Jumat, 23 Desember 2016

MAKALAH NILAI KETUHANAN



PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
       Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung arti keyakinan da pengakuan yang diekspresikan dalam bentuk perbuatan terhadap Dzat Yang Maha Tunggal tiada duanya. Yang sempurna sebagai Penyebab Pertama (Kausa Prima). Ekspresi dari nilai Ketuhanan Yang Maha Esa menuntut manusia Indonesia untuk bersikap hidup, berpandangan hidup "taat" dan "taklim" kepada Tuhan dengan dibimbing oleh ajaran-ajaran-Nya. Taat mengandung makna setia, menurut apa yang diperintahkan dan hormat/cinta kapada Tuhan. Sedangkan taklim mengandung makna memuliakan Tuhan teragung, memandang Tuhan tertinggi, memandang Tuhan terluhur.
       Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa memberikan kebebasan kepada pemeluk agama sesuai dengan keyakinannya, tak ada paksaan, dan antar penganut agama yang berbeda harus saling hormat menghormati dan bekerjasama. Bahkan penganut aliran Keperayaan Tuhan Yang Maha Esa, esensinya tidak kontradiktif dengan nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini sejalan dengan pasal 29 UUD 1945 ayat (2) yang berbunyi: Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana nilai-nilai ketuhanan yang ada di negara Indonesia?
2.      Bagaimana penerapan dan permasalahan nilai-nilai ketuhanan di kalangan pelajar?

1.3  Tujuan
1.      Untuk mengetahui nilai-nilai ketuhanan yang ada di Negara Indonesia
2.      Untuk mengetahui penerapan dan permasalahan nilai-nilai ketuhanan







BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Nilai-Nilai Ketuhanan
       Perkataan Ketuhanan berasal dari Tuhan. Siapakah Tuhan itu? Jawabannya ialah Pencipta segala yang ada dan semua makhluk. Yang Maha Esa berarti Maha Tunggal, tiada sekutu bagiNya, Esa dalam zatNya, dalam sifatNya maupun dalam perbuatanNya.
       Pengertian zat Tuhan disini hanya Tuhan sendiri yang Maha Mengetahui, dan tidak mungkin dapat digambarkan menurut akal pikiran manusia, karena zat Tuhan adalah sempurna yang perbuatan-Nya tidak mungkin dapat disamakan dan ditandingi dengan perbuatan manusia yang serba terbatas. Keberadaan Tuhan tidaklah disebabkan oleh keberadaan dari makhluk hidup dan siapapun, sedangkan sebaliknya keberadaan dari makhluk dan siapapun justru disebabkan oleh adanya kehendak Tuhan. Karena itu Tuhan adalah prima causa, yaitu sebagai penyebab pertama dan utama atas timbulnya sebab-sebab yang lain.
       Dengan demikian Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung makna adanya keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Tunggal, yang menciptakan alam semesta beserta isinya. Dan diantara makhluk ciptakan Tuhan Yang Maha Esa yang berkaitan dengan sila ini ialah manusia. Sebagai Maha Pencipta, kekuasaan Tuhan tidaklah terbatas, sedangkan selain-Nya adalah terbatas. Negara Indonesia didirikan atas landasan moral luhur, yaitu berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa yang sebagai konsekuensinya, maka negara menjamin kepada warga negara dan penduduknya untuk memeluk dan untuk beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya, seperti pengertiannya terkandung dalam:
a.         Pembukaan UUD 1945 aline ketiga, yang antara lain berbunyi: “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa ….“. Dari bunyi kalimat ini membuktikan bahwa negara Indonesia tidak menganut paham maupun mengandung sifat sebagai negara sekuler. Sekaligus menunjukkan bahwa negara Indonesia bukan merupakan negara agama, yaitu negara yang didirikan atas landasan agama tertentu, melainkan sebagai negara yang didirikan atas landasan Pancasila atau negara Pancasila.
b.         Pasal 29 UUD 1945 (1)Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa, (2)Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya. Oleh karena itu di dalam negara Indonesia tidak boleh ada pertentangan dalam hal Ketuhanan Yang Maha Esa, dan sikap atau perbuatan yang anti terhadap Tuhan Yang Maha Esa, anti agama. Sedangkan sebaliknya dengan paham Ketuhanan Yang Maha Esa ini hendaknya diwujudkan dan dihidupsuburkan kerukunan hidup beragama, kehidupan yang penuh toleransi dalam batas-batas yang diizinkan oleh atau menurut tuntunan agama masing-masing, agar terwujud ketentraman dan kesejukan di dalam kehidupan beragama. Untuk senantiasa memelihara dan mewujudkan 3 model kerukunan hidup yang meliputi :
1.        Kerukunan hidup antar umat seagama
2.        Kerukunan hidup antar umat beragama
3.        Kerukunan hidup antar umat beragama dan Pemerintah.
       Tri kerukunan hidup tersebut merupakan salah satu faktor perekat kesatuan bangsa. Di dalam memahami sila I yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, hendaknya para pemuka agama senantiasa berperan di depan dalam menganjurkan kepada pemeluk agama masing-masing untuk menaati norma-norma kehidupan beragama yang dianutnya, misalnya : bagi yang beragama Islam senantiasa berpegang teguh pada kitab suci Al-Qur’an dan Sunnah Rasul, bagi yang beragama Kristen (Katolik maupun Protestan) berpegang teguh pada kitab sucinya yang disebut Injil, bagi yang beragama Budha berpegang teguh pada kitab suci Tripitaka, bagi yang beragama Hindu pada kitab sucinya yang disebut Wedha. Sila ke I, Ketuhanan Yang Maha Esa ini menjadi sumber utama nilai-nilai kehidupan bangsa Indonesia, yang menjiwai dan mendasari serta membimbing perwujudan dan Sila II sampai dengan Sila V.

2.2  Penerapan Nilai-Nilai Ketuhanan dan Permasalahannya
       Pengamalan Sila kesatu yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa dalam lingkungan masyarakat sekitar meliputi berbagai bidang, terutama kalau ditinjau menurut Agama yang menjadi mayoritas lingkungan masyarakat yaitu menurut ajaran agama Islam, antara lain:
a.       Bidang Keagamaan.
       Menyangkut bidang keagaaman itu sendiri, masyarakat kita sudah tidak meyakini apa yang menjadi tuntunan dan melaksanakan apa yang menjadi tuntutan serta kewajiban yang sudah disyariatkan sesuai agama dan kepercayaannya masing-masing. Contoh dalam ajaran Islam bahwa sholat 5 waktu itu adalah wajib, dan semua orangpun tahu apa hukuman serta pahala yang diperoleh, ketika seseorang itu melanggar atau melaksanakan apa yang menjadi tuntutan tersebut. Namun tidak sedikit orang Islam yang belum bisa melakukan hal yang menjadi tuntutan tersebut. Ini membuktikan bahwa pengamalan sila pertama ini belum menjiwai masyarakat itu  sendiri. Sehingga apa yang menjadi keyakinannya akan terkikis habis oleh perubahan zaman. Hal tersebut baru merupakan pelaksanaan ibadah secara Hablum Minnallah (hubungan dengan Alloh), belum bagaimana pelaksanaan ibadah secara Hablum Minannas (hubungan dengan manusia). Dan ini akan mempengaruhi terhadap berbagai pelaksanaan kehidupan berbangsa dan bernegara. Keyakinan terhadap Ketuhanan Yang Maha Esa ini, menjadikan kegiatan ibadah-ibadah keagamaan kita dapat dirasakan oleh pribadi dan dapat bermanfaat untuk masyarakat luas, yang akan membentuk suatu ketentraman dalam masyarakat itu sendiri.
       Bangsa kita menyatakan kepercayaan dan ketaqwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kita juga meyakini bahwa Tuhan adalah maha kuasa atas segalanya. Dalam seluruh aspek kehidupan sangatlah penting menempatkan bahwa Tuhan Maha kuasa atas segala hal, termasuk dalam menjalankan roda pemerintahan, sehingga akan merasa ada control yang tidak pernah lepas dan lengah dalam melakukan berbagai kebijakan pemerintahan. Dalam menjalankan roda pemerintahan pada kenyataannya, tenyata belum cukup mengakui bahwa Pancasila sila, sila ke satu, yang berarti merasa bahwa setiap diri kita tidak ada yang mengawasi atau lupa bahwa Tuhan Melihat kita. Para oknum pejabat pemerintahan kita serta pelaksana pemerintahan kita sudah tidak lagi melaksanakan Pengamalan sila kesatu. Dibuktikan bahwa disekitar kita masih banyak prilaku–prilaku yang seolah–olah Tuhan tidak mengetahui dan tidak ada. Prilaku Korupsi adalah prilaku yang seharusnya tidak dilakukan oleh seseorang yang berkeyakinan dan menyatakan ketaqwaannya. Seandainya kita tahu bahwa prilaku tersebut adalah prilaku yang tidak sesuai dengan bangsa kita yang menyatakan kepercayaan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Maka tindakan tersebut tidak mungkin dilakukan. Seolah Sila Kesatu dari Pancasila tersebut hanyalah sebagai symbol saja, atau identitas bangsa saja yaitu bangsa yang berketuhanan Yang Maha Esa, tanpa meyakini dan menjalankan apa yang menjadi landasan Sila Kesatu tersebut. Korupsi adalah kata halus dari mencuri, merampok dan lain–lain. Sehingga apa yang bukan haknya menjadikan sesuatu tersebut menjadi milik pribadi dengan tujuan memperkaya diri. Yang akibatnya pembengunan suatu bangsa tidak mengalami perubahan yang signifikan, atau bahkan mengalami kemunduran, baik dari segi materi ataupun moral.

       Politik dalam pengertiannya adalah bermacam–macam kegiatan dalam suatu Negara yang menyangkut proses menentukan tujuan–tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan–tujuan itu, dengan kata lain politik adalah suatu upaya untuk mencapai tujuan tertentu. Politik identik dengan upaya mendapatkan kekuasaan, jabatan, wewenang. Dalam prakteknya jika perpolitikan di negara kita berpedoman pada Sila ketuhanan yang Maha Esa, maka segala proses perpolitikan di negara kita ini tidak perlu melakukan tindakan diluar ketentuan Perundang-undangan atau aturan agama itu sendiri. Tidakan Money Politic dalam sebuah pesta demokrasi merupakan suatu tindakan yang secara nyata tidak meyakini bahwa Tuhan akan memberikan kekuasaan sesuai apa yang di kehendakiNya. Kalau dalam pelaksanaannya tidak sesuai dengan kaidah yang berlaku maka berakibat pula dalam melahirkan sebuah penguasa atau penyelenggara Negara yang berkualitas atau tidak.
       Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa yang dipercayai dan diyakini. Namun melihat kondisi sekarang ini masyarakat kita sudah semakin jauh dari konsep tersebut, sehingga perjudian, pemerkosaan, dan prilaku penyimpangan lainnya adalah suatu hal yang sudah menjamur diseluruh pelosok negeri ini. Menurunnya moral suatu bangsa diakibatkan karna prilaku sosial kita sudah tidak berpegang lagi terhadap Ketuhanan Yang Maha Esa, sehingga generasi harapan bangsa kita terjerumus pada hal–hal yang tidak sesuai dengan norma agama. Hal tersebut diperparah lagi oleh dukungan pemerintah kita yang terkesan setengah-setengah dalam membuat kebijakan yang mendorong masyarakatnya untuk lebih menyadari bahwa agama merupakan pondasi dalam berbagai bidang. Temasuk didalamnya bagaimana mengupayakan agar berbagai kegiatan keagamaan mendapatkan porsi yang utama dalam membentuk generasi harapan bangsa, dukungan tersebut dapat dituangkan baik dari segi moril ataupun kelayakan sebuah penetapan anggaran. Termasuk mengupayakan agar tenaga pendidik serta kurikulum sekolah kita agar lebih berkualitas lagi dalam membentuk moral generasi, karna dari sanalah berawal Sila Ketuhanan yang Maha Esa dapat diamalkan secara menyeluruh pada berbagai bidang kehidupan.
       Ada juga permasalahan-permasalahan yang muncul tertakait dengan nilai-nilai ketuhanan selain permasalahan di atas, seperti kasus bom Bali dan bom bunuh diri di Solo. Dari kedua kasus tersebut diatas menandakan bahwa sudah tidak relevannya warga indonesia dengan nilai pancasila khususnya pada sila pertama. Dari kasus pertama dikatakan bahwa pelaku melakukan hal tersebut dengan alasan jihad, sedangkan pada kasus kedua yaitu menunjukkan bahwa adanya pendangkalan iman seseorang. Hal tersebut jelas sangat bertentangan dengan nilai pada sila pertama tentang Ketuhanan Yang Maha Esa yaitu menghilangkan nyawa seseorang sekalipun alasannya adalah berjihad dan membela agama islam. Belajar dari kasus pengeboman yang sering terjadi di berbagai daerah seharusnya pemerintah mengadakan tindakan yang tegas kepada pelaku bom, memberikan hukuman kepada pelaku.

2.3 Pendidikan Sebagai  Pondasi Peradaban Bangsa
Manusia lahir dengan potensi kodratnya berupa cipta, rasa dan karsa. Cipta adalah kemampuan mempersoalkan nilai kebenaran, rasa adalah kemampuan mempersoalkan nilai keindahan, dan karsa adalah kemampuan mempersoalkan nilai kebaikan. Ketiga potensi tersebut dibingkai dalam satu ikatan sistem yang selanjutnya dijadikan landasan dasar untuk mengkonstruksi  bangunan filsafat kehidupan, menentukan pedoman hidup, dan mengatur sikap dan perilaku agar senantiasa terarah kepada pencapaian tujuan hidup yang hakiki.
Hubungan Pendidikan dengan peradaban (karakter) suatu bangsa  dianalogikan ibarat hubungan fondasi dengan model atas konstruksi sebuah bangunan. Keduanya berhubungan secara kausalitas, fondasi akan menentukan model bangunan diatasnya. Pendidikan adalah fondasi bangunan dan karakter suatu bangsa adalah model bangunan yang merupakan hasil kongkrit dari pendidikan.
Secara historis maupun faktual hari ini, agungnya peradaban suatu bangsa, adalah potret keberhasilan pembentukan karakter yang dibentuk melalui proses panjang pendidikan, baik formil maupun nonformil. Begitu pula sebaliknya, hancurnya peradaban suatu bangsa adalah akibat kegagalan proses pendidikan karakter kepada masyarakatnya.
Pancasila adalah falsafah hidup (pandangan hidup) yang mencerminkan karakter dan jatidiri bangsa Indonesia, selayaknya menjadi landasan, pijakan, dan fondasi sistem pendidikan. Pancasila sebagai nilai-nilai luhur bangsa, menjadi rujukan utama dalam mendidik setiap individu anak bangsa.  Ketika pancasila ditinggalkan dari ranah pendidikan, baik pendidikan keluarga, pendidikan lingkungan maupun pendidikan formal, maka pantaslah jika dikemudian hari bangsa Indonesia kehilangan jatidirinya, dan secara perlahan, jika dibiarkan, akan kehilangan keagungan peradabannya.
Tergerusnya nilai-nilai Ketuhanan, lunturnya perikemanusiaan yang adil dan beradab, lemahnya rasa persatuan dan suburnya permusuhan, lunturnya nilai-nilai musyawarah untuk mufakat, dan termarginalnya nilai keadilan, adalah fakta bahwa penanaman nilai-nilai Pancasila telah lama hilang dalam proses pendidikan anak-anak bangsa kita sendiri.
Dengan demikian, betapa penting memposisikan Pancasila sebagai landasan dan pijakan dalam proses pendidikan anak-anak bangsa. Pancasila jika sebenar-benarnya ditanamkan dalam proses pendidikan, maka seyogyanya bangsa ini menjadi bangsa yang memiliki peradaban yang agung, yakni peradaban agung manusia-manusia pancasila.
2.4 Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Pedoman Pendidikan Karakter
Kerinduan akan hadirnya Pancasila merambah pada semua bidang kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini, hal ini sebagaimana telah disinggung diatas, diakibatkan oleh  terjadinya demoralisasi  yang sangat luar biasa di semua bidang kehidupan dan setiap lapisan masyarakat bangsa, yang sesungguhnya bertolakbelakang dengan nilai-nilai luhur Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa.
Sejalan dengan kerinduan terhadap pancasila, dunia pendidikan hari ini pun sedang merindukan dan mengelu-elukan pendidikan karakter. Pemerintah melalui kementerian pendidikan nasional, sedang mencanangkan program pendidikan karakter secara besar-besaran. Pendidikan karakter dianggap sebagai solusi terbaik terhadap berbagai bencana moral yang melilit bangsa ini, yakni; hilangnya nilai-nilai Ketuhanan YME, lemahnya nilai-nilai peri-kemanusiaan yang adil dan beradab, lunturnya persatuan dan lemahnya prinsip musyawarah untuk mufakat, serta semakin terpinggirkannya nilai-nilai keadilan.
Pembentukan karakter yang diinginkan dalam proses pendidikan adalah terdiri dari tiga bagian yang saling terkait, yaitu pengetahuan tentang moral (moral Knowing), perasaan bermoral (moral feeling), dan perilaku bermoral (moral behavior).
Karakter yang baik terdiri dari mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai atau menginginkan kebaikan (loving or desiring the good) dan melakukan kebaikan (acting the good). Membentuk karakter adalah dengan menumbuhkan karakter yang merupakan the habits of mind, heart, and action yang antara ketiganya (pikiran, hati, dan perbuatan) adalah saling terkait. Pendidikan karakter adalah internalisasi nilai-nilai luhur budaya, agama dan nilai-nilai luhur lain yang telah dijadikan falsafah hidup suatu bangsa.
Pendidikan secara essensi berbicara tentang moral, moral adalah kebaikan, sedangkan pedoman moral bagi bangsa Indonesia adalah Pancasila. Pendidikan karakter ditujukan untuk membenahi moral masyarakat bangsa yang kian hari kian bobrok, demoralisasi terjadi dalam semua bidang kehidupan; politik, ekonomi, sosial, budaya sampai pada yang paling essensi yakni keroposnya ideologi dan falsafah bangsa.
Dengan demikian, pendidikan karakter yang sesungguhnya adalah pematrian (internalisasi) nilai-nilai luhur Pancasila pada pikiran (mind), nurani (heart), dan perilaku (behaviour) setiap individu anak bangsa. Sehingga wujud keberhasilan pendidikan karakter yang diwujudkan pemerintah adalah terlahirnya manusia-manusia Pancasila yang bermartabat yang akan membentuk keagungan peradaban bangsa Indonesia





                                                                                

















BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
       Upaya mengamalkan Sila Pertama, Sila Ketuhanan Yang Maha Esa ini adalah hal yang paling utama dalam upaya mencapai tujuan Negara yang memperoleh keberkahan dan tercapainya kesejahteraan masyarakat, Karna sila Pertama ini adalah sebagai titik dasar atau nilai utama untuk mencapai pelaksanaan sila berikutnya secara utuh dan menyeluruh.
       Maka dari itu peran Eksekutif, Legislatif, Yudikatif dan Masyarakat itu sendiri harus bersatupadu mengupayakan pengamalan Sila Kesatu tersebut, sehingga moral dan martabat bangsa ini akan terselamatkan. Tanpa mementingkan kepentingan-kepentingan pribadi atau golongan tertentu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKALAH PENGARUH PENDIDIKAN DAN LATIHAN DASAR TENAGA KERJA TERHADAP PRODUKTIVITAS SDM

  MAKALAH PENGARUH PENDIDIKAN DAN LATIHAN DASAR TENAGA KERJA TERHADAP PRODUKTIVITAS SDM Disusun untuk memenuhi Tugas Mata kuliah Eko...