FI’IL SHAHIH DAN
FI’IL MU’TAL
1. Fi’il
ShahihAdalah kalimah fi’il yang bentuk hururf-huruf aslinya, bebas dari huruf illah (و – ا – ي).
Termasuk golongan Fi’il Shahih adalah:
1. Fi’il Bina’ Shahih/Salim (lihat Bina’ shahih di page Belajar I’lal – BINA’ SHAHIH)
2. Fi’il bina’ Mahmuz (tentang Bina’ Mahmuz di page Belajar I’lal – BINA’ MAHMUZ)
3. Fi’il bina’ Mudha’af (tentang Bina’ Mudha’af di page Belajar I’lal – BINA’ MUDHA’AF)
1. Fi’il Mu’tal
Adalah kalimah fi’il yang salah satu atau dua huruf asalnya teridiri dari huruf illah (و – ا – ي).
Termasuk golongan fi’il mu’tal adalah:
1. Fi’il Bina’ Mitsal (tentang Bina’ Mitsal di page Belajar I’lal – BINA’ MITSAL)
2. Fi’il bina’ Ajwaf (tentang Bina’ Ajwaf di page Belajar I’lal – BINA’ AJWAF)
3. Fi’il bina’ Naqish (tentang Bina’ Naqish di page Belajar I’lal – BINA’ NAQIS)
4. Fi’il bina’ Lafif Mafruq (tentang Bina’ Lafif Mafruq di page Belajar I’lal – BINA’ LAFIF)
5. Fi’il bina’ Lafif Maqrun (tentang Bina’ Lafif Maqrun di page Belajar I’lal – BINA’ LAFIF)
Pengamalan Tashrif Fi’il Shahih dan Fi’il Mu’tal.
Untuk
Bina’
shahih atau
Fi’il Salim, ia tidak mengalami perubahan dalam mengikuti standar wazannya
(tashrif ishthilahi) pun ketika musnad/disandarkan kepada Isim Dhamir atau Isim
Zhahir –tunggal/dual/jamak (tashrif secara lughawi). Contoh untuk bina’
shahih نَصَرَ :
MUSNAD KEPADA
|
FI’IL MUDHARI’
|
FI’IL MADHI
|
Orang ketiga male
|
يَنْصُرُ يَنْصُرانِ يَنْصُرونَ |
نَصَرَ نَصَرَا نَصَرُوا |
Orang ketiga female
|
تَنْصُرُ تَنْصُرَانِ يَنْصُرْنَ |
نَصَرَتْ نصَرتَا نَصَرْنَ |
Orang kedua male
|
تَنْصُرُ تَنْصُرَانِ تَنْصُرُوْنَ |
نَصَرْتَ نَصَرْتُمَا نَصَرْتُمْ |
Orang kedua female
|
تَنْصُرِيْنَ تَنْصُرَانِ تَنْصُرْنَ |
نَصَرْتِ نَصَرْتُمَا نَصَرْتُنَّ |
Orang pertama
|
أَنْصُرُ نَنْصُرُ |
نَصَرْتُ نَصَرْنَا |
Untuk
tiap Fi’il selain Bina’ Shahih, diberlakukan juga seperti tashrif Bina’ Shahih
didalam mengikuti wazannya tanpa mengalami perubahan yg berarti
FIIL MURAB DAN FIIL
MABNI
Seperti halnya kalimah isim, kalimah fiil juga ada yang
mu’rob dan ada yang mabni, fiil murob adalah fiil yang menerima i’rob rofa,
nashob, dan jazm. Fiil yang murab hanya fiil mudhore, sedangka fiil mabni
adalah fiil madhi, fiil amar, dan beberapa sighat/bentuk dari fiil mudhore.
Contoh fiil murob (fiil mudhore’) : يَغْفِرُ، كَيْ يَغْفِرَ، لَمْ يَغْفِرْ
Contoh Fiil Mabni (Fiil madi, fiil amar, dan fiil
mudhore’) : غَفَرَ،
يَغْفِرْنَ، إِغْفِرْ
Fiil Mu’rob
Fiil Murob adalah fiil mudhore, kecuali fiil mudhore yang
dimasuki nun Jamak Niswah (Nun yang menunjukkan bahwa fail (subjek) fiil mudore
yang dimasukinya adalah perempuan banyak). Berikut adalah fiil murob beserta
tanda irobnya :
Fiil Mu’rob
|
Tanda I’rob
|
||
Rofa
|
Nashob
|
Jazm
|
|
Fiil Mudhore Soheh Akhir
|
Dommah
|
Fathah
|
Sukun
|
Fiil Mudhore Mu’tal akhir
|
Dommah muqoddaroh
|
Fathah
|
Membuang huruf ilat
|
Af’alul Khamsah
|
Nun
|
Membuang Nun
|
Membuang nun
|
Fiil Mabni
Berikut adalah fiil Mabni beserta hukum Mabninya :
Fiil Mabni
|
Hukum Mabninya
|
Contoh
|
Fiil Madhi
|
Mabni Fathah
|
قَامَ،
قَرَأَ، رَمَى
|
Fiil Amar
|
Mabni Sukun/ Mabni alamat Jazm
|
قُمْ،
إِقْرَأْ، اِرْمِ
|
Fiil Mudore yang bertemu nun jamak niswah
|
Mabni Sukun
|
يَتَرَبَصْنَ
|
MAF’UL LAH / MAF’UL LIAJLIH
يُنْصَبُ مَفْعُولاً لَه الْمصْدَرُ إِنْ ¤ أَبَانَ تَعْلِيلاً كَجُدْ شُكْراً وَدنْ
Mashdar dinashobkan menjadi Maf’ul Lah (syaratnya) jika
ia menjelaskan Ta’lil (alasan/faktor), contoh “JUD SYUKRON WA DIN!” =
bersikap baiklah karena bersyukur dan beragamalah! (dg taat)
وَهْو بِمَا يَعْمَلُ فِيهِ مُتَّحدْ ¤ وَقْتاً وَفَاعِلاً وَإنْ شَرْطٌ فُقِدْ
Juga Masdar yg menjadi Maf’ul Lah harus bersatu dengan
Amilnya dalam hal waktu dan subjeknya. Dan jika tidak didapati syarat …. >
فَاجْرُرْهُ بِالْحَرْفِ وَلَيْسَ يَمْتَنِعْ ¤ مَعَ الشُّرُوطِ كَلِزُهْدٍ ذَا قَنِعْ
>.. maka majrurkan dengan huruf jar. Pemajruran ini
juga tidak dilarang sekalipun Masdar tsb mencukupi Syarat seperti contoh: LI
ZUHDIN DZAA QONI’A = dia ini qona’ah dikarenakan zuhud.
–·•Ο•·–
|
Contoh Maf’ul Liajlihi / Maf’ul Lahu:
جئت رغبةً فيك
JI’TU RUGHBATAN FIIKA* = aku datang karena senang kepadamu.*Pada contoh diatas lafal “RUGHBATAN”=SENANG adalah Isim Masdar yg difahami sebagai faktor bagi Amil/kata kerja lafal “JI’TU”=AKU DATANG. Secara maknanya contoh diatas berbunyi seperti ini:
جئت للرغبة فيك
JI’TUKA LIR-RUGHBATI FIIKA = aku datang karena senang kepadamu.lafal “RUGHBATAN” Isim Masdar yang menjadi Maf’ul Lah, juga bersekutu dalam hal waktu dengan Amil lafal “JI’TU”, karena waktu aku senang, itulah waktu aku mendatanginya. Juga bersekutu dalam satu subjek yaitu satu Fa’il berupa Dhamir Mutakallim/aku.
Contoh Maf’ul Li Ajlihi/Lahu Fi’rman Allah:
وَالَّذِينَ صَبَرُوا ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِمْ
WALLADZIINA SHOBARU-BTIGHOO’A WAJHI ROBBIHIM* = Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya (QS Ar-Ro’du :22)* lafal “IBTIGHOO’A” sebagai Maf’ul Lah/Liajlih.
Juga contoh FirmanNya:
لَوْ يَرُدُّونَكُمْ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّارًا حَسَدًا مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِهِمْ
LAU YARUDDUUNAKUM MIMBA’DI IIMAANIKUM KUFFAARON HASADAN MIN ‘INDI ANFUSIHIM* = agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri (Al-Baqoroh :109)*lafal “KAFFAARON” menjadi HAL sebagai Amil, dan lafal “HASADAN” sebagai Maf’ul Lah.
Hukum I’rob Maf’ul Liajlih / Maf’ul lah adalah : BOLEH NASHOB sekiranya terdapat tiga syarat sebagimana tersirat dalam bait diatas, yaitu:
- Isim Mashdar
- Lit-Ta’lil/Penjelasan Faktor alasan
- Bersatu dengan Amilnya dalam satu Waktu dan satu Fa’il
Jika salah satu saja dari ketiga syarat ini tidak terpenuhi maka WAJIB DIJARKAN dengan huruf jar lit-Ta’lil berupa huruf LAM, MIN, FIY atau huruf BA’.
Contoh yang tidak memenuhi syarat Isim Mashdar:
جئتك للكتاب
JI’TU KA LIL KITAABI = aku mendatangimu karena kitab itu.Contoh FirmanNya:
وَالْأَرْضَ وَضَعَهَا لِلْأَنَامِ
WAL ARDHO WADHO’AHAA LIL ANAAMI = Dan Allah telah meratakan bumi untuk makhluk(Nya). (Ar-Rahmaan :10).Contoh yang tidak bersatu dengan Amilnya dalam hal satu Waktu:
جئتك اليوم للإكرام غداً
JI’TUKA ALYAUMA LIL IKROOMI GHODAN = aku mendatangimu hari ini untuk penghormatan esok hari.Contoh yang tidak bersatu dengan Amilnya dalam hal satu Fa’il/Subjek:
جاء خالد لإكرام عليِّ له
JAA’A KHOOLIDUN LI IKROOMI ‘ALIYYUN LAHU = Khalid datang agar Ali menghormatinya.Contoh FirmanNya:
أَقِمِ الصَّلَاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ
AQIMISH-SHOLAATA LI DULUUKISY-SYAMSI* = Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir (Al-Isro’ :78)*Perbedaan Fa’il/subjek dalam ayat ini adalah pada lafal “AQIM=DIRIKANLAH” subjeknya berupa dhamir wajib mustatir takdirannya ANTA/KAMU dan lafal “DULUUKI=TERGELINCIR” subjeknya berupa lafal “ASY-SYAMSI=MATAHARI” (kemiringan matahari dari tengah-tengah atas langit/zhuhur). Juga terdapat Perbedaan Waktu dalam ayat ini yaitu waktu mendirikan sholat tentunya lebih akhir dari waktu tergelincirnya Matahari.
Kalimah yg dijarkan oleh huruf-huruf jar tersebut, tidak di-I’rob sebagai Maf’ul Lah; karena Maf’ul Lah tersebut khusus bagi kalimah yg Nashob saja. Sekalipun demikian, secara makna keduannya tidak berbeda alias sama.
IDHOFAH
Pengertian
Idhofah merupakan salah satu bab yang terdapat dalam tatanan bahasa arab yang
merupakan rangkaian dua kata yang kemudian dirangkai untuk dijadikan kata lain.
Menurut arti bahasa idhofah mempunyai arti menyandarkan, sedangkan menurut
istilah idhofah adalah menyatukan dua kata yang berbeda untuk mendapatkan kata
dan arti yang baru dan kata yang kedua harus dibaca jer.
وَاخْفِضْبِهِالإِسْمَالّذِىلَهُتَلاَ artinya dan jerkanlah dengan
mudhof isim yang mengiringi mudhof yaitu mudhof ilaih. ( kitab fathu
robul bariyah syarah nadhom Al ‘Imrithi halaman 52 ).
Dalam tatanan bahasa Indonesia idhofah hampir menyerupai
dengan kalimat majmuk, keberadaannya terdapat dua kata berbeda kemudian
dirangkai menjadi satu kata yang akhirnya timbul kata dan arti yang lain.
Contoh kata Matahari ketika dipisah maka terdapat kata
Mata dan Hari, mata mempunyai arti tersendiri dan hari pun terdapat arti
tersendiri yang keduanya tidak saling berhubungan, ketika dua kata itu
dirangkai menjadi satu kata maka menjadi kata Matahari yang tentunya menjadi
kata baru yang sama sekali tidak ada hubungannya saat kata tersebut dipisah
baik dari segi kata ataupun artinya.
Pada dasarnya idhofah terdapat dua unsur yaitu
mudhof dan mudhof ilaih,
Ø
Mudhof artinya yang menyandari
Ø
Mudhof ilaih artinya yang disandari
Contoh : اَرْكَانُالصَّلاَةِ
Kata اَرْكَانُ artinya beberapa rukun kata ini masih umum, rukun apapun bisa
masuk, kata الصَّلاَةِ artinya sholat bearti perbuatan yang dimulai dengan takbirotul
ihram diakhiri dengan salam dengan mengikuti syarat dan rukunnya. Setelah dua
kata ini dirangkai menjadi اَرْكَانُالصَّلاَةِ maka arti yang timbul adalah
niat, takbirotul ihrom, baca fatihah dan yang lain dalam ruang lingkup rukun
sholat.
Kalimat / Kata nantinya bisa dijadikan mudhof atau mudhof
ilaih tentunya harus mengikuti syarat –syarat yang terdapat dalam tatanan
bahasa arab.
B. Syarat – syarat Mudhof
Syarat – syarat Mudhof ( kata yang menyandari ) yaitu :
1. Tidak
diperbolehkan adanya nun tanda I’rob atau nun tanda jama’ ataupun nun
tatsniyah
2. Tidak
boleh ditanwin
3. Tidak
boleh terdapat ال
Contoh : أََهْلُكُمْأَهْلُوْنَا ( ahli kamu semua
adalah ahli kita )
Asli dari kalimat tersebut adalah أََهْلٌلَكُمْأَهْلُوْنَلَنَا ( ahli bagi kamu semua itu ahli
bagi kita )
Pada lafadz أََهْلٌ tanwin harus dibuang
sebagai tanda bahwa kata itu berdiri sendiri.
Pada lafadz لَكُمْ dan لَنَا lam harus dibuang untuk
meringankan bacaan.
Pada lafadz أَهْلُوْنَ nun tanda jama’ harus
dibuang sebagai syarat lafazd itu boleh dimudhofkan.
مِنَالْمُضَافِاَسْقِطِالتَّنْوِيْنَا
# اَوْنُوْنَهُكَاَهْلِكُمْاَهْلِنَا ( hilangkanlah
tanwin dan beberapa nun yang terdapat pada mudhof )
ال juga tidak diperbolehkan dalam
mudhof ketika idhofah itu idhofah yang mahdhoh /murni namun bila itu idhofah
ghoiru mahdhoh diperbolehkan, karena idhofah itu sudah mengganti adanya ال maka ketika sudah idhofahkan
masih diberi ال akan terdapat dua tanda yang sama terdapat dalam satu kalimat,
dalam susunan bahasa arab hal seperti itu tidak diperbolehkan.
( ket : kitab Ibnu ‘Aqil syarah nadhom alfiyah Ibnu
Malik hal 102 )
Contoh :الْوُضُوْءِشَرْطُ
Maka tidak boleh dibaca الْوُضُوْءِِالشَرْطُ
Idhofah dikatakan ghoiru mahdhoh ketika mudhof menyerupai
dengan fiil mudhori’ ( yaitu isim fail dan isim maf’ul ) atau sifat
musyabbihah.
Contoh : menyerupai isim
fail هذاضَارِبُزَيْدٍ
Menyerupai isim maf’ul هذامَضْرُوْبُالأَبِ
Menyerupai sifat musyabbihahأَحْسَنُالْوَجْهِهذا
Tidak ada komentar:
Posting Komentar