutuhan tekhnis.
o    Paket pelayanan yang dibutuhkan untuk setiap jenis input.
o Melengkapi struktur organisasi dan keterkaitan dengan instansi pemerintah untuk pelaksanaan suatu kegiatan.
o    Rencana pelaksanaan yang detail dari setiap aktivitas.
o    Menetapkan jumlah dana yang dibutuhkan, sumber-sumber pendanaan (pemerintah, masyarakat, dsb).
o    Mendisain system monitoring yang partisipatif.
o    Penyusunan kerangka perencanaan pembangunan.
  1. Penetapan Tujuan :
§ Tujuan ditetapkan berdasarkan hasil kajian tentang masalah yang dihadapi oleh daerah yang bersangkutan.
-     Keterkaitan antara tujuan yang berbeda.
-     Tujuan yang ditetapkan dapat diterima oleh senua komponen masyarakat.
-     Kelayakan pencapaian tujuan diuji berdasarkan ketersediaan input (tenaga, bahan baku, pembiayaan dari pemerintah, masyarakat, swasta)
-     Jangka waktu pencapaian tujuan harus jelas.
-     Lokasinya spesifik
-     Menetapkan kelompok sasaran.
5 Kerangka kelembagaan yang dibutuhkan, sejumlah kelompok silibatkan dalam masyarakat (kolaborasi) :
- Kelembagaan penduduk local
- Pemerintah
- L S M
- Swasta
- Lembaga Internasional
Menurut Pian Wiroatmodjo dalam kegiatan pembangunan yang dilaksanakan berdasarkan usulan/aspirasi dari masyarakat, (keterpaduan bottom up – top down planning) dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
1.   Musyawarah pembangunan tingkat desa/kelurahan (Musbangdes).
2.   Temu Karya Pembangunan Tingkat Kecamatan.
3.   Rapat Koordinasi Pembangunan (Rakorbang) tingkat Kabupaten/Kota.
4.   Rapat Koordinasi Pembangunan (Rakorbang) tingkat Propinsi.
5.   Konsultasi Regional Pembangunan (Konregbang) sebagai forum kebersamaan antar propinsi pada wilayah regional yang bersangkutan.
6.   Konsultasi Nasional Pembangunan (Konasbang) sebagai forum perencanaan pembangunan di Pusat menjelang penyusunan RAPBN.
Dalam proses ini perlu mendapat perhatian adalah perlunya upaya terus menerus meningkatkan kualitas bottom up planning. Agar didapat perencanaan yang mencerminkan kondisi yang ada dan dihadapi oleh masyarakat di tingkat bawah. Sehingga pada akhirnya nanti pada saatnya pelaksanaan akan mendapatkan simpati dan pastisipasi masyarakat secara penuh, mengingat pelaksanaan pembangunan tersebut merupakan hasil aspirasi dan benar-benar pemecahan permasalahan yang sedang dihadapinya.
Dari perencanaan yang baik tersebut diharapkan dapat tersaring kebutuhan masyarakat yang mana yang benar-benar mendapatkan prioritas pemecahan utama dan mana yang mendapatkan prioritas berikutnya, sehingga dari perencanaan inilah diharapkan partisipasi masyarakat muncul dan pemberdayaan sumber daya manusia yang optimal. Pada akhirnya akan mewujudkan suatu kondisi masyarakat yang madani (Civil Society) seperti yang dicita-citakan oleh pemerintahan sekarang.
2.3.   PEMBERDAYAAN PADA STRATEGI PEMBANGUNAN
Untuk memperkuat struktur pengendalian manajemen pemerintah maka pemberdayaan peran dan fungsi audit internal menjadi suatu hal yang mutlak untuk direalisasikan. Selanjutnya, jelas dan terarahnya peran dan fungsi audit internal dalam suatu organisasi secara tidak langsung juga akan meningkatkan efektivitas pelaksanaan audit oleh auditor eksternal. Di samping kedua faktor tersebut, adanya kerja sama yang harmonis di antara jajaran audit internal dan audit eksternal juga akan lebih melapangkan jalan dalam pencapaian tujuan dari fungsi audit dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik, adil, dan bersih.


1.      Pemberdayaan Peran dan Fungsi APIP

Dalam penjelasan UU Nomor 15 Tahun 2004 antara lain dinyatakan bahwa untuk mewujudkan perencanaan yang komprehensif, BPK dapat memanfaatkan hasil pekerjaan aparat pengawasan intern pemerintah. Dengan demikian, luas pemeriksaan yang akan dilakukan dapat disesuaikan dan difokuskan pada bidang-bidang yang secara potensial berdampak pada kewajaran laporan keuangan serta tingkat efisiensi dan efektivitas pengelolaan keuangan negara. Sebagai konsekuensinya, APIP diwajibkan untuk menyampaikan laporan hasil pemeriksaannya kepada BPK. Untuk dapat menghasilkan laporan hasil audit yang dibutuhkan oleh BPK, tentunya diperlukan kejelasan wewenang, peran dan ruang lingkup pekerjaan yang dilaksanakan oleh APIP. Apabila hal ini diabaikan maka besar kemungkinan akan terdapat hasil pekerjaan APIP yang tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk mendukung perencanaan dan pelaksanaan audit oleh BPK.
 Penulis mengakui secara jujur bahwa selama ini tugas-tugas yang dilaksanakan oleh APIP tidak hanya terbatas pada pemeriksaan saja, tetapi juga banyak melakukan fungsi pelayanan dan konsultansi dalam rangka peningkatan kinerja instansi pemerintah sesuai dengan tuntutan paradigma auditor internal yang dikehendaki pada saat ini. Hanya saja, masih sering terdengar suara sumbang yang mengecilkan peran dan arti penting APIP dalam membantu terwujudnya good governace pada sektor publik. Untuk merespon wacana yang berkembang di masyarakat tersebut,  sudah tiba saatnya bagi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk secara jelas memformulasikan ruang lingkup pekerjaan, peranan, dan kewenangan audit internal pemerintah.
Berkenaan dengan peran dan fungsi yang harus dilaksanakan oleh auditor internal dalam rangka mewujudkan good governance pada sektor publik, The International Federation of Accountants (IFAC) pada tahun 2001 dalam Study 13 tentang Governance in the Public Sector: A Governing Body Perspective merumuskan bahwa fungsi audit internal yang efektif mencakup reviu yang dilaksanakan secara sistematis, penilaian dan pelaporan atas kehandalan dan efektivitas penerapan sistem manajemen, keuangan, pengendalian operasional dan penganggaran, yang setidak-tidaknya meliputi berbagai aktivitas reviu sebagai berikut:

§  Tingkat relevansi atas kebijakan yang ditetapkan, perencanaan dan prosedur, tingkat kesesuaian antara praktik dengan kebijakan, rencana, dan prosedur yang telah ditetapkan, termasuk implikasinya terhadap aspek keuangan negara.
§  Kehandalan dan keakuratan atas peraturan yang dibuat sebagai penjabaran dari peraturan yang lebih tinggi tingkatannya.
§  Ketepatan mengenai penyusunan struktur organisasi, pengembangan sumber daya manusia (personil), dan supervisi.
§  Reviu terhadap pelaksanaan program dan kegiatan berdasarkan rencana yang telah ditetapkan dan manfaat atas program dan kegiatan apakah telah selaras dengan tujuan diadakannya program dan kegiatan tersebut.
§  Evaluasi terhadap pertanggungjawaban dan pengamanan atas penggunaan aset dan sumber daya lainnya dari penyalahgunaan wewenang, pemborosan, kelalaian, salah urus, dan lain-lainnya.
§  Reviu terhadap ketepatan, keakuratan, dan kejujuran atas proses pengolahan dan pelaporan informasi keuangan dan manajemen.
§  Penilaian terhadap tingkat keekonomisan dan efisiensi penggunaan sumber daya.
§  Penilaian terhadap integritas sistem yang terkomputerisasi berikut pengembangan  sistemnya, dan
§  Evaluasi terhadap tindak lanjut yang telah dilaksanakan untuk mengatasi permasalahan yang terjadi pada periode sebelumnya.

Berdasarkan uraian di atas, tampak bahwa ruang lingkup pekerjaan audit internal sangat luas dan komprehensif agar dapat menjamin pencapaian tujuan organisasi. Penulis yakin, apabila institusi audit internal di Indonesia yang tergabung dalam wadah APIP diberikan kewenangan, peran, dan fungsi yang jelas dan luas seperti tersebut di atas maka hasil pekerjaan APIP akan sangat bermanfaat tidak hanya bagi pemerintah saja, tetapi juga bermanfaat bagi pihak legislatif, eksternal auditor, dan pihak-pihak lain yang berkepentingan. Akan tetapi, untuk menjamin kualitas hasil pekerjaan APIP yang melibatkan sekian banyak sumber daya manusia dengan berbagai jenis latar belakang pendidikan dan pengalaman, diperlukan suatu program pendidikan dan pelatihan yang profesional dan berkelanjutan. Di samping itu, untuk meningkatkan koordinasi dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan di antara jajaran APIP, diperlukan adanya pengembangan sinergi pengawasan APIP.

BAB III
KESIMPULAN



Pemimpin dapat mempengaruhi keefektifan kelompok atau organisasi termasuk pengaruh untuk cara mencari dukungan dan kerja sama dari pihak lain. Berarti sebagai seorang pemimpin, presiden perlu lebih meningkatkan hubungan yang harmonis dengan lembaga-lembaga tinggi negara lainnya dalam rangka memperoleh dukungan untuk mencapai visi, misi, dan tujuan yang telah ditetapkan. Akhirnya, pemimpin harus meyakinkan bahwa usaha, pekerjaan, dan kegiatan yang telah dilakukan selaras dan mengarah kepada tujuan yang telah ditetapkan di dalam tahap perencanaan.
Hal ini merupakan alat pengawasan yang mencakup empat elemen kunci, yaitu menentukan standar kinerja, mengukur kinerja saat ini dan membandingkannya dengan standar yang telah ditentukan, mendeteksi kesenjangan antara tujuan standar dengan realitasnya agar dapat dilakukan koreksi sebelum rangkaian kegiatan selesai dilakukan, serta mengambil tindakan untuk mengoreksi kinerja yang tidak sesuai dengan standar.
Untuk itu, di dalam menyusun rencana, program-program prioritas ditentukan, indikator kinerja disusun secara lebih jelas dan terukur sehingga mudah untuk mengukur pencapaian kinerja yang telah diperoleh selama kurun waktu tertentu. Melalui fungsi pengawasan ini presiden dapat menjaga pemerintahannya agar "tetap berada di jalurnya", menjaganya agar tidak terjadi penyimpangan dari tujuan yang telah ditetapkan. Untuk mengetahui tingkat pencapaian target-target kinerja yang telah ditetapkan pada tahap perencanaan, diperlukan evaluasi kinerja.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKALAH PENGARUH PENDIDIKAN DAN LATIHAN DASAR TENAGA KERJA TERHADAP PRODUKTIVITAS SDM

  MAKALAH PENGARUH PENDIDIKAN DAN LATIHAN DASAR TENAGA KERJA TERHADAP PRODUKTIVITAS SDM Disusun untuk memenuhi Tugas Mata kuliah Eko...